Keesokan harinya.
Gilang berjalan turun dengan tersenyum senyum sendiri. Hatinya begitu senang karena hari ini ia akan datang lagi ketempat pujaan hatinya.
Ya, Gilang sengaja mengikuti Alisa kemana pun dia pergi hingga sampai dimana Alisa menemukan kontrakan untuk mereka tempati.
Gilang tak menyerah walau Alisa tidak menyukainya. Ia akan terus berusaha untuk mendekati Wanita itu.
Gilang terkekeh mengingat bagaimana dirinya merasa bagai seorang penguntit yang mengikuti kemana seorang ibu ibu dan tiga anaknya pergi untuk mencari tempat tinggal. Setelah ia tau dimana tempat dan lokasinya barulah dia beranjak pergi dari sana.
Gilang menuruni tangga dengan bersiul siul kecil, membuat mama Dewi heran melihatnya.
Putra nya yang dingin dan datar itu berubah dalam sekejap menjadi seorang anak periang seperti bukan Gilang saja.
Mama Dewi ingat kapan terakhir kali Gilang seperti ini. Yaitu saat dia masih SMP saat itulah dia melihat putranya begitu bahagia seperti saat ini.
''Pagi Ma...'' Gilang mencium pipi Mama nya.
Mama Dewi kaget.
''Tumben! kamu cepat bangunnya hari ini biasanya kan kesiangan ?'' ledek Mama Dewi.
''Ah Mama bisa aja! Biasanya kan biasa saja. Tapi hari ini luarrrrrr biasa!'' sahutnya.
Nggak tau aja Mama Dewi kalau anaknya sekarang sedang jadi penguntit seorang ibu ibu 😄😄
''Maksudnya ada sesuatu gitu yang membuat kamu senang?''
''Ada dong..''
''Apaan? Cerita dong sama Mama..'' pinta nya.
''Ih Mama, kepo!'' sahutnya sembari mendudukkan dirinya di meja makan untuk sarapan bersama.
Mama Dewi memanyunkan bibirnya yang terlihat lucu dimata Gilang. Papa Angga datang dan melihat Mama Dewi cemberut.
''Ada apa nih? Apakah Papa ketinggalan berita pagi ini?''
''Ini Pa.. Gilang nggak mau cerita sama Mama ada apa, kok seneng banget pagi ini. Biar kan datar datar aja,'' adu Mama Dewi pada Papa Angga.
''Ya bagus dong Ma.. Jika Gilang senang kita pun ikut senang, benar begitu Gilang??''
''Yoi, Pa!''
Gilang masih saja terus tersenyum membuat Mama Dewi jengah dengan kelakuan nya.
''Ishhh... kasi tau Napa?! Mama penasaran nih Gilang!''
''Belum saatnya Ma...'' Gilang tersenyum lagi.
Setelah sarapan Gilang berangkat ke sekolah. Sepanjang jalan ia terus saja tersenyum memikirkan apa yang akan dia lakukan setelah ini.
Gilang tak sabar ingin cepat cepat pulang dari sekolahnya agar ia bisa memantau pujaan hatinya itu.
Aneh sih. Kok malah Wanita dewasa yang dikuntit biasanya anak ABG kan sukanya yang sebaya.
Lah ini? Malah ibu ibu. CK! dasar Gilang!
Sesampainya disekolah Gilang merubah kembali raut wajah yang tadinya tersenyum kini berubah jadi mode datar lagi.
Gilang sengaja melakukan hal itu karena dirinya tak mau jadi rebutan para siswi di sekolahnya. Ada kisah masa lalu yang membuat Gilang jadi seperti itu.
Tet, tet.
Suara bel berbunyi menandakan pelajaran akan segera dimulai. Gilang menjadi tak sabar ingin cepat cepat pulang agar ia bisa kerumah Alisa untuk mengintai apa saja yang dilakukannya.
''Bro! pulang sekolah kita ngumpul yuk?''
''Sorry bro! gue nggak bisa,'' sahut Gilang.
''Loh, kenapa? Biasanya kamu kan oke oke aja kalau diajak ngumpul?''
''Kali ini gue beneran nggak bisa bro! Ada yang harus gue kerjakan.''
''Apaan?''
''Gue nggak bisa cerita sekarang, belum saatnya.''
''Wah, ada yang nggak beres nih!''
''Udah, lo kebanyakan mikir.'' Gilang merangkul leher Ipank dan mengajaknya kekantin.
****
Tak terasa bel pulang sekolah berbunyi menandakan pelajaran hari itu sudah selesai.
Waktunya beraksi!
Gilang membawa motor nya dengan santai melewati jalanan yang kemarin saat mereka tawuran, melewati warung makan hingga sampailah dia diujung kontrakan rumah Alisa.
Gilang menghentikan motornya dibawah pohon mangga yang sengaja ditanam dipinggir jalan untuk naungan saat panas.
Ia terus saja memantau dari kejauhan. Gilang melihat Alisa yang sedang menjemur pakaian di pagar kontrakannya.
Alisa memilih kontrakan yang dekat dengan sekolah anaknya. Dari rumah kesekolah hanya berjarak lima belas menit saja, sangat dekat dengan rumahnya.
Sebagai orang tua tunggal Alisa harus memikirkan dengan baik tentang anak-anaknya.
Anak-anak nya harus menempuh pendidikan agar nanti bisa mencari pekerjaan dengan mudah.
Dan jika ia mampu, Alisa akan menyekolahkan anaknya sampai keperguruan tinggi.
Karena dirinya tak bisa maka anaknya harus bisa. Ia akan berusaha se kuat mungkin untuk bisa mewujudkannya walaupun dirinya kini harus banting tulang demi memenuhi kebutuhan anak nya.
Pengalaman berumah tangga menjadikan dirinya lebih kuat lagi dalam menghadapi ujian hidup kedepan. Ia akan lebih berhati hati dalam bertindak.
''Mak!! Adek nangis nih! Abang bingung mau diapain!''
''Ya, sebentar! Mak masih belum siap menjemur cucian nya!''
''Cepetan Mak!!''
''Iya Nak! Sabar napa?!'' sungutnya.
''Udah, biar Abang aja yang jemur pakaian nya. Mak kesini aja dulu kasihan nih adek nangis terus..''
''Ya sudah, jemurnya jangan ditumpuk ya? Harus dibukain biar cepat kering!''
Di kejauhan sana ada seorang pemuda sedang memperhatikan setiap gerak geriknya.
Sedang sang empu yang di tatap, begitu fokus pada cucian. Ia tak sadar ada yang memandang nya dari kejauhan tanpa berkedip.
Alisa masuk kerumah. Tak lama setelah itu terlihat seorang anak laki-laki keluar dan menggantikan ibunya untuk menjemur.
Gilang terus saja memperhatikan dari jauh sambil memangku helm nya. Matanya terus memandang kearah depan.
Dari kejauhan terlihat seorang gadis remaja sedang berjalan masuk kerumahnya. Sebelum masuk ia sempat membantu adiknya menjemur pakaian, setelahnya mereka masuk.
Lumayan lama Gilang menunggu Alisa keluar dari rumahnya. Sayangnya wanita itu tidak keluar hingga Gilang ingin pulang.
Saat ingin memakai helm full face nya. Gilang melihat Alisa keluar dari rumah dengan membawa keranjang. Seperti nya Ia mau belanja.
Gilang tersenyum memikirkan ide gila, Ini kesempatan emas untuknya. Bukankah jika ingin mendapat ibunya dekati dulu anaknya?
Gilang melihat Alisa berbelok diujung jalan sana sampai menghilang ditikungan. Dengan cepat Gilang menghidupkan motornya terus melaju ke kontrakan Alisa.
Sesampainya disana Gilang memandang sekitar dengan sedih. Rumah minimalis kiri kanannya terdapat pagar pembatas antara satu rumah dengan rumah yang lain.
Memang rapat karena berdempetan tapi tetap saja menurut Gilang itu tidak layak jika dibandingkan dengan rumahnya.
Gilang memarkirkan motornya dipekarangan rumah Alisa sambil terus memandang sekitar. Ia berjalan kearah pintu dan mengetuk nya.
Merasa ada yang mengetuk pintu, putri Alisa mengintip dari jendela kiranya siapa yang datang. Apakah Mak nya pulang lagi??
Ia mengintip dari jendela, tampaklah Gilang sedang berdiri dengan melamun. Ia kaget bukan main.
Gadis belia itu jadi berpikiran macam-macam. Ada apa dengan orang itu? Mengapa dia datang kerumahnya? Dari mana dia tau rumah mereka?
Banyak pertanyaan dibenaknya saat itu hingga dia terkaget ketika bahunya ditepuk adiknya dari belakang.
''Kenapa kak?''
''Eh? Itu.. ada Abang-abang yang kemarin duduk sama kita ketika di warung makan, ada diluar..''
''Hah? Abang-abang itu?? Kira-kira ada apa ya dia kemari?''
''Nggak tau, Dek..''
Gilang mengetuk lagi.
Tok, tok, tok.
Ceklek! Pintu terbuka dari dalam.
Gilang berbalik dan tersenyum kepada mereka berdua.
''Eh Bang? Ada apa ya kemari? Mau cari Mak kah? Mak lagi nggak ada Bang! lagi kepasar belanja bahan untuk buat kue sama es buat jualan besok.''
''Ohh nggak... Om nggak cari Mama kalian kok. Om pingin kenalan sama kalian. Boleh Om masuk?"
''Eh.. I-iya.. Silakan masuk Bang! eh? Om.. hehe..''
Gilang membuka sepatunya dan meletakkan dirak sepatu yang tersedia disana. Ia masuk sambil matanya terus memandang ke sana kemari seperti sedang memindai.
Rumahnya kecil, lebih besar rumah Mama dan Papa.. Lantainya hanya terbuat dari semen kasar yang tidak dihaluskan. Dinding rumahnya papan yang sudah lapuk seperti dimakan rayap.
Ya Tuhan... Mengapa sesak hatiku melihatnya?
Gilang menahan sesak didanya. Ia merubah wajahnya menjadi datar. Sengaja ia melakukan itu untuk menutupi rasa sesak dihati.
''Ayo Om silahkan duduk. Sebentar ya, saya ke belakang dulu.''
''Iya..''
Gilang mendudukkan dirinya dilantai yang hanya beralaskan karpet biasa. Ia melihat anak lelakinya sedang menidurkan adiknya dalam ayunan.
Sakit rasanya hati Gilang. Entah mengapa Ia merasakan sesak dan sakit disaat bersamaan.
''Om, diminum dulu tehnya.''
''Hah? Iya..''
''Maaf ya Om, cuma teh panas dirumah kami nggak punya kulkas jadi nggak punya es..'' ucap nya dengan raut wajah sendu.
''Nggak pa-pa kok. Oh iya, Om boleh kenalan kan sama kalian?''
''Oh boleh Om! Saya Ira Sarasvati dan itu Maulana Akbar Adik saya, yang kecil namanya Annisa. Kalau saya dipanggil kakak, untuk Lana Abang. Mak mengajar kan kami agar terbiasa memanggil seperti itu agar nanti adek besar manggilnya nggak nama. Gitu katanya..''
''Nama yang cantik dan ganteng sesuai dengan orangnya!''
''Hehe.. Om bisa aja!''
''Om ini kan masih muda, belum jadi Om Om. Kok mau sih dipanggil Om? Nggak takut gitu dikira Om Om beneran? Dan lagi masih pakai seragam SMA pula, tujuannya apa datang kesini? Ingin dekat sama Mak atau sama kami?'' Lana memandang Gilang dengan raut wajah menelisik.
Gilang terkejut dengan ucapan Lana. Kenapa semua tebakannya itu benar? Gilang terkekeh memandang nya.
''Abang!! Nggak boleh gitu ngomongnya sama tamu! Nggak sopan Bang!''
Gilang terkekeh.
''Ya.. Om ingin kenalan dengan kalian!''
*D**an juga mama kalian*.
''Dan untuk panggilan itu.. Om memang sengaja hanya untuk kalian saja.''
''Tapi kenapa Om datang saat Mak nggak ada dirumah??''
Gilang tersenyum. Pintar! Batinnya.
''Mungkin kebetulan saja kali ya, Om kan memang baru pulang dari sekolah langsung kemari. Om penasaran dengan kalian anak manis dan pintar!'' dipuji seperti itu membuat anak itu senang hidungnya jadi kembang kempis.
''Maaf Om.. Usah diladenin ya? Abang jangan gitu Napa Sama tamu?? Kalau Mak tau, Mak akan marah sama Abang! Ingat nggak Mak bilang apa sama kita soal tamu? Tamu itu adalah raja! jadi harus dihormati paham?'' tegur Ira pada Lana.
Gilang hanya tersenyum saja melihat mereka berdua.
''Kan bener sih Kak, apa yang Abang bilang? Kok Kakak yang sewot sih?! Tuh, Om Gilang biasa aja!'' Sahut nya cemberut.
''Iya.. tapi nggak boleh gitu Sama tamu abaaaang... gimana sih?!'' sungut ira.
''Udah Kak.. Om nggak pa-pa kok. Biasa aja kali.. Om mah orangnya santai....'' lerainya sambil memainkan alisnya.
''Mama kalian jualan apa?'' tanya Gilang.
''Jualan risol sama es dawet Om.''
''Oh.. Jualan dipasar gitu?'' selidik Gilang.
''Nggak Om, Mak nitip disekolahnya Kakak Sama sekolahnya Abang. Sama warung warung dekat sini.''
''Oh begitu ya..'' lirih Gilang.
Bahkan untuk sesuap nasi saja dia harus banting tulang.
Andai aku bisa membantu kalian.
Andai aku bisa jadi pelindung kalian.
Andai saja.
Saat sedang melamun, Gilang mendengar suara orang mengucapkan salam.
''Assalamualaikum....''
Deg!
Suara itu...
💕
Noh.. pujaan hatimu Bang udah pulang dari pasar!
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 237 Episodes
Comments
Ersa
😍
2023-09-09
1
Maulana ya_Rohman
kaget bukan main😱
2022-11-28
2