Rubi Felisa
"Ya, maafkan kami.. Kami tau, kau mungkin tak akan memaafkan kami. Tapi setidaknya aku dan Cello meminta maaf atas kesalahan yang Rubi lakukan....
Kami akan pindah ke Amsterdam, dan besok rencananya kami akan berangkat.
Maaf...
Bisakah sebelum itu, izinkan Cello bertemu ibunya.."
Cello menunduk, matanya berkaca-kaca. Sembilan tahun ia hidup di kota terpencil bersama ibunya. Dan Rubi sama sekali tak menganggap nya ada. Selama ini Rubi menganggap dirinya hanyalah kesialan.
Tapi kadang juga Rubi akan menyayangi nya sepenuh hati. Cello tau sebenarnya Rubi menyayangi nya, tapi ambisi dan dendamnya telah menutup mata hati nya.
"Maaf... "
Cello memejamkan matanya, ia mendongak menatap wajah Sean. Sean yang merasa di tatap oleh Cello, mengalihkan pandangannya melihat mata merah Cello.
"Maafkan mommy ku uncle... Hukumlah mommy ku jika dia bersalah. Katakan padanya aku sangat menyayangi nya."
Mario meraih tangan Cello dan membawanya pergi. Mario sendiri merasakan sesak yang menghimpitnya. Ia tau Sean bukanlah pria biasa. Itu sebabnya ia ikhlas, jika Sean tak mengijinkan bertemu dengan istrinya. Mungkin saja Rubi sudah Sean mutilasi dan tubuhnya di buang untuk di jadikan sarapan untuk buayanya.
Clek...
Mario dan Cello menegang di tempatnya, apa lagi ini. Sean menghadangnya di lobi rumah sakit, bersama dua bawahannya.
"Aku akan mengantarkan kalian padanya.."
Cello menubrukkan dirinya memeluk tubuh kekar Sean. Sean sendiri kaget, ia mematung di tempatnya berdiri. Jahatkah dia telah memisahkan anak dan ibunya. Begitu berarti nya seorang ibu untuk anaknya.
Dalam perjalanan menuju tempat dimana Rubi di sekap. Tak ada seorang pun yang mengeluarkan kata kata nya. Begitu juga dengan William. Ia masih diliputi rasa yang aneh saat Cello memeluknya. Bagaimana jika putra nya yang mengalami demikian. Sean menggeleng kan kepalanya.
Mario dan Cello samar samar mendengar suara lolongan panjang serigala. Ya Mario dan Cello telah di ikat matanya oleh kain hitam. Mereka masuk berjalan memasuki dimana Rubi berada. Hawa dingin seketika menusuk tulang.
Bawahan Sean membuka kain yang menutupi mata Mario dan Cello.
Mario terkesiap melihat wanita yang tergolek di lantai dingin, kakinya di perban.
Mario tau itu luka apa..?
Begitupun dengan Cello, ia ingin menangis melihat keadaan wanita yang sudah melahirkan nya. Meski Rubi tak berperan sebagai mana mestinya, tapi Cello yakin ibunya menyayangi nya.
Rubi tersenyum tipis melihat dua pria yang menurutnya telah menghalangi jalannya, untuk mendapatkan William.
Rubi bangun dan berjalan tertatih pada keduanya. Senyum lebar di tunjukan oleh Rubi..
"Mario, tolong bantu aku keluar dari sini..."
Rubi mengalihkan pandangannya pada pria yang baru saja masuk ke dalam. Sean William, pria yang selama ini menjadi tujuan Rubi.
Rubi berlari dan memeluk tubuh tinggi tegap William, Sean yang mendapat pelukan Rubi mendorong tubuh Rubi.
Brukk...
Rubi tersungkur di lantai dingin,
"Sean...."
Rubi tak menyangka Sean akan memperlakukannya seperti ini. Rubi melirik ke arah Mario dan Cello, mungkin saja Sean bertingkah seperti ini Karna adanya mereka.
"Menjauh dari ku, Rubi.."
Sean mengetatkan rahangnya, tidak habis pikir dengan Rubi. Apa yang sebenarnya Rubi pikir kan?...
Mario sendiri mengepalkan tangannya, Rubi memang tak pernah menghargainya sebagai seorang suami.
"Rubi..."
Mario menyalak tajam pada Rubi, jauh jauh datang kemari untuk melihatnya. Ternyata memang Rubi tak pantas mendapatkan kesempatan.
Apakah Mario menyesal telah menikahi Rubi.?
Jawabannya adalah tidak sama sekali, Mario bersyukur telah menikah dengan Rubi Felisa. Setidaknya dia bisa membawa putranya bersamanya.
"Kenapa.." Rubi tertawa terbahak mendengar nada bicara Mario.
"Mario kaulah yang brengsek, telah memperkosaku. Hubungan ku dengan Sean memburuk akibat kesalahan mu brengsek.."
"Rubi...." Mario berteriak membentak Rubi,
"Kenapa, hah....Gara gara kau, aku diasingkan oleh Albert. Gara gara kau juga aku juga melahirkan seorang putra. Putra yang sama sekali tak ku ingin kan, gara gara dia aku kehilangan William."
Tangan Rubi menunjuk pada Cello, Cello menunduk, matanya berkaca-kaca. Rupanya tak hanya sebagai penghalang, dirinya sama sekali tak diinginkan oleh ibunya sendiri.
Plak...
Wajah Rubi memanas merasakan panasnya tamparan yang Mario berikan.
"Kau..."
Rubi menyalak tajam di perlakukan seperti ini, Mario berani mengangkat tangan menamparnya.
" Jangan pernah berani menunjukan tangan mu pada putraku. Kau mang tak pantas menjadi seorang ibu Rubi.. Cello datang kemari karna dia sangat menyayangi mu."
Rubi tertawa terbahak bahak mendengar kata kata Mario.
"Bahkan aku menyesal telah melahirkannya...."
"Rubi..."
Plakk...
Rubi tersungkur di kaki Sean, Cello menatap nanar pada Rubi. Mario segera merengkuh Cello, mencoba menenangkan hati Cello yang terluka.
Sementara Sean tak ada niat sedikit pun membantu Rubi berdiri.
Rubi mengepalkan tangannya, ia melirik kearah dua manusia yang menjadi penghalangnya.
Ia berdiri merebut senjata api milik bawahan William, dan..
Dor..Dor...
Bruk..
Cello menegang di tempatnya berdiri, di pelukan Daddy nya. Mario membalikkan tubuhnya menjadikannya sebagai pelindung Cello, dari peluru yang Rubi lepaskan.
Cello merasakan basah di pinggang Mario, Cello mengusapnya dan melihat. Matanya melotot tak percaya..... Dia mendongak melihat wajah Mario, dan Mario tersenyum lebar pada Cello. Ia mengelus sayang kepala putranya.
"Dad..."
Sean segera meraih tubuh Mario agar tak jatuh,..
Bawahan nya datang membantu tuannya.
Sementara Cello menoleh ke arah Rubi, ia melihat Rubi terkapar tak bernyawa di tempatnya. Cello tau mungkin saja Sean William yang telah menembaknya.
Tes... Tes... Cello tak kuasa menahan emosi yang meledak-ledak. Ibunya berniat menghabisinya dengan menembaknya. Tak cukup kah dia tak diinginkan, kenapa harus juga di lenyap kan.
Cello mengepalkan tangannya, rasa sakit hati karena tak diinginkan dan di lenyap kan, telah membuat menjadi anak yang dingin dan tak tersentuh.
*
Cello menatap wajah pucat Mario, dua jam yang lalu Mario menjalani operasi pengangkatan peluru. Untung saja peluru itu mengenai organ vitalnya.
"Maafkan Daddy.."
Cello menggeleng kan kepalanya, ia bahkan bersyukur mempunyai Daddy seperti Mario.
"Dad, setelah Daddy sembuh nanti, Daddy berjanji akan membawa Cello pergi dari sini."
Cello ingin melupakan kejadian di sini, kejadian yang membuka tabir, jika dia anak yang tak diinginkan.
Mario mengangguk, ia meraih Cello dan mendekapnya sayang. Entah apa yang harus Mario katakan. Bertahun tahun lamanya menikah dengan Lika tak memiliki anak. Dan tanpa di sengaja dia mempunyai anak dengan Rubi, saat dirinya hilaf melakukan kesalahan.
Lika sakit hampir setahun lamanya dan sebagai pria yang normal, tentu saja Mario memiliki hasrat untuk di salurkan.
Mario memang bersalah telah memanfaatkan kepolosan Rubi. Tapi dia bersyukur bisa mempunyai seorang anak dari kesalahannya.
"Maafkan kesalahan Daddy..."
Cello menggeleng dan mempererat pelukannya pada Mario.
Sean melihat mereka dari depan pintu yang sedikit terbuka. Ia menghembuskan nafasnya perlahan. Sean berjanji akan memastikan mereka hidup damai.
Mario dan Cello melepaskan pelukannya, mereka berdua melihat Sean masuk ke dalam.
Mario tersenyum tipis, tak menyangka pertemuan nya dengan Sean yang akan menjadikan dia menantunya. Justru banyak kisah yang di lewati menyangkut Sean William.
Dari yang akan menjadi kan menantu, dan membantu memalsukan data anaknya dengan Sean.
Rupanya ia harus berterimakasih kepada William. Secara tidak langsung dialah yang mempertemukan nya dengan putra semata wayangnya, Cello.
Mario terkekeh dalam hati, hidup sudah mengajarkan nya dan menjadikan dia menjadi pria yang sebenarnya.
Updated 165 Episodes
Comments
Jade Meamoure
pada tragis neh pelakor...tinggal Bella aja lagi
2022-06-13
6
Tjitjik Juni Supriyati
Hmmmm gmn ya...... Itu akibat jadi manusia tdk berakhlak. Sdh merupakan suatu kebiasaan berhubungan badan dengan orang yang bukan suami istri dianggap sesuatu yg tdk sakral.
2022-06-14
4
Pia Palinrungi
terhempas satu persati..tinggal menikmati kebahagiaan masing2😍😍😍😍
2022-06-20
1