Eps. 9
Satu minggu berlalu aku masuk kerja sift pagi. Dan hari ini adalah hari terakhir. Besok aku sudah masuk sift siang. kebetulan hari ini adalah hari sabtu.
Aku sudah ada janji dengan Rendy, kalau nanti malam akan diajak ke rumahnya. Satu minggu lamanya tidak bertemu dengannya, hati ini sedikit kangen. Ada rasa bahagia dan ada juga rasa grogi karena malu akan bertemu keluarganya.
Hari sudah semakin sore menjelang malam. Rendy akan menjemputku jam setengah tujuh. Dan aku masih ada waktu satu jam untuk bersantai sambil menunggu magrib tiba.
Tiba tiba dalam fikiranku teringat dengan Rohman. Sudah satu minggu ini dia sama sekali tidak mengirimkan pesan untukku. Dan sudah satu minggu ini aku juga tidak bertemu dengannya.
Mungkinkah dia sedang sibuk. Atau mungkin terjadi sesuatu padanya. Aku iseng mengirimkan pesan untukknya. Tidak ada maksud apa apa, hanya ingin memastikan jika dia baik baik saja.
"Mas, apa kabar. Semoga sehat selalu, ya. Aku di sini merindukanmu."
Tak berselang lama pesan yang aku kirim untuknya sudah centang biru. Itu artinya pesanku sudah di baca. Namun tiba tiba profile Rohman hilang. Dalam hatiku, apakah aku diblokir.
Aku mencoba mengirim pesan untuk kedua kalinya. Namun sayang, pesan tidak terkirim dan hanya centang satu. Dan dugaanku ternyata benar. Nomorku telah diblokir. Dalam hatiku berkata, ada apa ini. Apa aku berbuat salah hingga dia marah dengaku.
Tak ku hiraukan lagi tentang dirinya. Aku beranjak menuju kamar mandi untuk mengambil aur wudhu. Karena waktu magrib telah tiba, aku segera melaksanakan sholat magrib.
Usai sholat, aku menghias wajahku dengan swdijit makeup. Ku kenakan pakaian sesopan mungkin. Aku memakai celana panjang hitam tunik biru dan phasmina warna biru. Ku lihat diriku di cermin, sudah cukup sempurna.
Sebuah panggilan masuk dari Rendy. Aku bergegas untuk mengangkatnya.
"Hallo, mas."
"Lis, kamu sudah siap?"
"Udah, kok."
"Ya udah, tunggu sebentar. Aku segera ke sana."
"Iya mas, hati hati."
"Iya, sayang."
Sambungan telepon terputus. Aku masih memikirkan kata kata Rendy yang terkhir. Dia memanggilku dengan sebutan sayang. Walaupun dia hanya bercanda, entah mengapa aku sangat senang sekali.
Lima belas menit kemudian, pesan dari Rendy masuk. Dia bilang sudah sampai di depan kost. Akupun bergegas ke luar untuk menemuinya.
"Mas, aku malu ketemu sama bapak ibumu."
"Kenapa malu? Bapak ibuku baik kok. Kamu tenang aja, ya."
"Iya."
"Ya, udah. Kita berangkat sekarang aja, ya. Lebih cepat lebih baik. Biar bisa lama lama di rumah."
Rendy segera tancap gas. Entah aku tidak tahu ada acara apa di rumahnya. Sehingga mengajakku berkunjung ke rumah.
Tak berselang lama, kami sampai di sebuah perumahan elit. Dalam hatiku berkata, mungkinkah Rendy anak orang berada. Tapi biarlah, aku juga tidak terlalu peduli.
Motor berhenti di sebuah rumah bercat hijau. Kami turun dari motor dan hendak masuk ke dalam. Namun aku masih enggan untuk masuk.
"Ayo masuk, udah ditunggu ibu."
"Mas, aku malu."
Rendy berdiri di hadapanku. Dia memegang pundakku. Tubuhku reflek langsung bergetar hebat. Tatapannya sangat menusuk hati.
"Kamu nggak usah malu. Ibu dan bapakku orangnya baik kok. Kamu nurut aja sama aku."
Aku hanya menganggukkan kepala tanpa menjawab ucapan Rendy sepatah katapun. Yang bikin aku melongo, tiba tiba Rendy melayangkan sebuah kecupan hangat di keningku. Jantungku berdetak hebat, darahku seakan mengalir lebih cepat. Aku tidak mengerti apa maksud dari semua ini.
"Aku sayang kamu."
Ucpan Rendy membuat wajahku memerah. Aku malu tapi dalam hati sangat bahagia. Tadinya aku tidak begitu tertarik dengannya, namun semakin ke sini perasaanku sangat berbeda.
