4.

Mood sudah hancur, aku putuskan pulang setelah mengirimi pesan pada Casey tak bisa ke Barnya malam ini.

"Sialnya aku!"

Karna mengambil uang dari saku, aku melupakan tas ku begitu saja. Dompet, ponsel, dan jelas saja kartu-kartu penting ada didalam sana.

Sialnya lagi, sesampainya disana aku tak menemukan apa yang aku cari. Waiters pun tak melihat tas itu saat membersihkan meja.

"Bodoh, kau memang bodoh Emma!"

Aku segera mencari telpon umum, barangkali masih ada jalan menemukan keberuntunganku.

"Oh Tuhan, ponselnya masih tersambung. Syukurlah."

"Hallo?"

"Maaf ini dengan siapa, anda mengangkat ponsel saya. Bisa tolong di kembalikan?"

"..."

Sial, itu jelas suara pria tapi mengapa dia hanya diam.

"Aku mohon, Tuan yang baik hati. Tas, dompet, dan ponsel yang anda pegang ini adalah barang berharga yang saya punya."

Ya Tuhan ada suara orang menahan tawa di ujung sana, tapi mengapa dia tak mau menjawab.

"Nona, karna kau terlalu emosi sampai melupakan tas mu"

Emosi? Apakah dua pria tadi?

"Ng' apapun yang saya katakan tadi saya minta maaf, tapi tas beserta isinya itu sangat penting. Bisakah kita bertemu? saya akan menjemput tas saya."

"Bisa saja, silahkan jemput di gedung utama Linford Agithum city."

"Linford? Perusahaan besar dan terkenal itu?" Pekik ku.

"Baguslah, setidaknya kau tau perusahaan kami." Jawabnya arogan.

Astaga, apa aku sedang mencari gara-gara? Tak tanggung-tanggung aku memarahi orang-orang Linford. Seharusnya dari jas yang terlihat mahal itu aku sudah tak perlu berfikir dua kali.

"Tadinya saya ingin membuang tas kumal ini, tapi hati nurani saya sebagai orang kaya yang tidak cerdas seperti ucapan anda tadi.. merasa perbuatan itu tentu kurang baik." Ucanya terdengar menyindir.

Dia mengingat ucapan ku tadi, mati sajalah kau Emma.

"Baiklah saya tunggu kedatangan anda di Linford, jika datang bilang saja ke resepsionis anda tamu Tn.Harold."

" Baik.."

"Oh iya siapa nama anda nona?"

"Emma, Emma Edelsteen."

"Kalau begitu saya tutup Nona Edelsteen."

Jantungku rasanya tak karuan, tubuhku pun terasa lemas. Entah karna menyesal perbuatanku yang tak bisa menahan diri saat itu, atau takut akan bayangan hal-hal yang buruk yang bisa mereka lakukan karna tersinggung akan ucapan ku.

***

Ke esokan harinya.

sesuai janji, aku minta izin pada uncle Ben untuk tidak masuk kerja. Perjalanan dari Beeqostreet ke agithum memang hanya 30 menit perjalan, tapi satu hal yang harus ku persiapkan mental naik angkutan umum.

Kakiku lemas, tapi tas itu juga penting. Aku jadi tak karuan. Aku juga sedikit penasaran, apakah omongan ku tadi malam sangat keterlaluan. Ah omongan mereka juga tidak kalah keterlaluan, memangnya mereka sebegitu pentingnya sampai di ikuti orang. Lalu, kenapa aku yang jadi pelampiasan.

Oke ini 10 menit lagi aku akan sampai, padahal ini kereta listrik bukan Bus atau roda empat, tetap saja kakiku basah tubuhku keringat dingin.

Dari terminal ke gedung utama Linford cukup berjalan 5-7menit. Oke! Hanya perlu ke resepsionis bertemu pria itu, mengambil tas, meminta maaf, lalu pulang.

Hah, ternyata ini jam sibuk. Jalanan penuh sesak orang berjalan kaki, dengan tubuhku yang mungil ini aku pasti akan terlambat.

Setelah melewati 2 zebra cross dan trotoar yang cukup nyaman aku sampai ke gedung yang paling tinggi dan paling mencolok ini.

Waw, Spektakuler! Gedungnya begitu tinggi dan megah. Nuray akan berkerja disini kalau test wawancaranya berjalan baik. Aku jadi iri, aku jadi memikirkan ulang tawaran Baba Ramzan tentang perkerjaan di sini. Ah, tapi itupun kalau masih ada lowongan.

Aku memang gampang terbuai, menghayal pada hal yang memanjakan mata seperti ini.

Baiklah, ayo Emma kita cicipi suasana di dalam gedung cantik ini.

***Karya ini telah kontrak dengan NovelToon, dilarang membajak karya seperti mencetak ulang tanpa izin.***

***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***