Tidak bisa di pungkiri, Vania juga terlihat ceria setelah sekian lama tangis airmata kesedihan yang terus menghampirinya.
Setelah berenang, Perempuan itu berinisiatif membuatkan teh hangat dan cemilan untuk Niko, si duda tampan atau biasa di juluki Mr Cool.
"Terima kasih yah Mas! Sudah memberikan pengalaman baru untuk saya, di minum tehnya selagi hangat," ucap sopan Vania tersenyum manis lalu pergi meninggalkan Niko.
Terlihat Niko ingin kembali memanggil Vania dan menemaninya lagi minum teh malam itu, namun lidahnya terasa terikat duri. Sulit berkata-kata.
Vania berjalan menuju kamarnya, menutup pintu.
"Sruuup"
Niko menikmati teh hangat dalam kesepian malam yang sudah bertahun-tahun ia lalui. Biasanya untuk mengusir kesepian itu, Niko selalu menghabiskan waktu dengan bekerja, bicara dengan foto Isabella, menghadiri pertemuan bisnis serta berolahraga. Tetapi malam itu ia begitu malas melakukan semua aktivitas, rasanya ia ingin bersantai dan berbincang dengan seseorang yang nyaman untuk di ajak bicara.
"Vania lumayan sopan!"
"Perhatian!"
"Sangat Khawatir, rela menolong meski sebenarnya ia tidak mampu menolong, polos, cantik."
Rupanya diam-diam Niko sudah mengagumi wanita yang baru beberapa hari ia kenal, tanpa sadar bibir manis pria itu tersenyum lebar mengingat keseruan lucu mereka beberapa menit lalu.
Niko sangat suka tipe wanita yang tidak genit dan tidak mudah membawa perasaannya. Ada kebahagiaan yang ia sendiri begitu ingin mengulang kembali keseruan saat di kolam renang tadi, hal sederhana itu ternyata mampu mengusir kesunyian dirinya selama ini.
"Aaarggg! Apa sih yang aku pikirkan!" ucapnya menepis semua tentang Vania.
"Tidak...tidak...dia itu temannya Luna, usianya juga masih terlalu muda, apalagi ia masih status istri pria lain. Jangan gila kamu Niko!" tepisnya pada hasrat terlarang itu, ia pun bergegas bangkit melangkah masuk ke dalam rumah, lalu menutup pintu kaca, merapatkan tirai, mematikan lampu terang.
"Tapi mengapa suaminya begitu kejam kepada Vania? Hal ini yang membuat aku masih penasaran !" Niko bertanya-tanya dalam hati.
**
Tidak terasa besok sudah hari ke Lima Vania berada di rumah Niko Oscar, namun kisah keduanya masih terlihat dingin dan sangat menjaga jarak, bahkan bisa di katakan jarang bertemu meskipun tinggal bersama dalam satu rumah, di tambah lagi dengan aktivitas kerja Niko yang cukup padat.
Vania lebih banyak mengurung diri di kamar, ia hanya keluar jika ada hal lain atau saat sedang bersantai di taman.
Malam menunjukkan hampir pukul, 23.00 wib.
Setelah mematikan lampu, langkah Niko terus berjalan menuju kamar pribadinya. Tiba-tiba langkah itu terhenti tepat di depan pintu kamar Vania.
"Apa dia sudah tidur!" Niko iseng melekatkan lagi daun telinganya di pintu. Hal itu reflek begitu saja ia lakukan.
"Tak terduga pintu kamar Vania yang ternyata tidak terkunci, di buka oleh wanita itu, sehingga membuat tubuh Niko terdorong sedikit ke depan.
"Gawat, ternyata dia belum tidur!" wajah pria itu pun memerah malu setengah mati. keduanya saling terkejut.
"Maaf Mas, Sa-sa-saya tidak tau," kata Vania gugup bercampur terkejut.
"Ouh, a..aku hanya sedang memperhatikan pintu ini... Ehm! Jangan salah paham, dari kemarin aku ingin menggantinya karena terlihat sudah kusam!" alasan Niko yang juga gugup, karena gengsi dan merasa malu ia langsung pergi masuk ke dalam kamarnya.
Vania hanya terdiam memperhatikan pintu.
"Perasaan, pintunya masih bagus!" ucapnya, lalu keluar memastikan semua lampu sudah dimatikan.
**
"Huuuft!" suara hembusan nafas Niko yang merasa lega di balik pintu kamarnya.
"Apa yang sudah ku lakukan, mengapa semua seperti sudah di luar kendali!" kata Niko yang langsung merebahkan diri di atas kasur.
*
Pagi hari Vania sudah bangun pagi-pagi, wanita itu begitu semangat membersihkan rumah Niko dan membuatkan sarapan kepada pemilik rumah.
Wanita itu berusaha mengambil simpatik si pemilik rumah agar masih bisa memberikannya tumpangan beberapa hari lagi.
Sambil memakai jasnya, Niko memperhatikan Vania bekerja dari lantai atas dan terus menuruni tangga. Pagi itu keduanya masih sarapan bersama.
Saling jaga jarak dan tidak banyak bicara, seperti itulah kegiatan mereka selama Vania tinggal bersama pria dingin itu.
Waktu terus berlalu, sore hari.
"Huuft! Capek banget hari ini" ucap Luna menghempaskan tubuhnya di sofa.
Sore itu Luna akhirnya datang melihat kondisi Vania di rumah Niko.
"Minum dulu!"
"Terima kasih!" Luna langsung meneguk setengah minuman segar yang dibuatkan oleh Vania.
"Banyak kegiatan di kampus yah?"
"Iyah begitulah!" Luna merebahkan tubuhnya (setengah tidur)
"Lun, apa kau sengaja menjebak ku?" nada suara Vania yang lembut langsung ke topik pembicaraan.
"Maksudnya?" Luna kembali memperbaiki posisi duduknya dan cukup serius menanggapi komentar Vania.
"Bukankah kau mengatakan, jika Pamanmu akan berangkat ke Amerika malam itu!"
"Ehm...Sory yah Van, semua ini terjadi di luar dugaan, sumpah, aku juga enggak tau jika Pamanku batal berangkat ke Amerika!"
"Terus, kamu juga tidak datang membawakan baju ganti, tapi aku....(Vania menunduk, tidak bisa protes kepada Luna)"
"Nah, itu dia kelebihannya! kamu tau enggak, jangan kan pakaian, menyentuh lemari almarhum istrinya saja tidak boleh, tapi... Paman Niko justru mengizinkan kamu untuk memakai pakaiannya...ini keajaiban Van... benar-benar keajaiban!"
Vania hanya menunduk lesu, ia merasa tidak ada yang spesial dengan pernyataan itu, meski Luna sudah sangat berkata dalam nada yang cukup terheran-heran dengan sikap Pamannya yang dingin kepada semua wanita.
"Aku ingin pergi dari rumah ini!"
"Loh, tapi...kan belum satu Minggu?" bantah Luna dengan raut wajahnya yang heran.
"Aku hanya merasa terbebani tinggal di rumah ini?"
"Iyah, Tapi kamu mau tinggal dimana, sabar dulu Van?"
"Beberapa hari ini, aku terus melamar pekerjaan dan Alhamdulillah aku sudah mendapatkan pekerjaan!"
"Pekerjaan Apa?" Luna mulai penasaran.
"kamu jangan khawatir, ini pekerjaan halal."
"Aku hanya minta tolong, bantu aku carikan kosan yang layak!"
"Tapi ini beresiko besar Van, bagaimana jika Romi mendapatkan kamu!" nada khawatir Luna kembali menegaskan wanita itu.
"Aku bekerja sebagai badut untuk anak-anak ulang tahun, Romi tidak akan mengenaliku di lapangan!"
"Badut???? Serius mau kerja jadi Badut?"
"Saat ini aku tidak perduli malu, yang penting bisa menyambung hidup!" jawab tegas Vania.
Luna merasa takut, jika Vania kembali berputus asa lagi.
"Ba.. baiklah, itu juga baik, aku akan membantu mu!" jawab cepat Luna.
"Terima kasih banyak Luna, aku tidak akan melupakan semua jasa bantuan mu ini!" kata Vania dalam tatapan mata haru.
"Tapi, jika kamu mau pergi dari rumah ini, izin dulu dengan Paman ku!"
"Iyah, itu pasti?"
"kapan mau cari kosannya!" tanya Luna.
"Sore ini juga?"
"Apah?" Luna terkejut.
"Karena besok langsung kerja!" jawab Vania.
"Ouh begitu yah!"
keduanya sempat terdiam
"Kita tunggu paman dulu kan!" kata Luna.
"Takutnya sudah keburu malam!" jawab Vania.
"Benar juga yah?"
"Baiknya, aku telpon atau Kita datang ke kantornya?" tanya Vania.
"Telpon saja lah!" jawab cepat Luna.
"Baiklah!"
("kok aku jadi deg-degan begini yah!" batin Vania)
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Ngapain memperhatikan pintu nya… wkwkwkwk
2023-06-08
0
R⃟Yanty AFC
kalo ketauan romi gimana van. kalo pamanmu tau gmanaaa
2022-05-05
1
EK💜☪️
ya ampun..kok jd kuatir ya ntar di luar gmn km van..kok jd badut siih
2022-03-31
0