"Ayo masuk. Udah di tunggu dari tadi."
"Iya, mas."
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam. (Jawab orang tua Rendy)
Aku segera menyalami ke dua orang tua Rendy. Mereka tersenyum ramah menyambutku. Seorang lelaki muncul lalu menyalamiku. Dia adalah adiknya Rendy. Sungguh sebuah penghormatan bagiku. Bisa di sambut sangat ramah di keluarga Rendy.
Kami duduk di ruang tamu. Orang tua Rendy menatapku dengan senyum yang sangat ramah. Cara bicaranyapun juga sangat halus.
"Lissa asalnya dari mana, nak?" ( Tanya ibunya Rendy)
"Dari Salatiga, bu."
"Oh, Salatiga. Lumayan deket, ya. Kita asli dari Solo, nak. pindah ke sini juga baru beberapa tahun."
"Solonya mana, bu?"
"Surakarta, nak."!
"Oh, iya bu."
"Kamu kerja atau kuliah, nak?"
"Saya kerja di Resto YH, bu. Tapi saya kerja di situ juga belum lama. Awalnya cuma coba coba aja mengadu nasib di sini. Tapi alhamdulillah saya cocok."
"Apapun kerjaan kamu, disukuri saja. Selama masih halal ya nggak masalah."
"Kamu kenal Rendy udah lama, nak?"
"Belum lama, bu."
"Pesan bapak, jangan lama lama pacaran. Nanti kalian kelewatan. Lebih baik cepat menikah saja."
Tiba tiba bapaknya Rendy mengucapkan kalimat yang membuat aku shock. Dia menyuruhku untuk segera menikah. Bagaimana bisa menikah, jika kita ini hanya berteman.
Sontak aku melirik ke arah Rendy. Diapun tersenyum sambil mengedipkan mata. Apa maksud dari semua ini. Aku sungguh tidak mengerti.
"Iya, nak. Cepat menikah itu lebih baik."
"Maaf bu, pak. Sebenarnya kami ini tidak..."
Saat aku menjawab ucapan orang tuanya, Rendy dengan cepat memotong pembicaraanku. Seolah dia itu menutupi jika kita tidak pacaran dan hanya berteman.
"Bapak, ibu. Lisa itu belum siap menikah. Dia masih ingin menikmati masa masa mudanya. Masih ingin bekerja. Masih ingin bermain main dengan temannya. Jadi biarkan dia siap dulu. Jangan dipaksain."
"Ya sudah, nak. Kalau memang itu maunya. Bapak ibu tidak bisa memaksa. Itu hanya saran kami saja."
Mereka tersenyum kepadaku. Senyumnya sangat adem dan tulus. Tidak heran jika cara bicara Rendy sangat halus kepadaku. Ternyata tidak jauh beda dengan orang tuanya.
Perasaan yang tadinya grogi dan malu kini hilang seketika. Yang ada sekarang adalah perasaan bahagia.
"Ayo kita pindah ke ruang makan. Kita makan bareng bareng. Ibu udah masak banyak."
Kami beranjak menuju ke meja makan. Ada banyak hidangan di meja makan. Dalam hatiku berkata, aku seperti orang penting saja sampai disiapkan makanan sebanyak ini.
"Ayo, nak. Makan saja apa yang kamu suka. Jangan malu malu. Anggap saja kita ini keluarga."
"Iya, bu."
Dan yang bikin aku terharu, ibunya Rendy mengambilkan nasi untukku. Perlakuan yang sangat membuatku haru. Benar benar sudah dianggap seperti anaknya sendiri.
"Bu, biar saya ambil sendiri saja."
"Sudah kamu duduk aja. Kamu nurut aja susah banget, sih. ( Ucap Rendy membuatku kaget.)
"Nggak apa apa, nak. Ibu sudah biasa ngambilin nasi seperti ini setiap makan bersama. Jadi nggak usah sungkan."
Aku merasa tidak enak hati. Aku hanya bisa tersenyum bahagia. Mudah mudahan jika aku menikah kelak mendapat mertua yang baik seperti ibu dan bapaknya Rendy.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Maya Sari
jgn2 Rohman balikkan lg dgn mantan pacar nya, Lisa hrs nya klo kirim pesan k cowok aplg yg bukan pacar sendiri sebaiknya jgn memakai kata2 mesra seperti aku merindukan mu, seakan akan Rohman tuh cowok kamu klo aku jd Rohman pasti nganggap kamu tuh suka k Rohman n gk salah klo jd gr
2022-09-02
2