Eps. 4
Kami sudah berada di sebuah acara resepsi pernikahan. Acaranya cukup meriah dan sangat mewah. Pasangan pengantinnya juga sangat serasi. Cantik dan tampan sekali.
Aku duduk berdampingan dengan Rohman. Sambil menunggu acara hingga selesai, seperti biasa aku menyibukkan diri bermain ponsel.
Untuk menghilangkan rasa bosan dan ngantuk, aku membuka aplikasi yutube. Mungkin dengan menonton vidio rasa bosanku bisa hilang.
Ku buka vidio musik angklung Malioboro. Ku pasang earphone agar suara terdengar jelas. Ku putar vidio tersebut, sungguh indah musiknya.
Mataku fokus dengan pemain angklungnya. Manis ketika tersenyum, dengan ciri khas rambut jambul. Entah mengapa aku sangat tertarik dengannya.
Aku iseng memberikan komentar di akun yutube yang bernama Merindu. Hanya ingin tahu akun sosmed pemain angklung itu.
"Kakak yang main angklung manis banget. Boleh tahu nama akun sosmednya, kak?" Sambil ku beri emoj senyum dan love.
Ku tutup akun yutubeku, dan aku kembali fokus ke acara resepsi. Aku sedikit terkejut, dengan tiba tiba Rohman merangkul pundakku. Jantungku berdetak kencang, dan ada sedikit rasa grogi.
Aku pura pura bersikap biasa saja dan berusaha tidak menghiraukan. Aku kembali membuka layar ponsel untuk melihat jam. Ternyata sudah pukul setengah dua belas siang.
Hawa panas semakin menyerang tubuhku. Keringat mulai mengalir. Saat tengah fokus melihat ke arah pengantin, aku dikejutkan dengan getaran ponselku.
Terpampang nama Rendy di layar ponsel. Segera aku geser layar riject. Rohmanpun dengan sigap menegurku.
"Kenapa nggak kamu angkat aja, non. Mana tahu itu penting."
"nggak apa apa, mas. Nanti bisa aku telpon balik. Lagian kalau aku angkat juga nggak begitu kedengaran. Musiknya tuh kenceng banget."
Rohman tersenyum lalu mencubit pipiku. Darahku seakan mengalir lebih cepat dari ujung kaki ke ujung kepala. Detak jantung semakin tak beraturan.
Tuhan, persaan apa yang ada di dalam diriku. Aku nyaman ada di dekatnya. Tapi aku masih ragu untuk menjalaninya. Jika memang dia baik, persatukanlah kami.
Hingga di penghujung acarapun telah tiba. Rohman mengajakku untuk foto bersama pasangan pengantinnya yang tengah berbahagia. Akupun mengiyakan ajakannya.
Usai berfoto, pengantin mendoakan aku dan Rohman. Aku hanya bisa tersenyum. Karena sebenarnya kita hanya sebatas teman untuk saat ini.
"Wah, buruan nyusul bro. Pacar kamu cantik, nanti keburu diambil orang lho." ( Ejek penganting pria.)
"Nanti jika waktunya sudah tepat, pasti akan terlaksana juga. Iya kan sayang. (Bujuk Rohman sambil merangkulku.)
Akupun hanya bisa tersenyum menahan malu. Karena ada teman teman Rohman yang lain. Dan pada akhirnya kita semua tertawa dalam sebuah candaan.
Akhirnya kita semua berpamitan. Karena hari juga sudah siang, matahari juga sudah sangat terik. Rohman menggandengku layaknya seorang kekasih.
"Non, aku mau ajak kamu ke rumah aku. Apa kamu bersedia?"
"Kalau lain waktu aja gimana, mas. Soalnya aku agak pusing pengen istirahat."
"Sebentar aja, Non."
"Maaf mas, aku beneran mau istirahat."
"Ya sudah, non. Sebenarnya aku nggak ada niat apa apa. Hanya saja aku mau memperkenalkan kamu dengan orang tuaku aja. Tapi kalau kamu belum bisa nggak apa apa. Mungkin ini terlaku cepat. Tapi aku harap lusa kamu mau silaturahmi ke rumah aku."
"Iya mas, mungkin aku aku akan silaturahmi ke rumah kamu. Tapi nggak sekarang. Semoga kamu ngerti ya, mas."
"Iya non, aku ngerti."
Dan lagi lagi senyuman Rohman membuat hatiku meleleh. Aku tak kuasa untuk memandangnya. Senyumnya bagaikan racun yang menumbuhkan rasa cinta.
Akhirnya Rohman mengantarkan aku pulang ke kost. Sesampai di deoan gerbang, aku dikejutkan oleh seirang wanita yang duduk di atas kendaraannya. Dia melihatku sambil nyengir. Tak heran dengan tingkahnya. Siapa lagi kalau bukan sahabatku, Rere.
Rohman berpamitan padaku. Dia juga mengucapkan banyak terimakasih padaku. Karena aku sudah menemaninya hadir di acara pernikahan temannya.
"Non, terimakasih banyak ya. Kamu udah mau nemenin aku. Maaf kalau aku buat kamu jadi capek."
"Iya mas, nggak apa apa."
"Ya sudah, aku permisi."
"Iya mas, hati hati."
Rohman pergi dari hadapanku. Aku terus memandanginya hingga dia menjauh dariku. Dan pada akhirnya aku dikejutkan dengan suara teriakan Rere.
"Woeee... Jangan diliatin terus. Udah nggak kelihatan lho orangnya."
"Apa sih, brisik."
"Emang ya, orang kalau lagi jatuh cinta lupa segalanya. Sama temen yang dari tadi nungguin aja nggak dihiraukan. Astaga, ampuni temanku."
Aku tertawa terbahak bahak mendengar ocehan Rere. Memang temanku yang satu ini bisa membuat aku selalu tertawa. Terkadang juga sangat menjengkelkan. Tapi ya itulah teman.
"Kamu tumben dadakan gini, ada apa?"
"Dadakan apanya, aku udah telpon kamu berkali kali. Tapi nggak ada jawaban."
"Oh, iya kah? Mungkin tadi kamu telepn aku pas nggak pengang ponsel. Maaf deh."
"Eh, nggak tahunya lagi pacaran."
"Pacaran apa sih, orang cuma temen aja kok."
"Iya, sekarang temen. Kan nggak tahu kedepannya nanti."
"Hahaha, kamu bisa aja. Ya udah, masuk yuk. Panas banget nih."
Aku dan Rere bergegas masuk ke dalam kamar kostku. Ku rebahkan diri di kasur sambil aku buka layar ponselku.
Dan benar saja, tiga panggilan dari Rere tidak terjawab. Aku hanya tersenyum geli. Diapun juga sibuk dengan ponselnya. Kami sama sama sibuk dengan ponsel masing masing.
"Say, itu tadi kamu kenal di mana."
"Dia kan pernah makan di resto."
"Kok bisa akrab jalan bareng gitu."
"Ya kan dulu pas dia di resto sempet minta nomor aku."
"Trus kamu kasih gitu aja?"
"Enggak lah. Aku minta aja nomor dia. Karena iseng aku chat dia. Eh, nggak tahunya bisa deket."
"Ya nggak apa apa sih sebernya. Tapi kamu perlu hati hati itu aja sih pesanku."
"Nggak usah khawatir, aku juga ngerti kok."
"Bagus deh kalau ngerti."
"Katanya sih dia duda."
"Serius kamu?"
"Iya, dia sendiri yang cerita. Tapi kan ya aku belum tau pasti aja kebenarannya."
"Gila, tapi aku lihat lihat sih lumayan lho. Ganteng, sih. kerjanya apaan,"
"Nah, itu juga masalahnya. Aku belum sempet tanya. Habisnya kkakau jalan bareng, setiap aku mau tanya apa kerjanya. Aku selalu dibuat meleleh karena senyumnya."
"Woooo... ngaco nih anak."
Rere memukulku dengan guling. Kitapun tertawa terbahak bahak. Ya beginilah jika aku dan Rere bersama. Selalu bahagia seperti orang gila.
Tawa kami beehenti seketika ponsel aku bergetar. Sebuah panggilan masuk. Di layar ponsel tertuliskan nama Rendy.Segera aku angkat panggilan darinya.
"Hallo, mas."
"Hai Lis, kamu sedang apa?"
"Aku sedang di kost, ngobrol sama temen. Ada apa, mas."
"Enggak ada apa apa. Hanya kesepian aja, kibur kerja nggak ada kegiatan sama sekali."
Oh, gitu ya mas."
"Tadinya aku mau ajak kamu jalan. Tapi karena kamu lagi sama temen ya mungkin lain waktu saja."
"Emangnya mau ke mana, mas?"
"belum tahu juga mau ke mana."
"ehm, gitu ya mas. Maaf ya, temenku juga baru saja datang. Masak iya mau aku tinggal."
"Iya, aku ngerti. Kalau nanti malam apa kamu ada acara."
"Sepertinya nggak ada, mas."
"Jika aku mengajakmu makan malam apa kamu keberatan?
"InsyaAllah tidak. Tapi nanti aku akan kabari lagi ya, mas. Semoga tidak ada halangan."
"Baik, aku tunggu kabar baik dari kamu, Lis."
"Iya, mas."
"Ya sudah, aku tutup dulu ya. Sampai nanti."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments