Dan hari berganti. Ini adalah hari ke enam Seruni di desa itu. Acara tujuh hari akan berakhir besok. Seruni pergi ke pasar, memberi bahan makanan yang akan di masak malam nanti sekalian untuk besok. Orang-orang pasar pangling melihat Seruni yang semakin cantik memikat. Kalau dulu, kecantikan Seruni seolah tersamarkan dengan penampilannya yang lusuh, sekarang teramat berbeda. Seruni tentu telah pandai merias diri, baju yang dia kenakan pun sudah bagus walau sederhana. Meski hanya dengan dress vintage bermotif bunga di beberapa sisi, ia terlihat anggun sekali.
Ketika sedang memesan buah jeruk dan semangka dalam jumlah yang cukup banyak, tak sengaja ia melihat seseorang. Laras. Perempuan berseragam PNS itu menatap Seruni dengan tajam. Seruni tak menghiraukan, ia terus saja memilih buah. Namun, Laras malah mendekatinya.
"Aku turut berdukacita atas kematian ibumu," kata Laras.
Seruni melihatnya sekilas. "Terimakasih." Lalu kembali menatap ke buah-buahan. Ia yakin, Laras bukan semata-mata ingin mengucapkan belasungkawa. Ia tahu watak adik Bima yang cukup angkuh dan sombong itu.
"Tapi bukan berarti kau bisa menggunakan kematian ibumu dengan mencari perhatian kepada abangku." Tepat bukan dugaan Seruni.
Seruni hampir meloloskan tawa mendengarnya. Laras selalu berpikir dia yang mengganggu Bima, padahal kenyataan sebenarnya, lelaki itulah yang sekarang gencar mengejar juga mendekatinya.
"Aku tidak sedang menarik perhatian siapapun. Sepertinya kau salah mengira."
"Abangku pulang hanya untuk melihatmu. Aku tidak mengerti mengapa sedari dulu kau tak berhenti mengganggunya. Kau tentu paham kau tidak selevel dengan keluarga kami. Masih baik bukan ibuku yang datang langsung ke depanmu."
"Mengapa kau berpikir aku mengganggu abangmu itu? Kau tahu, aku sangat risih setiap kali dia datang ke rumah dan berusaha untuk berbicara denganku. Melihatnya saja aku tak suka, apalagi sampai berupaya untuk mendekati dan mengganggunya. Lagipula, seandainya pun ibumu yang datang kepadaku sekarang, aku juga tak punya jawaban lain selain jawaban yang sekarang aku berikan kepadamu. Kau terlalu percaya diri berkata begitu, Laras."
Seruni menatapnya tajam kemudian membuat Laras kesal kepadanya. Seruni kemudian membayar uang buah yang sudah ia pilih dan ia pesan. Orang toko buah itu akan mengantarnya kelak selepas ashar.
Lalu Seruni melangkah, meninggalkan Laras yang terdiam. Seruni kemudian berjalan menunju ke arah rumahnya tetapi di tempat yang cukup sepi, dia dikagetkan dengan kedatangan Tobi yang tiba-tiba. Pemuda yang sudah lama tak dilihatnya itu muncul dengan senyuman yang membuat Seruni muak.
"Minggirlah, aku tidak ada urusan denganmu." Seruni berdecak kesal tetapi Tobi tak gentar. Dia sangat menyukai Seruni.
"Kau semakin cantik dan menggoda setelah lama di Jakarta, Seruni. Katakan kepadaku, apa kau bersedia untuk menjual tubuhmu yang indah ini kepadaku agar aku bisa menikmatinya juga?" tanya Tobi dengan tampang memuakkan. Seruni menggertakkan giginya. Ia sangat kesal kepada lelaki yang terlihat lebih rapi itu sekarang.
"Jangan kurang ajar! Aku di Jakarta bukan melac*r!" Seruni bergegas pergi tetapi Tobi menarik lengannya.
"Seruni, aku sungguh menyukaimu. Aku ingin menikahimu," kata Tobi dengan tampang serius.
"Kau tahu, aku lebih memilih untuk jadi perawan tua dibandingkan menikah dengan lelaki biadab seperti kau!"
"Hei, aku sudah berubah. Aku punya usaha, aku punya uang banyak. Kau akan hidup bahagia denganku."
"Lepaskan aku, Tobi! Dan jangan berpikir aku akan luluh kepada kau!"
"Seruni, kau sangat keras kepala, tapi aku sangat menyukainya. Apa kau harus kuhamili dulu baru kau bersedia menikah denganku?"
Tobi memojokkan Seruni ke pohon besar yang ada di sana. Seruni jadi menggeram, ia segera menendang perut lelaki yang berusaha untuk menciumnya itu hingga Tobi terjungkal ke tanah. Seruni meraih batu bata yang tergeletak tak jauh darinya.
"Aku masih sangat ingin memecahkan kepalamu! Apa mau aku pecahkan lagi kepalamu seperti dulu?!" desis Seruni siap menghantam lelaki itu. Seruni kemudian dengan sekuat tenaga berlari dengan masih membawa batu di tangannya. Tobi mengerang kesal, karena masih tidak bisa menguasai adik tiri yang ia sukai sejak lama itu.
Seruni akhirnya bisa bernafas lega saat ia sudah hampir sampai dekat rumahnya. Ia membuang batu yang ia pegang tadi dan membersihkan tangannya. Namun, saat Seruni hampir masuk ke dalam, ia melihat seseorang sudah menunggunya.
"Nyonya Tono?" tanya Seruni setelah melihat ibu Bima duduk dengan tenang di teras rumahnya.
Perempuan itu mengangguk, tersenyum kecil sekilas. Senyumannya bukan senyum ramah tapi lebih kepada senyum sinis.
"Ada yang perlu kita bicarakan."
Seruni menarik nafas panjang, apa lagi ini? Ia yakin pasti adik Bima yang culas itu sudah mengadukan yang tidak-tidak kepada ibunya tentang dirinya. Seruni sebenarnya malas meladeni, tapi demi menunjukkan rasa hormatnya kepada perempuan yang jelas jauh lebih tua darinya itu, ia akhirnya ikut duduk di sana, di depan perempuan yang sedang memandangnya dengan lekat dan tajam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Efrida
mmg bima gk dl gk skrg jd kampret ya....abdi etan bnr 😂😂😂😂
2023-12-08
1
Alea
aku punya pesan untuk mu Seruni, jangan mau sama Bima karena kalau kamu sama Bima kamu akan punya mertua dan ipar yg makan ati
2023-08-24
3
Angraini Devina Devina
angan suka nyala Hin orang Bu anak ibu aja yg gak tau diri dekat terus sama Runi🤑🤑🤑🤑
2023-06-27
1