Eps. 13
"Makasih ya, kamu udah nolongin aku."
"Iya, sama sama. Sifat dia tuh emang keterlaluan. Nggak berubah dari dulu."
"Dari dulu kamu bilang? Kok seakan kamu tahu persis soal dia, Ndry?"
"Iya, Lis. Jujur aja, Chika itu dulu mantanku."
"Oh, pantes aja. Kamu tau banget soal dia."
"Iya, Lis. Dulu aku pacaran sama dia lumayan lama. Mungkin sekitar dua tahun. Niatnya aku mau serius ajakin dia nikah. Ternyata dia malah selingkuh sama Rohman. Bahkan aku liat dengan mata kepalaku sendiri dia pelukan di teras rumahnya. Waktu aku mau nganterin dompet dia yang ketinggalan, malah lihat pemandangan nggak mengenakkan. Ya udah, aku samperin mereka. Aku ngomong baik baik. Maunya apa. Dia malah marah marah nggak jelas. Ngata ngatain aku, menghina aku semaunya.
"Astaga, Ndry. Ternyata seperti itu ceritanya."
"Iya Lis, dan akhirnya kita putus. Padahal niatnya bulan depan aku mau melamar dia. Tapi mungkin belum jodoh."
"Kamu harusnya bersyukur, karena kamu tahu sifat aslinya sebelum kamu nikahin. Coba kalau udah nikah baru ketahuan, makin rumit kan urusannya."
"Iya Lis, lagian aku juga udah lupain kok. Makanya kemarin aku pesen sama kamu supaya hati hati. Takut ada kejadian yang tidak mengenakkan terjadi."
"Iya, Ndry. Aku makasih banget lho. Oh iya, kok kamu lewat sini mau ke mana emang?"
"Tadi habis anterin ibu ku, kebetulan lewat sini dan lihat kamu. Aku berhenti deh. Hehe."
"Ehm gitu, masuk dulu yuk. Kita makan bareng."
"Makasih, Lis. Aku langsung pulang saja. Lagian bentar lagi kan berangkat kerja. Aku belum mandi juga."
"Hehe, iya deh. Hati hati naik motornya."
"Iya, bawel. Nanti aku jemput, ya."
"Siap, bos."
Aku segera masuk ke kamar kost. Ku buka makanan yang aku pesan tadi dan segera aku makan. Rasanya masih seperti biasanya. Ayam geprek dan ice boba langganan aku memang enak.
Ponselku berdering, tanda panggilan ada panggilan masuk. Aku sengaja tidak mengangkatnya, karena sedang makan. Kubiarkan ponselku terus berdering.
Aku buru buru menghabiskan makananku. Setelah itu aku mencuci tangan, lalu mengambil ponsel. Ku buka aplikasi whatsap, ternyata dari Rendy.
Aku mencoba menghubungi kembali. Takutnya nanti ada yang penting. Tersambung, namun tidak kunjung diangkat. Ku letakkan kembali ponselku.
Sebuah pesan masuk. Ku buka aplikasi whatsap, dan ternyata pesan dari Rendy. Ku baca, dan segera aku balas pesan darinya.
[Kenapa tidak diangkat teleponku, Lis? Kamu lagi apa, sih?]
[Maaf, aku tadi lagi makan. Memang sengaja nggak aku angkat. Soalnya tanganku kotor.]
[Ehm, bikin panik saja kamu.]
[Maaf, mas.]
[Ya udah, kamu lagi apa sekarang?]
[Lagi siap siap, kan sebentar lagi berangkat kerja.]
[Naik apa?]
[Nanti bareng temen, aku tiap hari ada temen lewat sini. Kebetulan satu arah.]
[Laki laki apa perempuan teman kamu?]
[Nggak pasti, kadang yang jemput laki laki kadang perempuan. Tergantung siapa yang datang dulu.]
[Oh, ya udah.]
[Kamu sudah makan siang, mas?]
[Belum, sebentar lagi sayang.]
[Ya sudah, nanti jangan lupa makan. Biar ada tenaga buat kerja.]
[Pasti sayang. Kamu hati hati, ya.]
[Iya, mas.]
[Miss you.]
Tak ku balas lagi pesan dari Rendy. Aku segera bersiap siap untuk berangkat kerja. Karena jam sudah menunjukkan pukul setengah satu siang.
Aku segera berganti pakaian batik seragam khas di Resto tempatku bekerja. Tak lupa ku kenakan jilbab phasmina hitam, yang warnanya netral.
Tak berselang lama ponselku berbunyi. Pertanda ada panggilan masuk. Ku perhatikan layar ponsel tertuliskan nama Andry. Segera aku angkat panggilan darinya.
[Hallo, Ndry]
[Buruan, woy. Aku sudah di depan kost kamu.]
[Sabar napa. Bentar nih aku kunci pintu dulu.]
Aku terburu buru jalan ke luar untuk menghampiri Rendy. Sampai di depan dia cengar cengir seperti orang nggak punya dosa.
"Apanya yang lucu. Nggak usah ketawa seperti itu napa, sih."
"Nggak ada. Cuma lucu aja liat kamu lari lari kayak dikejar anjing."
"Lah kan kamu yang nyuruh cepet."
"Mau aja dikerjain, hahahahah."
Andry tertawa lepas. Sebenarnya aku sedikit kesal dengan temanku yang satu ini. Tapi karena tingkahnya yang humor membuatku ikut tertawa.
Aku segera naik ke motornya. Dan kendaraanpun melaju dengan kecepatan sedang. Mungkin hanya butuh waktu lima menit untuk sampai ke tempat kerja kami.
Sambil melaju kami sambil mengobrol. Topik yang kita bicarakan tidak lain adalah Rohman dan Chika. Karena aku juga masih sangat penasaran dengan mereka berdua. Terutama Rohman yang hingga saat ini nggak ada kabar.
"Ndry, apa bener Rohman sama Chika itu mau tunangan sebentar lagi."
"Aku kurang tahu juga, Cha. Tapi karena kamu tanya coba aku cari info mereka berdua."
"Nggak usah, Ndry. Aku kan cuma tanya aja."
"Nggak apa apa, Cha Santai aja. Aku tahu kok, sebenarnya kamu ada rada kan sama Rohman?"
"Nggak gitu juga kali, aku cuma heran saja. Sampai sekarang nomor Rohman nggak aktif. Bahkan nomor whatsap aku diblokir sama dia. Aku cuma bingung, apa aku ada salah sama dia. Itu saja sih sebenernya yang pengan aku tahu."
"Kenapa kamu nggak datang langsung saja ke rumanhnya."
"Itu dia, dulu aku sempat diajak main ke rumahnya. Tapi aku menolak, karena ada acara."
"Tenang aja, Cha. Aku bakal siap bantuin kamu."
"Malah jadi ngerepotin gini sih, Ndry."
"Biasa saja lah, Cha. Kayak sama siapa saja kamu ini. Tapi beneran kamu nggak ada rasa sama Rohman?"
"Aku nggak tahu juga, Ndry. Masih bingung sama perasaanku. Disaat ada seseorang yang bener bener ada, aku malah kepikiran sama Rohman. Bahkan orang yang ada saat ini bener bener baik. Bahkan orang yang aku fikirkan malah tidak ada kabar hingga saat ini."
"Rohman itu sebenarnya baik. Hanya saja hidup dia kurang beruntung. Dulu pernah menikah, tapi rumah tangga dia berantakan karena istrinya selingkuh. Trus dengar kabar lagi dia pacaran sama chika, tapi hanya diporotin duitnya saja. Diselingkuhin pula. Kan apes banget tuh."
"Oh, gitu ya ceritanya."
"Iya, seperti itulah."
"Tadi Chika juga bilang dia sama Rohman mau tunangan. Apa jangan jangan yang blokir nomorku si Chika, ya."
"Udahlah, nggak usah difikirin. Fokus saja sama yang ada saat ini."
"Iya, Ndry. Kamu bener juga."
Saking asyiknya mengobrol, tak terasa kami sudah sampai di Resto. Kami turun dan berjalan lewat pintu belakang. Tidak lupa kami absen sebelum masuk.
Ku perhatikan jam dinding, masih ada sisa waktu lima belas menit. Aku dan Andry duduk du teras sambil bermain ponsel masing masing. Ku buka aplikasi fb, dan aku terkejut saat melihat postingan Rohman. Sebuah tangan yang saling menggenggam dengan caption" Cepat sembuh ya, sayang."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments