Eps. 10
Usai makan aku membantu beberes piring kotor. Aku membawanya ke dapur. Saat akan aku cuci, ibunya Rendy malah memarahiku.
"Kamu mau ngapain? Sana kamu duduk di depan saja. Biar ibu yang beresin piring kotornya."
Rendy datang lalu mengajakku ke depan. Sambil ngobrol ngobrol kita sesekali bercanda. Dan pada akhirnya Rendy mengalihkan pembicaraan yang membuatku sedikit terkejut.
"Mas nama bapak, ibu sama adikmu siapa? Aku belum dikasih tahu."
"Bapak Agung Santoso, Ibu Rita Triyana, adik Arya Hadinata."
"Oh, iya. Sekarang udah tahu."
"Lis, ada sesuatu yang ingin aku bicarakan."
"Emangnya mau bicara apa, mas? Sepertinya serius sekali."
"Iya, ini memang serius."
"Ya udah, ngomong aja."
"Aku nyaman sama kamu."
"Trus?"
"Aku suka sama kamu, sayang sama kamu. Aku mau serius sama kamu."
Seketika aku melongo mendengar pernyataan Rendy. Aku sangat tidak menyangka secepat ini. Aku bingung harus bagaimana.
"Kamu nggak lagi bercanda kan, mas?"
"Aku serius. Kamu dengar sendiri tadi bapak sama ibu juga bilang apa. Kamu juga tau tadi perlakuan ibu bagaimana. Itu tandanya mereka suka sama kamu."
"Tapi maaf mas, ini terlalu cepat buat aku."
"Iya, aku ngerti. Aku juga pasti kasih kamu waktu buat berfikir, kok."
"Iya, mas. Maafin aku, ya. Aku masih belum siap dan bingung harus jawab apa."
"Iya. Tapi entah kapan aku pasti akan menagih jawaban."
Aku tak mampu lagi berkata. Aku hanya bisa mengangguk sambil tersenyum. Berharap ini adalah sebuah mimpi. Namun semua ini adalah nyata.
"Mas, udah malem. Aku mau pulang."
"Pamit dulu sama bapak ibu."
"Ayo anterin, aku malu."
"Sama mertua sendiri kenapa harus malu, sayang?"
Aku tersenyum mendengar penuturan Rendy. Sebenarnya aku juga sudah merasa nyaman dengannya. Namun hati ini masih tertahan untuk bersatu.
Dalam fikiranku masih terbayang nama Rohman. Dia sama sekali nggak ada kabar. Dan yang bikin aku penasaran, kenapa dia memblokir nomor whatsap ku. Sebuah pertanyaan besar.
Atau mungkinkah dia sudah menikah dengan perempuan yang kemarin. Atau mungkin ada apa apa dengan dia. Astaga, kenapa sebegitu khawatirnya aku dengannya.
Aku tersadar dari lamunan ketika Rendy menggoyahkan tubuhku. Aku sedikit terkejut.
"Lis, kamu kenapa diam saja. Kamu lagi mikirin apa, sih?"
"Eh, maaf mas. Aku melamun."
"Aku dari tadi panggil kamu, tapi kamu malah diem aja. Kamu mikirin siapa? Pasti cowok itu, ya."
"Astaga, maaf mas."
"Sudahlah, nggak perlu minta maaf. Ayo kamu jadi pulang nggak?" Aku antar ketemu ibu bapak dulu."
"Iya, mas aku jadi pulang sekarang."
Saat aku akan beranjak dari tempat duduk, tiba tiba hujan turun dengan derasnya. Seolah menghalangi aku untuk pulang. Petirpun menyambar sangat kencang. Sehingga membuat aku reflek memeluk Rendy.
Tubuhnya sangat hangat. Aroma parfumnya juga sangat khas. Aku tersadar lalu melepas pelukannya.
"Maaf mas, aku nggak sengaja."
"Nggak apa apa. Hujannya deres banget, apa kamu tetap mau nekat pulang?"
"Jangan pulang dulu. Biarkan hujan reda." (Sahut ibu Rita yang tiba tiba muncul)
"Tapi bu, ini sudah malam."
"Nginep di sini aja dulu, hujannya deres banget itu. Nanti kalau ada apa apa di jalan gimana?"
"Kamu dengar kan, ibu bilang apa. Udah nurut aja kamu nggak usah bandel."
Aku merasa terpojokkan hingga akhirnya aku hanya mengiyakan ucapan ibu Rita dan Rendy. Ini adalah malam pertama aku tidur di rumah cowok.
"Ya udah, tapi besok pagi aku langsung pulang ya."
"Iya, besok aku antar."
Aku kembali duduk di sofa sambil memainkan ponsel. Ku buka aplikasi whatsap, dan kembali ku lihat nomor Rohman. Ternyata sampai sekarang belum ada pesan darinya.
Aku mencoba membuka aplikasi fb, masih berteman tetapi tidak aktif. Ku hembuskan nafas dengan kasar.
Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Namun mataku masih terjaga karena belum mengantuk.
"Lis, udah malem. Ayo tidur, katanya besok pagi mau pulang."
"Aku tidur di mana, sama siapa mas?"
"Sama aku, lah."
Aku melongo mendengar jawaban darinya. Nggak mungkinlah aku sekamar dengan Rendy. Dalam hatiku merasa takut, karena suatu hal.
"Kamu jangan bercanda, mas."
"Kamar ini cuma ada tiga. empat yang satu gudang. Kamu mau tidur di gudang. Apa mau tidur sama adik atau orang tuaku. Pilih aja salah satu."
"Tapi, mas."
"Nggak usah tapi tapian, udah malem ayo tidur. Bapak, ibu sama Arya juga udah pada tidur. Apa kamu mau begadang?"
"Aku mau ke kamar mandi dulu."
"Ya udah sana, kamarku yang ini. Nanti jangan lupa matiin lampunya. Aku masuk dulu."
"Iya, mas."
Aku berjalan sambil berfikir. Bagaimana bisa aku harus tidur satu kamar dengan laki laki yang belum lama aku kenal. Walaupun aku sudah tau siapa dia dan keluarganya, namun hati ini masih was was. Takut akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
Usai dari kamar mandi, aku langsung saja masuk ke kamar Rendy. Aku sedikit canggung dan malu. Ternyata Rendy sudah menungguku dari tadi. Dia tersenyum menyambutku. Akupun membalas senyumnya.
Aku berjalan menghampiri Rendy. Aku duduk di sampingnya. Rendy merangkul pundakku dan hendak menciumku. Namun dengan cepat aku menahannya.
"Jangan, mas. Aku takut kamu kelewatan."
"Emangnya kenapa kalau kelewatan. Kalaupun aku ngelakuin sesuatu dan terjadi sesuatu sama kamu, aku bakalan tanggung jawab kok. Kan aku udah bilang, aku serius sama kamu."
"Plis, mas. Jangan ngelakuin apa apa kalau kamu sayang sama aku."
Rendypun tersenyum lalu dia bergegas keluar dari kamar. Aku berfikir kalau dia marah padaku. Setelah aku tunggu, diapun akhirnya kembali lagi. Ternyata dari kamar mandi.
Akupun merebahkan tubuh di atas kasur. Aku berusaha memejamkan mata, meskipun rasanya belum mengantuk.
Saat mata ini ku pejamkan, aku merasakan sesuatu berada di hadapanku. Ku buka mata perlahan, ternyata Rendy sudah ada di hadapanku.
Aku tersentak kaget. Ingin aku beranjak dari tidurku, namun Rendy menahanku agar tetap berada di posisi semula. Aku berusaha bangkit, namun tetep tidak bisa. Tenagaku tidak cukup kuat.
Rendy menatapku dengan tenang. Akupun tidak berani menatapnya, karena aku sudah merasa panik. Tubuhku bergetar hebat, jantung berdetak tak beraturan.
"Mas, kamu mau ngapain?"
"Aku nggak akan kasar kalau kamu nurut."
"Kamu mau apa, mas?"
"Aku tahu, kamu masih berharap sama cowok yang kemarin."
"Siapa yang kamu maksud, mas?"
"Rohman."
"Aku nggak ada hubungan apa apa sama dia, mas. Kita hanya teman."
"Kamu bisa saja bohong. Tapi tatapan matamu tidak bisa berbohong. Plis, ada aku di sini. Jangan berharap yang tidak pasti."
"Aku nggak ngerti maksud kamu apa, mas. Tolong lepasin, aku susah nafas mas."
Nada bicara Rendy datar, namun tatapannya sangat tajam. Seakan seperti harimau yang siap memakan mangsanya. Aku tidak mampu berbuat apa apa. Tubuhpun tidak mampu aku gerakkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments