Eps. 12
"Mas, apa maksudnya ini. Sudah aku bilang aku belum siap untuk hal ini."
"Sudah kamu nurut aja kenapa, sih. Aku hanya ingin memberimu cincin ini saja nggak ada maksud apa apa. Kemarin aku mengantar ibu ke toko perhiasan. Aku lihat cincin ini bagus dan sepertinya pas di jari kamu. Ya udah aku beli saja. Aku kasih cuma cuma, kok."
"Kamu serius nggak ada maksud apa apa?"
"iya, aku serius. Sini jari kamu kemarikan. Mudah mudahan cukup."
Kebetulan sekali cincin yang diberikan sangat pas di jariku. Cincin emas dengan mata berwarna ungu. Warna yang sangat indah sekali.
"Alhamdulillah, cukup. Ini rejeki buat kamu, tolong jangan ditolak."
"Iya, mas. Terimakasih."
Tak berselang lama bubur ayam yang kami pesan sudah datang. Kami segera menyantapnya. Karena Rendy juga akan pergi kerja. Dan waktu juga sudah mepet.
"Lis, aku ada pesan buat kamu."
"Apa mas?"
"Kalau kamu hamil, kamu harus siap menikah. Karena itu anak aku. Aku nggak mau terima alasan apapun."
Aku hanya bisa diam. Entah aku harus menjawab apa. Karena apa yang dikatakan Rendy memang benar. Jika aku hamil, Rendy adalah ayahnya. Karena memang aku melakukannya baru sekali, dan hanya dengannya.
"Kita lihat saja nanti kedepannya gimana, mas."
"Ya sudah, buruan di habiskan. Sudah siang, nanti aku terlambat masuk kantor."
"Iya, mas. Kamu kalau buru buru, aku bisa pulang sendiri kok. Lagian udah deket ini."
"Nggak bisa gitu. Kamu tanggung jawabku. Aku yang ajak kamu, aku juga harus anterin kamu sampai kost."
"Iya udah, mas."
Aku buru buru menghabiskan sarapanku. Setelah itu, aku segera pulang ke kost dengan diantar Rendy. Sepanjang perjalanan aku memeluk tubuh Rendy dengan erat.
Aku berfikir, apakah baiknya aku jalani dulu sama Rendy. Namun di sisi lain, aku terfikirkan sesuatu. Aku takut jika dia hanya main main saja. Aku bingung harus bagaimana.
Kendaraan yang kami kendarai sudah sampai di depan kost. Aku segera turun, dan hendak berterimakasih padanya.
"Makasih ya, mas."
"Kamu jaga diri ya, sayang. Kalau butuh apa apa jangan sungkan. Kamu sekarang udah jadi bagian dalam hidupku."
"Iya, mas. Kamu hati hati di jalan, ya."
"Aku sayang kamu."
Rendy melajukan kendaraan, sambil melambaikan tangan. Aku tersenyum mendengar ucapan Rendy. Apakah mungkin lebih baik aku harus menerima dia. Kulihat sepertinya benar benar tulus denganku.
Aku segera masuk ke dalam kost. Ku rebahkan diri ini di atas kasur. Ku rasakan pegal di seluruh tubuhku.
Dosa besar sudah aku lakukan. Kini tubuhku sudah kotor karena suatu hal. Menyesal? Pastilah ada kata menyesal dalam diriku. Mungkin jika aku menolak untuk menginap di rumah Rendy, hal ini tidak akan terjadi.
Sudahlah, tidak ada yang perlu aku sesali. Semua sudah terjadi. Dan biarlah semua berlalu. Hanya aku dan Rendy yang tahu semua ini.
Saat aku akan memejamkan mata, sebuah panggilan masuk. Segera aku ambil ponsel dan ku geser layar ponsel untuk mengangkat telepon. Nomor tidak dikenal.
Sebenarnya aku malas menanggapi nomor yidak dikenal. Apalagi tanpa foto profile. Dengan malas segera aku angkat.
"Hallo, assalamualaikum."
"..."
"Hallo, maaf ini siapa? Dan ada perlu apa?
"...."
"Maaf, saya tidak waktu untuk menanggapi orang iseng."
Karena kesal segera ku tutup sambungan telepon tersebut. Aku heran, nomor siapa ini. Apakah nomor Rohman? Sepertinya tidak mungkin. Aku tidak terlalu memikirkannya. Segera aku blokir nomor tersebut. Ku stel alarm lalu aku memejamkan mata.
********
Alarm pada ponselku sudah berbunyi. Walaupun masih dua jam lagi aku berangkat kerja, aku sudah bangkit dari tidurku. Alhamdulillah badanku sudah mendingan.
Karena perut sudah terasa lapar, aku memesan makanan melalui aplikasi. Seperti biasa, aku memesan makanan favorit. Yaitu ayam geprek dan ice boba. Setelah itu aku bergegas ke kamar mandi. Meskipun tadi pagi aku sudah mandi di rumah Rendy, tapi aku tetap mandi lagi.
Ku siram tubuhku dari ujung kepala sampai ujung kaki. Rasanya sangat segar sekali mandi di siang bolong seperti ini. Tubuhku terasa fresh sekali.
Usai mandi aku segera mengenakan pakaianku. Ku keringkan rambutku yang basah dengan menggunakan hair dreyer.
Sebuah pesan masuk, dan ku buka aplikasi whatsap. Ternyata pesan dari ojol yang mengantarkan pesananku sudah sampai di depan kost. Aku bergegas keluar untuk menemuinya.
"Mas, pesanan atas nama Lissa ?"
"Iya betul mbak."
"Berapa totalnya."
"Tiga puluh lima ribu, mbak."
"Baik, ini uangnya. Terimakasih banyak ya, mas."
"Baik mbak, permisi."
"Iya, mari."
Saat aku akan masuk, seorang perempuan turun dari motor matik dan memanggilku. Aku tertegun memandangnya. Saat dia melepas helm, dan menghampiriku. Aku baru ingat, jika dia adalah perempuan yang bersama Rohman ketika di taman.
Aku sedikut heran dengan kedatangannya. Entah apa maksud kedatangan dia kemari. Tatapan dia sangat tajam seolah ingin menghajarku. Namun aku berusaha tetap tenang, karena aku tidak pernah merasa ada masalah sama dia.
Perempuan itu sudah berdiri di hadapanku. Dia memandangku dari ujung kaki hingga ujung kepala. Perasaanku sudah mulai tidak enak.
"Kamu ceweknya Rohman yang dulu ketemu di taman itu, kan."
"Baguslah kalau kamu masih ingat."
Jawaban perempuan ini sangat sinis. Aku sedikit terpancing emosi. Ingin aku berkata kasar, namun malu jika dilihat orang.
"Heh, jika kamu sudah tahu Rohman itu pacarku. Kenapa kamu mengganggunya."
"Maaf, mengganggu dalam hal apa ya?" Saya tidak pernah mengganggu. Bisa tolong dijelaskan."
"Apa dengan kamu mengirimkan pesan dengan kata rindu kemarin itu bukan mengganggu namanya? Jadi cewek jangan sok kegatelan, deh. Dasar cewek kampung. Aku sebentar lagi mau tunangan sama dia, jadi tolong kamu jauh jauh darinya."
"Saya kan hanya tanya kabar, karena khawatir dia ada apa apa. Karena sudah lama dia nggak ada kabar. Emang salahnya dimana? Satu hal lagi, tolong dijaga mulutnya mbak. Kalau ngomong sama orang itu yang sopan. Datang marah marah, seperti tidak punya atitute."
Sepertinya dia mulai terpancing emosi. Saat dia akan menamparku, sebuah tangan menahannya. Aku terkejut seketika, saat tahu orang yang menolongku. Dia adalah Andry, teman kerjaku.
"Kamu jangan sembarangan mukul orang. Bisa masuk penjara."
"Apa sih kamu, nggak usah ikut campur. Pergi sana!"
"Kamu yang harusnya pergi dari sini. Datang ke tempat orang bikin ribut. Mau aku panggilin orang sini, biar dihajar sekalian kamu. Sifat kamu dari dulu tuh nggak pernah berubah. Kasar dan keras kepala. Kamu harusnya sadar diri dan harus bisa mikir. Semua masalah kan bisa diselesaikan baik baik."
"Banyak omong kamu. Dasar miskin."
Perempuan itu pergi dari hadapanku. Aku berfikir sejenak ketika mendengar ucapan Andry. Sepertinya dia sangat mengenal dekat perempuan itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Maya Sari
tul kan mang gk seharusnya Lisa bilang rindu k Rohman yg bukan siap2 nya,
2022-09-02
2