Arumi menutup mulutnya saat melihat aksi lesu Mirza dan Andrea. Begitupun dengan Vanya, Elvano dan Faaz. Tak terkecuali William dan Dania.
"Lesu ye..." ucap Dania sambil celingukan membuat Mirza keki.
"Iya. Kaya sayur tanpa garam..."
"Kaya matahari tanpa sinarnya..."
"Kaya cewek tanpa bra-nya.."
"Kaya kentut tanpa baunya..."
"Bhu-bhuahahaa......" tawa semua.
"Kaliaaaaan......!!!"
Suara Andrea membahana sukses membuat semua menutup telinga.
"Aduh nona Andrea... kenapa tampak kesal kali?"
"Kenapa kalian tidak memperhatikan kami?!" Andrea manyun. Bibirnya mengerucut.
"Sebab kalau fokus pada kalian, kami bisa tertawa..."
Bhuahaha.....
Menghentak kaki Andrea dengan kesal. Bibirnya pun tak henti bergumam penuh kesal. Sementara Mirza sendiri sibuk menyelamatkan wajahnya yang sudah merah padam menahan malu. Pun demikian, Mirza tetap mampu menguasai dirinya dengan memasang wajah datar dan tanpa komentar.
"Za, Bagaimana...?"
Mirza tak menjawab. Ia memilih melangkah mendahului Andrea dan kembali ke kursi semula.
Sementara itu di stage, Arumi dan Faaz tengah bersiap-siap. Tampak sedikit gugup Arumi berdiri di depan. Terutama di depan Mirza dan orangtuanya.
"Faaz...menyerah sajalah. Rasanya agak mustahil membuat para gadis ini seperti keinginan kita"
"Hehehe....."
"Maaf, kali ini aku tidak mau menyerah. Terlebih ada Arumi yang harus diperjuangkan"
"Egh..."
"Maksud ku...Arumi yang sedang berjuang menunjukkan sisi positifnya"
"Haduh...hampir saja" batin Faaz.
"Selamat siang semua. Penampilan ini kami persembahkan untuk mama Dania dan papa William..."
"Wish...ada pendahuluannya. Tapi aku khawatir akan berakhir sama seperti kita juga"
"Hahaha..."
JREENG....
Arumi mendengarkan hasil petikannya. Sontak suasana menjadi hening. Semua terpusat pada Arumi. Sadar menjadi pusat perhatian, Arumi menjadi gugup. Tangannya sedikit gemetar.
"Tenang saja. Kita bisa melewati ini..." bisik Faaz sambil membetulkan stand mic di depan Arumi. Rupanya selain bermain gitar, Arumi akan menjadi rekan menyanyi Faaz.
Arumi pun memulai petikan gitarnya pada bagian intro. Semua menatap tak percaya. Mirza yang semula duduk bersandar kini tegak dan memperhatikan Arumi. Begitu pun yang lain.
(Part Arumi)
Waktu pertama kali
Kulihat dirimu hadir
Rasa hati ini inginkan dirimu
Hati tenang mendengar
Suara indah menyapa geloranya hati ini tak ku sangka
Rasa ini tak tertahan
Hati ini selalu untukmu..
Terimalah lagu ini dari orang biasa
Tapi cintaku padamu luar biasa
Aku tak punya bunga
Aku tak punya harta
Yang kupunya hanyalah hati yang setia tulus padamu
(Part Faaz)
Hari hari berganti
Kini cintapun hadir
Melihatmu memandangmu bagai bidadari
Lentik indah matamu
Manis senyum bibirmu
Hitam panjang rambutmu anggung terikat
Rasa ini tak tertahan
Hati ini slalu untukmu...
Terimalah lagu ini
Dari orang biasa
Tapi cintaku padamu luar biasa
Aku tak punya bunga
Aku tak punya harta
Yang kupunya hanyalah hati yang setia tulus padamu...
(Part berdua/ duet)
Terimalah lagu ini
Dari orang biasa
Terimalah lagu ini
Dari orang biasa
Tapi cinta ku padamu luar biasa
Aku tak punya bunga
Aku tak punya harta
Yang kupunya hanyalah hati yang setia
Yang kupunya hanyalah hati yang setia
Terimalah cintaku yang luar biasa tulus padamu...
Arumi tersenyum saat menyaksikan suasana yang tercipta. Tanpa terkecuali semua terbuai dengan petikan gitar dan perpaduan suara Faaz - Arumi. Tak jarang Semua ikut bernyanyi sambil bergoyang dan melambaikan tangan ke atas mengikuti irama. Kecuali Mirza dan Andrea. Mirza tampak diam, tanpa ekspresi. Sedangkan Andrea bibirnya selalu berkomat-kamit. Entah apa yang ia gumam kan.
Sesaat setelah pertunjukan berakhir dan sorak-sorai pun mewarnai suasana, tiba-tiba saja Faaz meminta semua untuk hening.
"Ma, Pa maaf jika yang akan Faaz lakukan ini suatu kelancangan..."
"Lanjutkan, Faaz..."
Faaz tersenyum telah mendapat restu untuk melakukan yang menjadi keinginannya saat ini. Faaz pun kemudian berjongkok di hadapan Arumi membuat suasana penuh tanda tanya.
