Eps. 10
Aku tak mampu lagi berkata. Saat ini posisiku dalam ketakutan yang sangat amat hebat. Aku ingin berteriak, namun aku fikir itu semua juga percuma. Karena derasnya hujan yang bergemuruh mungkin penghuni rumah yang tidak akan mendengar.
Aku berusaha berontak dan memukul mukul punggung Rendy. Namun usahaku tetap sia sia. Justru dia semakin liar. Aku hampir mati dibuatnya karena susah untuk bernafas.
"M.. mas, sudah hentikan. Tolong Jangan lakukan ini. Aku mohon, mas.!"
Malam ini menjadi malam bersejarah yang tidak akan pernah aku lupakan. Di mana aku sudah kehilangan kesucianku yang telah direnggut oleh orang yang baru saja aku kenal.
Aku tak kuasa untuk menahan air mata. Aku terdiam dalam tangis. Aku tidak menyangka jika Rendy tega melakukan hal ini padaku.
Aku merasa hina dan kotor untuk saat ini. Aku hanya mampu menangis meratapi nasib buruk yang menimpaku. Aku tidak tahu lagi harus bagaimana. Aku takut hamil di luar nikah, dan aku juga takut Rendy tidak mau bertanggung jawab atas apa yang dia lakukan padaku.
Hidupku terasa hancur sekali. Ingin aku sesali, namun semua sudah terjadi. Dan aku harus menerima kenyataan pahit tentang semua ini.
Aku terasa sangat lelah, hingga akhirnya aku tertidur. Aku berharap ini semua adalah mimpi yang akan hilang ketika aku membuka mata dipagi hari.
********
Sorot sinar matahari masuk melalui celah kaca. Kubuka mata perlahan. Kurasakan pegal di sekujur tubuhku. Dan aku juga merasakan ngilu di bagian vital.
Aku berusaha bangkit dari tempat tidur. Ku lihat di samping, Rendy sudah tidak ada. Aku tak begitu memperdulikannya. Aku memungut satu persatu pakaian dan segera aku kenakan.
Ku rapikan tempat tidur yang sangat amat berantakan. Ku lipat selimut dan ku rapikan seprai. Namun mataku tertuju pada sesuatu di seprai. Sebuah noda berwarna merah, yang tak lain adalah darahku.
Ku sisir rambutku yang acak acakan. Tak terasa air mata ini mengalir begitu saja. Aku menghembuskan nafas panjang. Semua ini sudah terjadi. Aku harus menerima takdir, jika aku sekarang sudah tidak suci lagi.
Saat tengah melamun, Rendy tiba tiba masuk dan menghampiriku. Dia memelukku dari belakang dan mencium rambutku. Rasanya aku ingin marah, namun aku tahan. Karena semua itu juga percuma saja.
"Mas, kamu udah ngelakuin itu ke aku. Apa kamu sadar perbuatan yang kamu lakukan semalam?"
"Aku sadar kok. Dan aku tau apa yang harus aku lakukan. Aku bakal tanggung jawab."
"Harusnya kamu jangan ngelakuin itu, mas."
"Aku laki laki normal. Kalaupun kamu hamil aku akan nikahin kamu. Dari awal aku kan sudah bilang, aku serius sama kamu."
"Entahlah, mas. Aku bingung sekarang."
"Kenapa bingung, sayang. Sekarang kamu mandi dulu mumpung bapak dan ibu masih di pasar. Habis mandi segera pakai jilbabmu."
Aku menuruti apa kata Rendy. Segera aku menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Suasana rumah memang sedang sepi. Karena orang tua Rendy sedang pergi ke pasar. Dan adiknya, entah di mana aku belum melihatnya.
Usai mandi aku kembali ke kamar. Aku duduk dengan berdua dengan Rendy. Dia membelai rambutku lalu mengecup keningku.
"Aku ingin kita menikah secepatnya."
"Mas, sudah aku bilang aku belum siap untuk itu. Ini terlalu cepat."
"Jika kamu belum siap untuk menikah, kita bisa tunangan dulu kan sebagai tanda ikatan."
"Nanti aku fikirkan lagi, sekarang aku mau pulang dulu."
"Nanti, nunggu bapak sama ibu balik dulu."
"Kamu kenapa sih mas, kok jadi agak kasar seperti ini. Aku ada salah apa sama kamu?"
"Tidak ada yang salah sama kamu. Hanya saja yang salah itu fikiranmu."
"Kenapa sih, mas. ngomong aja kalau ada apa apa sama aku. Sumpah, kamu itu kasar banget dari semalam. Seperti bukan Rendy yang aku kenal pas pertama bertemu."
"Fikiranmu yang selalu memikirkan laki laki yang belum ada kejelasan dan kepastian itu. Padahal di sini sudah ada yang jelas jelas mengharapkanmu. Tapi kamu nggak pernah ngerti."
"Rohman maksud kamu?"
"Siapa lagi jika bukan dia."
"Apa aku salah jika sedikit memikirkannya. Aku hanya khawatir jika terjadi sesuatu sama dia."
"Terserah apa katamu."
Aku sedikit kesal dengan perlakuan Rendy. Untuk menghindari perselisihan, aku memutuskan untuk keluar dari kamar dan berniat untuk pulang.
"Aku mau pulang dulu, nggak masalah jika kamu tidak mau mengantarku. Aku bisa naik ojek." Rendy menarikku dan memelukku saat aku akan membuka pintu. Tak ku balas pelukan dia karena aku memang kesal dengannya.
"Maaf sayang, aku hanya terbawa emosi. Maafin aku."
"Sudahlah mas, ijinkan aku pulang."
"Baiklah, tunggu sebentar aku ambil jaket."
Saat aku dan Rendy akan sudah bersiap akan pergi, bapak dan ibunya pulang dari pasar. Akupun berpamitan dan mencium punggung tangan kedua orang tua Rendy. Mereka menyambutku dengan senyum ramah.
"Ibu bapak, Lissa pulang dulu ya."
"Kenapa buru buru, nak. Ibu udah beliin sarapan. Kita makan bareng dulu, yuk."
"Maaf bu, saya buru buru. Lain waktu pasti ke sini lagi. Terimakasih banyak ya bu, pak. Saya pamit dulu. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam, hati hati di jalan. Jangan kapok ke sini lagi ya, nak."
Aku tersenyum dan melambaikan tangan saat hendak pergi. Sungguh luar biasa orang tuanya Rendy. Dia sangat baik dan bisa menyambutku seperti anaknya sendiri.
"Rendy melajukan motornya dengan kecepatan sedang. Aku memeluk tubuh Rendy dengan erat. Dalam fikiranku masih dilanda rasa bingung. Apakah aku harus menerima Rendy. Namun di sisi lain, aku memang masih memikirkan Rohman.
Dalam otakku berfikir, jika antara Rendy dan Rohman ada sesuatu yang tidak aku ketahui. Mungkinkah mereka sudah saling kenal. Dan mungkinkah mereka ada suatu konflik yang belum terselesaikan. Karena terlihat jelas ketika mereka berdua bertemu, aku melihat gelagat aneh antara keduanya. Astaga, kenapa fikiranku jadi macam macam seperti ini.
Fikiranku buyar seketika saat Rendy menggenggam tanganku. Sungguh sangat hangat sekali.
Motor Rendy belok di sebuah kedai bubur ayam. Kami mampir untuk sarapan pagi. Karena memang kami tadi belum sempat makan.
Aku duduk berhadapan dengannya. Aku memperhatikan dia yang sedang bermain ponsel. Kulihat wajahnya yang sangat manis. Tubuhnya dengan perawakan kecil tapi tinggi. Aku tersenyum melihatnya.
"Kamu kenapa senyum senyum sendiri? Pasti kepikiran tadi malam, ya."
"Apa sih mas, nggak usah tanya yang aneh aneh kamu. Orang aku lagi liatin wajahmu yang imut itu, kok."
"Ehm, aku kira teringat sama yang semalam."
"Sudahlah mas, nggak usha bahan yang itu. Aku jadi nggak nafsu makan."
Rendy tersenyum dan menggenggam tanganku. Tiba tiba dia mengeluarkan sebuah cincin dari sakunya. Dan hendak memakaikannya pada jariku. Namun aku berusaha untuk menolak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments