Eps. 16
Aku berusaha mengejarnya. Namun dia semakin menjauh dariku. Aku berlari hingga akhirnya aku terjatuh.
Aku terbangun dari mimpiku. Di mana aku akan menikah dengan Rohman hanyalah sebuah mimpi. Jantungku masih berdetak tak beraturan.
Aku diam termenung. Apa maksud dari semua mimpi ini. Mengapa semakin aku melupakan Roham, aku semakin mengingatnya. Bahkan sampai terbawa mimpi hingga ke pelaminan.
Ku ambil ponselku, dan ku perhatikan masih pukul tiga pagi. Aku kembali merebahkan tubuh ini. Hingga matapun akhirnya kembali terlelap.
*********
Sorot sinar matahari masuk melalui celah kaca. Sedikit silau hingga aku terbangun dari mimpi. Ku ambil ponsel, ternyata sudah pukul setengah tujuh pagi.
Aku segera bangkit dari tempat tidurku. Lalu menuju kamar mandi untuk gosok gigi dan membasuh wajah.
Ponselku berdering, tanda ada sebuah panggilan masuk. Ternyata panggilan dari Rendy. Aku segera mengangkatnya.
[Hallo, mas.]
[Kamu sudah bangun?]
[Baru saja bangun, ada apa mas?]
[Nggak apa apa. Hanya kangen saja.]
[Ehm, setiap hari kangen?]
[Apa aku boleh ke kost kamu, Lis?]
[Memangnya kamu nggak kerja, mas]
[Masih nanti, kan masih ada sedikit waktu buat ketemu kamu.]
[Ya sudah, terserah kamu saja mas.]
[Baik, aku siap siap dulu nanti langsung ke sana.]
[Iya, mas.]
Sambil menunggu Rendy datang aku membuka aplikasi merah untuk sekedar mendengarkan musik. Ku putar musik jadul untuk mengingat masa lalu ketika masih sekolah.
Limas belas menit kemudian, panggilan dari Rendy masuk. Dia sekedar memberitahu jika sudah sampai di depan kost. Akupun juga menyuruhnya untuk segera memasukkan kendaraannya.
Kebetulan kost yang aku tempati memang merupakan kost bebas. Tak jarang juga sering ada razia. Aku memilih kost di sini karena harganya yang super murah bahkan setiap kamar sudah ada kamar mandinya di dalam. Jadi tidak perlu mengantri untuk urusan mandi.
Kebetulan situasi kost masih sangat sepi. Aku membuka pintu kamar, dan menyambut Rendy dengan senyuman. Ku persilahkan dia masuk dan segera ku tutu pintu dan menguncinya
Di membawakanku sekantung camilan, ada roti, biskuit, coklat, dan susu. Dalam hatiku berkata, semua ini camilan favorit aku banget.
Aku segera mengambil susu, dan meminumnya. Rendy tersenyum melihat tingkahku. Diapun membelai rambutku dan merangkul pundakku.
"Mas, apa kamu nanti nggak terlambat kerjanya?"
"Nggak kok, masih ada waktu satu jam. Lumayan kan, bisa sama kamu."
Dia terus membelai rambutku dan menatapku. Senyum manis terpancar dari bibirnya. Akupun tak sanggup untuk menatapnya.
"Lis,"
"Iya, mas. Kenapa?"
Tanpa basa basi dia langsung memberi kecupan mesra. Aku sepontan sedikit terkejut. Aku tidak mampu berkata kata lagi jika ada bersamanya.
Tubuhku didorong hingga tertidur di atas kasur.
Dan ini adalah kali kedua Rendy melakukannya lagi. Untuk saat ini aku tidak menolak, dan tidak berontak. Aku hanya pasrah saja. Aku berikan apa yang dia inginkan dariku tanpa penolakkan.
Aku sungguh tidak percaya dengan apa yang aku lakukan saat ini. Rasanya seperti mimpi di pagi hari. Tapi inilah kenyataan yang aku lakukan hari ini.
Hari bersejarah untuk yang kedua kalinya. Dan ku lakukan dengan orang yang sama. Apakah ini yang dinamakan cinta. Yang membuat orang bisa lupa dengan segalanya.
Sepintas teringat akan nama seseorang. Entah kenapa jika aku sedang bersama Rendy, nama itu selalu saja tiba tiba muncul dalam fikiranku. Aku menjadi bimbang sesaat.
Nama itu selalu saja mengganggu fikiranku. Disaat aku ingin fokus dengan seseorang, dia selalu hadir mengganggu fikiranku.
Emosiku sedikit memuncak. Pandanganku tidak tentu arah. Aku sedang bersama Rendy, namun dalam fikiranku hanya nama Rohman yang ada.
Aku sangat muak dengan diriku sendiri. Kenapa aku tidak bisa mencintai Rendy seperti dia mencintaiku. Ragaku memang untuknya, namun hatiku terisi nama seseorang.
Saat kami menyudahi aktifitas panas pagi ini, Rendy menatapku dengan sinis. Aku sedikit takut denga tatapan matanya. Seolah dia sedang marah denganku. Mungkinkah dia bisa membaca fikiranku.
Aku tidak berani menatapnya. Dan aku hanya mampu diam dan memalingkan wajah darinya. Aku benar benar takut sekali saat ini. Aku tidak ingin sesuatu terjadi.
"Lis, apa kamu sedang memikirkan sesuatu?"
Ingin aku jawab pertanyaannya. Namun bibir ini sangat gugup untuk menjawabnya. Aku hanya diam tanpa suara sepatah katapun.
"Aku tahu apa yang ada dalam fikiranmu Lissa. Maaf, aku tidak ada maksud untuk memaksamu. Tapi inilah aku, yang sudah terlanjur cinta kepadamu. Maafkab aku, Lissa."
"Tidak apa apa, mas. Aku yang harusnya minta maaf. Aku tidak maksud untuk menyakiti hatimu."
Rendy mencium keningku dan membelai rambutku. Dia tersenyum padaku. Akupun membalas senyumnya.
Kami sama sama terdiam sejenak untuk mengatur nafas. Mataku seakan ingin terpejam, karena rasa lelah. Rendy mulai bersuara untuk memecah keheningan.
"Lis, kenapa kamu tidak melawan seperti pertama aku melakukannya?"
"Aku tidak mau jika kamu kasar, mas. Aku lebih baik diam."
"Maaf, aku sudah melakukannya lagi denganmu. Terimakasih sayang, asal kamu tahu aku tidak akan melakukannya jika aku tidak menyukainya. Aku mencintaimu Lissa."
Dia kembali mengecup keningku dengan mesra. Aku hanya mampu membalas dengan senyuman.
"Mas, apa kamu benar benar tulus akan bertanggung jawab atas semua yang sudah kamu lakukan sama aku?"
"Apa kamu meragukan aku, sayang?"
"Entahlah mas, aku juga tidak mengerti dengan perasaanku."
"Sudahlah, tidak perlu khawatir. Buang jauh jauh rasa khawatirmu itu. Sejak awal aku sudah bilang jika aku ingin serius sama kamu. Kapan kamu siap aku nikahi, sayang. Aku tidak ingin berlama lama."
"Aku ngikut kamu saja, mas. Bagaimana baiknya."
"Baik sayang, aku akan sampaikkan berita baik ini pada ibu dan bapak. Aku juga janji akan mempersiapkan semuanya."
"Iya, mas."
"Kapan kamu akan pulang kampung?"
"Mungkin besok Minggu, mas. Tapi belum pasti juga, aku libur hari apa."
"Ya sudah, jika kamu berniat pulang kasih kabar ke aku. Biar aku antar kamu dan bertemu keluargamu."
"Kamu serius mau ketemu keluargaku, mas?"
"Ya harus dong."
"Iya, mas. Secepatnya aku kasih kabar."
Rendy memeluk tubuhku dan kembali mendaratkan kecupan hangat di keningku. Aku tersenyum manja dengannya.
"Aku sangat mencintaimu, sayang. Aku harap kamu juga begitu."
"Sudah siang, mas. Nanti kamu bisa terlambat kerja. Sudah dulu, mas. Lagian aku juga capek banget."
"Kamu baru segitu saja sudah bilang capek. Gimana nanti kalau sudah jadi istriku. Bakal aku buat kamu nggak bisa bangun." Senyum Rendy mengejek aku. Akupun reflek mencubit hidung Rendy.
Rendy segera bangkit dari tempat tidur. Dia menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Sementara aku sibuk dengan ponselku.
Setelah mandi, Rendy mengenakan pakaiannya kembali. Dia menghampiriku dan membelai rambutku.
"Ingat sayang, kamu hanya milikku. Tidak ada orang lain yang bisa menyentuhmu."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments