Ayu masih gemetar berdiri di tempatnya dengan mata terpejam hingga kedua kantong plastik di tangannya jatuh. Isi kantongan itupun berhamburan keluar, dia shock, yang terbayang diingatan Ayu kini hanyalah wajah sang Ibu.
Sebuah tangan memegang pundak Ayu, membuat dia tersadar bahwa dirinya masih hidup.
Apalagi saat dirinya mendengar seseorang berkata, "Jika ingin mati jangan merugikan orang lain!"
Bentakan suara itu membuat Ayu membuka mata, dia terpaku melihat seorang pria tampan berperawakan tinggi semampai, mengenakan pakaian yang rapi sedang berdiri di hadapannya.
Ayu mendongak, matanya tidak sengaja menatap manik mata pria tampan tersebut. Wajah yang teduh membuat hati Ayu bergetar, tapi mengingat perkataan pedas tadi membuatnya sadar dan melihat ke sekeliling.
Di sana terlihat sebuah mobil Merci rusak, sudut body depannya penyok menghantam trotoar. Ayu membulatkan mata, dia bingung bagaimana harus bertanggung jawab.
Kejadian ini adalah salahnya, andai dia tidak mengejar angkot tadi dan sabar menunggu angkot yang datang berikutnya, mungkin mobil mewah itu tidak akan rusak.
"Kamu harus ganti rugi! Kamu tahu berapa biaya perbaikan mobilku itu hah!" ucap pemuda itu lagi.
"Maaf Tuan, aku tidak sengaja. Aku tadi buru-buru ingin cepat sampai di rumah."
"Lagipula kamu anak sekolah ngapain juga keluyuran di pasar mana masih berpakaian seragam."
Ayu cuma diam dan tertunduk, dia tidak mungkin menceritakan masalah keluarganya kepada sembarang orang, apalagi kepada orang yang tidak dia kenal sama sekali.
"Kamu jangan pura-pura sedih, agar aku kasihan, pokoknya aku tidak mau tahu, kamu harus tetap ganti rugi."
"Maaf Tuan, aku tidak punya uang, aku masih sekolah sementara ibuku cuma kerja di rumah orang," jawab Ayu yang hampir menangis.
"Kalau begitu ayo kita ke kantor polisi! Kita selesaikan di sana!" ucap pemuda itu sambil menarik tangan Ayu.
"Kumohon Tuan jangan bawa aku ke kantor polisi! aku tidak ingin masuk penjara, hiks...hiks...hiks, aku masih ingin sekolah," mohon Ayu sambil menangis.
Ayu tidak tahu lagi harus bagaimana, karena bingung diapun hanya bisa menangis.
"Kamu jangan menangis, aku tidak akan kasihan karena tangismu! Jangan kamu pikir dengan menangis semuanya bisa selesai!"
Pemuda itupun menarik tangan Ayu, tapi Ayu menghempaskan tangan pemuda itu sambil berkata, "Maaf Tuan bukan aku menolak bertanggungjawab, tapi tunggu sebentar..." ucap Ayu sambil berbalik, berjalan ke arah barang belanjaannya yang tadi jatuh berserakan.
Ayu mengumpulkan cabe, bawang, tomat, ikan dan sayur mayur yang berserakan di jalan, dia harus mengantarkan belanjaan itu dulu ke rumah agar ibunya nanti bisa memasak.
Setelah selesai dia kembali menemui pemuda tadi lalu berkata, "Baiklah Tuan, aku akan bertanggung jawab atas kesalahanku, tapi kumohon izinkan aku mengantar belanjaan ini ke rumahku agar setelah Ibu pulang bekerja nanti, ada yang bisa beliau masak."
Pemuda itupun setuju, kemudian dia menarik lengan Ayu dan memintanya untuk naik ke dalam mobil.
Ayu pun menurut, dia pasrah jika memang ke kantor polisi bisa menyelesaikan masalahnya ketimbang dia harus menceritakan kejadian ini kepada Sang Ibu, yang pasti akan menambah bebannya.
Di dalam mobil hanya keheningan yang ada hingga merekapun sampai di daerah tempat tinggal Ayu. Ayu meminta pemuda itu untuk menghentikan mobilnya di depan gang, karena rumah kontrakan Ayu masuk ke dalam gang sempit yang kenderaan roda empat tidak bisa masuk kesana.
Setelah itu merekapun turun, pemuda itu memarkirkan mobilnya di pinggir jalan depan gang, lalu dia terus mengikuti Ayu hingga sampai ke sebuah rumah kecil yang berdinding papan.
Ayu mengambil kunci di bawah pot bunga, tempat biasa ibu meletakkan kunci apabila berangkat bekerja, karena Ayu pergi ke sekolah lebih awal ketimbang Ibu.
Setelah itu dia mempersilakan pemuda itu masuk, lalu Ayu meletakkan barang belanjaannya ke dalam kulkas dan menulis pesan di selembar kertas bahwa dirinya akan pergi menginap di rumah Sisil karena banyak tugas sekolah yang harus didiskusikan.
Ayu terpaksa berbohong, dia tidak ingin membuat Ibu cemas, jika benar dia ditahan di kantor polisi, besok dia baru akan menghubungi Ibu.
Pemuda itu melihat apa yang Ayu lakukan, sebenarnya dia merasa iba, melihat kondisi rumah, melihat Ayu yang tadi mengutip satu persatu belanjaan yang tidak melewatkan sebutir bawangpun tertinggal dan kini menulis surat yang isinya membohongi sang ibu bahwa dirinya akan menginap di rumah teman karena mengerjakan tugas sekolah.
Sebelum Ayu melipat suratnya, pemuda itu, memang tadi sempat membaca isi surat Ayu, makanya dia menduga bahwa Ayu tidak ingin menyusahkan Ibunya.
Sekarang dia malah penasaran dengan kehidupan gadis ini, lalu dia bertanya, "Ayah kamu kemana?"
Ayu terkejut mendengar pertanyaan pemuda itu, kemudian dengan sedih dia menjawab, "Ayahku sudah meninggal sebelum aku lahir, aku tidak pernah merasakan bagaimana rasanya kasih sayang ayah. Hanya Ibu yang aku punya, dan aku tidak ingin menambah beban pikiran beliau jika aku meninggalkan pesan bahwa aku akan dipenjara."
"Kamu kan tidak mungkin selamanya berbohong bahwa dirimu menginap di rumah teman, ibumu pasti akan mencarimu ke sana jika kamu tidak juga pulang."
"Biarlah, besok pagi aku akan jujur kepada Ibu bahwa aku sedang ditahan di kantor polisi, yang penting nanti saat beliau pulang dengan rasa lelah aku tidak ingin membebani beliau dengan masalah ini."
Sejenak pemuda itu terdiam, dia mulai tertarik ingin mengenal kehidupan gadis ini. Gadis yang menurutnya cupu tapi baik dan sangat menyayangi ibunya.
"Ayo Tuan, kok bengong? jangan sampai kita masih di sini saat ibuku pulang," ajak Ayu yang siap mempertanggungjawabkan kesalahannya."
Pemuda itupun keluar dari rumah dengan diikuti oleh Ayu di belakangnya. Mereka lalu menuju mobil dan ayu di minta agar cepat naik.
Mobil melaju dengan kecepatan sedang, di dalam mobil pemuda itupun bertanya, "Itu di sana kalian ngontrak atau rumah milik sendiri?"
"Ngontrak Tuan, Allah belum memberi rezeki untuk kami bisa membeli rumah."
"Oh," hanya itu yang bisa pemuda itu ucapkan.
Pemuda itu terus melajukan mobil menuju kantor polisi, jantung Ayu berdegup kencang tak beraturan, perasaan takut pun mulai datang.
"Kenapa kamu pucat! takut! mau berubah pikiran?"
Ayu pun menggelengkan kepala, walau bagaimanapun dia harus berani menghadap para polisi.
Sampai di depan kantor polisi, pemuda itu memutar balik mobilnya, dia tidak jadi masuk. Ayu yang penasaran lalu bertanya, "Kenapa Tuan putar balik mobilnya? Apa Tuan berubah pikiran? Apa Tuan memaafkam aku dan tidak jadi memenjarakan diriku," tanya Ayu sambil memandang wajah pria tampan itu.
"Enak saja! Aku berubah pikiran jawabannya iya, tapi tidak memaafkan kamu. Beruntung kamu karena menyayangi seorang Ibu, aku jadi teringat Mama ku."
"Lantas kita mau kemana Tuan, apa yang akan Tuan lakukan?"
"Kamu ikut saja, nanti kamu juga akan tahu bagaimana caramu untuk membayar ganti rugi tersebut."
Penasaran dengan kelanjutan ceritanya, ikuti terus ya guys....jangan lupa dukungannya, terimakasih 🙏😉
See you♥️♥️♥️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Alya Yuni
Trllu bodoh si Ayu
2022-03-15
2