Eps. 14
Astaga, siapa yang sakit. Dan tangan siapa yang digenggam. Detak jantungku sangat tidak beraturan. Tubuhku terasa panas dingin. Entah mengapa hatiku seperti terbakar cemburu.
Aku segera memberi tahu Andry mengenai postingan Rohman. Siapa tahu Andry bisa bantu aku. Secara rumah dia lumayan dekat dengannya.
"Ndry, lihat deh ini. Postingan Rohman kok seperti ini. Apa dia sakit, ya."
"Coba lihat sini."
Andry melihat dengan seksama ponsel aku. Dia amati dengan cara serius. Ponselku pun diputar putar.
"Cha, ini kalau aku lihat yang ngambil gambar bukah Rohman. Lihat deh ini, tangan yang diinfus seperti tangan cowok. Sedangkan yang pegang tangannya ini cewek. Ada kemungkinan ini yang sakit si Rohman. Tapi nggak tahu juga sih aku."
"Ndry, tolong dong kamu cari info. Aku cuma pengan tahu aja kabar dia."
"Ehm, ngebet banget pengen tahu kabar Rohman. Kalau gini mah fix kamu demen sama dia."
"Udah deh nggak usah ngeledek gitu. Mau bantuin nggak, sih."
"Iya iya, punya temen bawel bener nih. Aku pacarin biar tahu rasa kamu."
Seketika aku menjambak rambut Andry. Itulah yang aku suka dari dia. Selain kocak, dia juga sangat usil. Selalu tertawa jika ada sama dia.
Saat kami tengah asik tertawa, seseoarng mengagerkanku dari belakang. Suaranya aku sangat kenal sekali. Dia tak lain adalah Rere. Sahabatku yang dari kemarin nggak ada kabar dan nggak masuk kerja.
"Woi, lagi pada asik ngomongin apa sih sampai segitunya?"
"Ini nih, teman kamu jahat banget."
"Aku bantuin hajar boleh nggak kira kira."
"Boleh, dengan senang hati."
Kita bertiga tertawa lepas. Mereka berdua adalah teman dekatku. Selalu ada setiap saat pas aku lagi butuh.
"Oh iya, Cha. Kamu nggak jenguk itu gebetan kamu yang katanya duda itu?"
"Rohman maksud kamu?"
"Entahlah, Rohman Rohim atau siapa aku nggak tahu namanya."
"Emang kenapa. Aku malah nggak tahu apa apa sih soal dia. Soalnya udah lost kontak juga.
"Hah, seriusan kamu. Kamu beneran nggak tahu kabar dia sekarang?"
"Gimana mau tahu kabarnya, orang nomor aku udah diblock sama dia."
"Kok aneh sih."
"Entahlah, aku juga nggak ngerti."
"Dia itu lusa kecelakaan lho, Cha. Denger denger sih tabrak lari. Tapi nggak tahu juga sih gimana ceritanya. Yang pasti dia sekarang ada di RSU. Kamu nggak mau jengukin dia gitu, Cha?"
"Kayaknya enggak, Re."
"Kenapa, Cha?"
"Ya iya lah dia nggak bakal jengukin. Diakan habis dilabrak sama pacarnya yang semok itu. Mana berani dia ke sana."
"Si Chika maksudnya?"
"Siapa lagi?"
"Bukannya mereka itu udah nggak ada hubungan apa apa lagi ya. Bahkan dulu pernah mau tunangan atau menikah tapi batal. Tapi aku nggak tahu juga, sih. Soalnya nggak terlalu deket sama si Chika walaupun satu komplek."
"Untung tadi siang aku lewat depan kost. Kalau nggak, tuh anak udah dihajar sama si nenek lampir Chika."
"Serius kamu, Ndry?"
"Serius lah, buat apa juga aku bohong. Tuh anak memang kurangajar banget."
"Trus kamu nggak kenapa kenapa kah, Cha?"
"Nggak apa apa, kok. Tenang aja."
"Trus, kamu beneran nggak ada niatan buat jenguk dia?"
"Nggak Re. Aku udah nggak peduli."
"Kayaknya ini ada yang aneh."
"Udah lah Re, biarin aja. Udah ada Rendy ini. Aku udah nggak perduli lagi kok sama Rohman."
Kami bertiga tertawa lepas. Walaupun hati sedikit gelisah mendengar kabar Rohman. Tapi aku berusaha menutupinya. Aku seolah sudah tidak perduli lagi dengannya. Padahal hati ini sedikit ada rasa rindu ingin bertemu.
Tatapannya, senyumannya tidak akan pernah bisa aku lupakan. Dia baik menurut aku. Tapi aku tidak tahu pasti apa yang sebenarnya terjadi.
Jam sudah menunjukkan waktu tepat pukul satu siang. Dan kami bertiga bergegas untuk masuk ke dalam Resto. Kami mulai bekerja sesuai bagian kita masing masing.
*********
Jam istirahat tiba. Aku ke luar Resto untuk mencari camilan. Aku pergi bersama Rere dan Andry. Kami bertiga berjalan menuju masjid di sebrang jalan. Di situ ada beberapa penjual cilok, ice cream, siomay, dan lain sebagainya.
Kami bertiga membeli siomay dan air mineral. Lalu kami menikmatinya di depan masjid sambil menunggu adzan magrib. Karena jam istirahat kami ambil jam lima sore.
"Oh iya, Cha. Ngomong ngomong cowok yang lagi deket sama kamu siapa namanya? Aku lupa."
"Rendy maksudnya."
"Iya, itu. Dia orang mana dan kerjanya apa?"
"Aku lupa nanya nama kampungnya apa. Tapi aku hafal jalannya. Nggak jauh kok dari sini. Katanya sih, dia HRD di pabrik plastik."
"Oh, HRD. Lumayan juga, sih."
"Lumayan apanya coba?"
"Itu, gajinya."
"Kirain apanya, Re."
"Kapan kapan kenalin sama kita kita lah."
"Lha kan kamu emang udah kenal. Kan kita ketemu di Mall waktu itu aku nggak sengaja nabrak dia. Trus kan jadi deket sampai sekarang ini."
"Iya, maksud aku kita sekali sekali makan bareng kek, biar lebih deket lagi gitu maksudnya."
"Iya, nextime pasti aku kenalin sama kalian. Biar nggak bawel."
"Cha, kamu yakin sama Rendy?"
"Nggak tahu juga sih, Re. Tapi dia itu terlalu berlebih dan terlalu baik menurut aku. Kemarin pas aku diajak ke rumahnya, orang tuanya mikir kalau aku pacarnya Rendy. Padahal kita sama sekali belum pacaran. Trus bapaknya nyuruh aku sama Rendy cepet nikah aja, takut nanti kami kelewatan katanya. Mana ibunya baik banget lagi."
"Trus kamu jawab apa sama bapak ibunya?"
"Pas aku mau jelasih kalau aku nggak pacaran, tiba tiba Rendy memotong omonganku. Dia bilang sama bapaknya kalau aku belum siap menikah. Ya udah aku hanya bisa diem aja. Aku juga nggak tahu maksud Rendy apa."
"Kamu suka sama dia?"
"Iya aku memang suka."
"Ya udah jalanin aja dulu."
"Dia kemarin juga nomong sama aku, kalau mau serius."
"Udah lah, Cha. Yang pasti ada aja. Nggak usah mengharap yang tidak pasti."
"Nggak gitu juga kali. Aku kan belum mengenla dia lebih jauh. Belum kenal karakter dia dan keluarganya itu seperti apa. Aku kan harus seleksi dulu dalam menjalaninya. Nggak bisa asal."
"Iya juga, ya. Ya udah yang terbaik buat kamu aja, deh. Mudah mudahan dia pilihan yang tepat buat kamu."
"Iya, amin."
Aku menyenggol lengan Rere, seakan memberikan kode sambil melirik Andry. Dia dari tadi sibuk dengan ponselnya. Dan lagaknya sangat serius sekali. Entah apa yang sedang dia amati.
"Sibuk bener kamu, Ndry."
"Iya, nih. Aku udah dapat info soal Rohman.
"Rohman kenapa?"
Seketika aku panik mendengar Andry menyebutkan nama Rohman. Andry dan Rere saling pandang tertawa melihat tingkahku. Aku jadi sedikit malu karena tingkahku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments