Bab 19

Sari berusaha menikmati makan malamnya, meski ia sama sekali tidak berselera. Sesekali candaan terdengar diantara mereka dan Sari hanya tersenyum.

Sari perlahan membuka mata batinnya, dan melihat siapa sebenarnya sosok tim tambahan pak Lingga yang mencurigakan. Dalam diamnya, Sari berpindah dimensi.

...----------------...

Sari melihat sosok asli ketiga anggota tambahan pak Lingga. Ia mendapati ketiganya berubah menjadi berwajah dingin, pucat dan menyeramkan. Seringai yang ditunjukkan ke arah rekan - rekan Sari seolah sedang menatap mangsa empuk.

"Bener kata Doni, tapi vampir? Aku kok masih nggak percaya, bisa jadi kan mereka itu orang-orang pemuja iblis yang meminum darah?!"

"Dapet darimana sih pak Lingga orang-orang kayak gini?"

Sari beralih menatap pak Lingga dan Saka. Seketika Sari tersentak melihat penampilan pak Lingga yang berubah dan memakai pakaian layaknya jaman kerajaan. "Pak Lingga?!"

"Apa mungkin dia yang kasih aku petunjuk selama ini?" 

Sari merasakan kehadiran sang Patih Bimasena, "Kamu datang?" 

"Boleh saya temani?" tanya sang Patih Bimasena.

"Dengan senang hati. Boleh aku bertanya?"

"Tentu."

"Siapa Lingga?" tanya Sari sambil tetap menatap ke arah pak Lingga yang dimata Sari telah berubah.

"Dia … seseorang yang datang dengan keabadian."

"Keabadian?"

"Dia bagian dari cerita masa lampau. Saya belum mengetahui pasti apa maksud dan tujuannya datang. Tapi saya yakin ini ada hubungannya dengan desa Blambangan."

Bimasena menjelaskan yang ia ketahui.

"Blambangan? Memangnya apa yang menarik?" 

"Pusaka, ia mencari sebuah pusaka untuk mengakhiri siksaannya."

Sari terdiam, ia mencoba mencerna perkataan sang Patih Bimasena.

 "Hhmm, lagi-lagi pusaka ya? Apa disini nggak ada yang bisa saya tarik selain pusaka?" gerutu Sari

Bimasena mengernyitkan kening, "Maksud kamu gimana?"

"Ya harta karun kek, cowok ganteng kek, apa kalo nggak artis K-Pop?!" ujar Sari cengengesan.

Bimasena hanya menggelengkan kepalanya, keinginan tuannya masuk akal sebenarnya hanya saja terlalu ekstrim bagi dirinya yang sudah berusia ratusan tahun.

"Apa kamu sudah cari tahu siapa yang nyerang aku kemarin?"

"Seseorang dalam tim, lebih baik kamu menjauh darinya Sari."

"Iya tapi siapa? Bisa nggak kamu kalo kasih tahu jangan setengah-setengah gitu, nanggung bener." sahut Sari kesal.

"Mereka yang berada dalam bayangan lebih berbahaya ketimbang yang berjalan di kegelapan."

"Hhhm, baru aja saya diem dah kasih teka teki silang lagi dia. Terus jawabannya apa itu?" Sari kembali menggerutu.

Bimasena terkekeh melihat tuannya kesal. "Mau saya kasih bonus teka teki juga nggak?"

"Eh buset, teka teki pake bonus? Ada giveaway tambahannya nggak nih?! Kalo nggak ada males saya ngikut  tebak-tebakan?!"

"Kalo pusaka gimana?"

"Bimasena!" Sari dibuat semakin jengkel dengan penjaganya yang kini mulai berani iseng menggodanya.

Bimasena tertawa kecil, "Setidaknya kemampuan kamu bisa dijadikan lahan bisnis Sari."

"Lahan bisnis? Jadi dukun? Penjual pusaka kek orang-orang yang bau badannya dah kaya menyan berjalan? No way?!" sahut Sari.

Bimasena kembali tertawa, tuannya ini memang terkadang menyebalkan tapi juga menyenangkan.

"Ehm, tapi sebenarnya pusaka apa yang si Lingga itu cari? Katamu dia abadi, kenapa dia mau mengakhiri anugerah itu? Bukannya enak ya hidup abadi?"

"Hidup abadi itu sama dengan siksaan. Apa kamu bisa menghadapi kehilangan orang-orang yang kamu cintai sementara kamu menua aja nggak?" jawab Bimasena datar.

"Iya juga sih, trus kamu sendiri gimana? Apa kamu juga tersiksa? Usiamu udah ratusan tahun juga kan?"

"Saya bukan berarti tidak bisa mati Sari, dan saya dulu pernah mencintai manusia juga. Kesetiaan saya pada leluhur pendahulumu melebihi rasa cinta yang saya rasakan." Sari menangkap kegetiran dari perkataan Mahapatih Bimasena.

"Hhmm, cinta itu memang seperti mata pisau dia bisa menyenangkan dan bisa melukai pada saat yang bersamaan."

"Tapi tanpa cinta apalah manusia." Bimasena menambahkan.

"Wooow, sejak kapan lelembut bisa melow begini?" Sari tertawa.

"Saya hanya mengikuti gaya bahasamu saja, dan sepertinya menyenangkan juga."

Mereka berdua menertawakan kekonyolan yang terjadi, "Bimasena, firasatku jelek tentang liputan ini. Aku butuh bantuanmu."

"Aku tahu, kami sudah berdiskusi tentang hal ini. Bersiaplah pada kemungkinan terburuk."

Sari kembali menatap penjaganya dengan tatapan sedih, "Seburuk itukah? Aku hanya berharap tidak ada lagi yang harus kehilangan nyawa karena aku."

"Aku tidak bisa menjamin keselamatan mereka, tugasku hanya menjagamu dan menuruti perintahmu."

Sari kembali terdiam, ia kembali menatap rekan-rekannya. Kekhawatiran nya yang membuncah membuatnya waspada dan bersiap pada segala kemungkinan terburuk.

...----------------...

Sari kembali ke tubuhnya lagi, seolah tidak terjadi apa-apa. Sari menangkap tatapan Doni sekilas padanya. Ia hanya membalasnya dengan senyuman.

"Perjalanan kita masih panjang, jaga kondisi juga kesehatan. Kita istirahat lagi setelah 5 jam perjalanan." Pak Lingga memberikan instruksi pada semua tim.

Makan malam berakhir dan mereka kembali masuk ke mobil masing-masing. Hujan gerimis mulai turun mengiringi perjalanan mereka. Sari lebih banyak terdiam dan menatap hujan yang turun semakin deras.

"Alam seolah tidak bersahabat. Semoga semua berjalan lancar."

...----------------...

...Mingkar mingkuring angkara,...

...Akarana karanan mardi siwi,...

...Sinawung resmining kidung,...

...Sinuba sinukarta, ...

...mrih kretarta pakartining ngelmu luhung, Kang tumrap neng tanah Jawa, ...

...Agama ageming aji....

...----------------...

***Karya ini telah kontrak dengan NovelToon, dilarang membajak karya seperti mencetak ulang tanpa izin.***

***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***