"Kau gadis Special yang pernah ku temui. Special mu hanya bisa dilihat dengan fikiran terbuka dan hati penuh cinta. Sejak pertemuan kita aku sudah yakin akan perasaanku. Arumi maukah kau menjadi kekasihku?"
Suasana mendadak sunyi. Semua terdiam dalam fikirannya masing-masing.
Sementara itu, Arumi gamang. Sikapnya berubah rikuh. Terlebih saat melihat wajah William dan Dania.
"Aku tahu kau tidak mencintaiku saat ini, tapi paling tidak berikan aku waktu untuk membuktikan cinta ku hingga disuatu hari nanti kau bisa mempertimbangkannya..."
Deg.
Deg.
Deg.
Jantung Arumi berdegup hebat. Namun bukan karena ia mencintai Faaz, melainkan ia bingung harus menjawab apa dan bagaimana. Arumi terdiam. Katanya menjadi kelu.
"A-aku...aku..."
Bukan hanya Arumi namun seluruhnya menjadi tak bersuara, walau berdecak sekalipun.
"Sudah dramanya?" ucap Mirza sambil bangkit dari duduk dan berlalu meninggalkan ruang tengah. Ada banyak mata yang menatap aneh atas perilaku Mirza tersebut. Terlebih Dania, William dan Andrea.
Bersamaan dengan itu Andrea mengejar Mirza, berusaha mensejajari langkah Mirza.
"Za, Mirza...!" ucap Andrea yang langsung dijawab Mirza dengan sebuah isyarat. Mirza mengembangkan kelima jari tangannya. Dan sedikit memberi tenaga pada tangan tersebut. Melihat itu Andrea pun menghentikan langkahnya dan urung mengikuti Mirza.
"Bersiap menerima amukan singa, Faaz..." ucap Elvano.
"Egh..."
"Mama dan papa entah harus berkata apa, Faaz..." ucap William sambil menepuk bahu Faaz.
"Semua bergantung pada Arumi..." ucap Dania sambil mengusap pipi Arumi.
Arumi yang masih tertegun makin gagu saat ditinggalkan hanya berdua saja dengan Faaz. Tak lama ponsel Faaz berpendar. Ia pun langsung membacanya dan berlalu meninggalkan Arumi yang termangu.
🌸🌸🌸🌸🌸
Langkah Faaz begitu panjang saat menuju tepian pantai. Tempat dimana Mirza menunggunya.
Faaz menghentikan langkahnya, saat melihat Mirza yang berdiri menghadap lautan. Tak lama Faaz pun berdiri mensejajarinya tepat di sebelah kiri Mirza.
"Kau ingat sudah berapa lama kita berteman, Faaz...?"
"Sejak kita masih SMP. Sejak itu kita selalu satu kelas..."
"Bagus kalau kau ingat. Tapi kali ini mengapa kau tak mengerti bagaimana aku, Faaz...?"
"Apa maksudmu..."
"Kau tak mengerti maksud ku?!" ucap Mirza. Sebelah tangannya mencengkram lengan Faaz. Sementara sebelahnya lagi mengepal dan bersiap mendaratkan bogem mentahnya.
"Arumi itu wanita ku. Jangan coba-coba merebutnya...!"
"Wanita mu? Jika Arumi wanita mu, lalu mengapa ada Andrea di dekapan mu...? Kau anggap apa Arumi? Patung? Gadis bodoh? Katakan, Za.."
"Kau...!" Mirza kalap. Tangan yang semula masih ditahannya kini telak menghantak wajah Faaz. Bukan sekali tapi dua kali.
"Cih...kau egois, Mirza!" ucap Faaz sambil berdecih membuang ludah yang bercampur darah.
"Aku tidak egois...Justru aku memberinya kesempatan untuk mencintaiku dan berusaha membuatku jatuh cinta padanya"
"Ini bukan Mirza yang ku kenal..."
"Sial kau Faaz...." ucap Mirza sambil melayangkan beberapa pukulan dan tendangan. Tak semua serangan dapat di tangkis atau di hindari Faaz. Karena beberapa kali ia harus meringis menahan sakit.
Buk...!
Buk...!
Dhuak...!
Terakhir Mirza yang harus tersungkur akibat pukulan Faaz. Mirza tergeletak di bibir pantai. Dan ia membiarkan tubuhnya di basuh ombak yang selalu datang dan pergi. Matanya terpejam.
Tak lama Faaz pun bergabung bersama Mirza. Ia membaringkan tubuhnya di sebelah Mirza.
Hos.
Hos.
Hos.
Nafas keduanya memburu setelah pertarungan sesaat namun cukup sengit.
"Apa kau cemburu...?
"Entahlah, Faaz..."
"Apa kau mencintai, Arumi...?"
"Entahlah, Faaz..."
"Jika kau tak yakin, mengapa kau marah padaku yang lebih dahulu yakin akan perasaan ku terhadapnya?
"Selama ia menjadi wanita ku, kau tidak boleh menyentuhnya. Dengar Faaz...!
"Berapa lama?
"Dua bulan lagi...Setelah itu aku akan memberi keputusanku terhadapnya..."
"Mirza...Mirza...kau benar-benar egois"
"Mungkin. Tapi itulah aku..."
"Bhuahaha..."
Keduanya terbahak. Lengan keduanya saling tolak menolak. Tak jarang keduanya meringis saat bagian lebam nya tersentuh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 127 Episodes
Comments