Angin berhembus dari jendela yang terbuka. Gordennya melambai diterbangkan angin. Arumi menatap langit. Begitu bersih. Hanya ada sedikit awan saja yang menutupinya sehingga birunya langit terlihat jelas.
Sejenak mata Arumi menerawang jauh. Tatapannya menerobos bingkai jendela. Sebentar lalu memandangi burung-burung yang masih tampak setia berloncatan dari dahan ke dahan. Juga mendengar nyanyian kecil burung dengan suaranya yang khas.
Tak lama kemudian, ingatan Arumi kembali menyasar pada seulas wajah yang ia rindu, Walau polahnya telah melukai perasaanku. Namun tetap saja aku menyimpan cinta untuknya. Terlebih akhir-akhir ini perlakuannya kepada Arumi sedikit manis.
"Ah, Pak Mirza..." gumam Arumi sambil mengusap wajah sedikit kesal.
Tok.
Tok.
Tok
"Mbak, di tunggu mas Darius..." ucap mbok Parni dari balik pintu.
"Darius...? Siapa dia? Apa sopir yang dikirimkan Tante Dania?" batin Arumi.
"Ya, mbok. Sebentar lagi...!"
Sekali lagi Arumi mematut diri. Ia tersenyum melihat pantulan dirinya dalam cermin. Terlebih saat melihat tubuhnya yang sedikit kurusan. Ya...dengan hilangnya sebelas kilogram sudah pasti Arumi terlihat lebih fresh dan cantik. Hal tersebut auto meningkatkan rasa percaya dirinya.
Sejurus kemudian, Arumi menyambar koper traveling berukuran kecil dan menariknya menyusuri anak tangga yang lumayan panjang. Sesampainya di ujung anak tangga, Arumi di sambut senyum oleh seorang laki-laki bertubuh tegap. Wajahnya juga bisa dibilang cukup tampan dengan rambut sedikit gondrong berwarna hitam bergelombang yang diikat rapih.
"Hem, cukup tampan dan elegan..." batin Arumi.
"Sore, Nona. Saya Darius. Saya diperintahkan Nyonya Dania untuk menjemput nona. Apakah nona sudah siap...?"
Arumi mengangguk. Bibirnya mengurai senyum penuh keramahan. Langkahnya gontai, melenggang menuju halaman dimana sebuah mobil mewah milik keluarga William terparkir. Koper yang semula ditentengnya pun kini telah berpindah tangan.
"Ah, kupikir pak Mirza yang akan menjemput. Hehehe....Aku sudah halu duluan" batin Arumi saat ia sudah duduk sempurna dalam mobil.
Tak lama senja datang menjemput. Diam-diam telah meninggalkan terang dan menghantarkan malam ke buni. Arumi tersenyum. Matanya menatap pohon-pohon di sepanjang jalan yang tampak berkejaran.
Bersamaan dengan itu. Perjalanan telah menelan sang waktu hingga hampir dua jam. Arumi yang sempat terlena dalam mimpinya, terkesiap saat mendengar suara berat Darius.
"Nona, sudah sampai. Nona Arumi. Nona..."
"Egh..."
"Maaf, Nona. Sudah sampai di villa..."
"Oya, terima kasih..."
Arumi meregangkan tubuh sejenak saat keluar dari mobil. Matanya memutari setiap inci villa mewah di hadapannya.
"Selamat datang, Arumi..."
Sambut Dania saat matanya melihat kehadiran Arumi. Senyumnya begitu sumringah. Dania langsung memeluk Arumi dan menghadiahinya dengan kecupan pada pipi dan pucuk kepalanya.
"Maaf, atas keterlambatan jemputannya ya? Maklum ada ulet keket yang sempat buat gaduh"
"U-ulat keket, Tante...?"
"Ah, nanti juga kamu tahu. Ayok, kita langsung ke roof. Semua sudah berkumpul di sana..."
"Ya, Tante..."
"Bi Tuti, tolong bawa koper non Arumi ke kamar atas ya"
"Baik, Nyonya..."
Dania tersenyum menatap Arumi. Tangannya menggandeng lengan gadis yang digadang-gadang menjadi menantunya itu.
"*Mirza...kau lihat gadis pilihan mama ini. Kini ia sudah mulai berubah. Sudah makin cantik dan lebih kurus..."
"Duh...jantung jangan buat kacau ya. Tenang...tenang. Apa pun yang terjadi harus tetap tenang. Buktikan bahwa kau gadis yang telah dewasa*..." batin Arumi.
"Situasinya akan rikuh saat Arumi datang, karena ada Andrea di sisiku. Duh...Andrea juga mengapa sikapnya lebai begini ya. Aku semakin rikuh. Sial..." batin Mirza.
"Mengapa Mirza begitu rikuh? Gelayutan tangan Andrea sepertinya membuatnya tak nyaman. Biasanya Mirza bisa bersikap dingin pada situasi apapun, namun tidak saat ini sepertinya. Apakah tengah terjadi sesuatu padanya?" batin Elvano.
"Arumi mengapa kau lama sekali...? Dua hari aku tak melihat mu, hati ku jadi gelisah. Apakah ini cinta...?" gumam Faaz.
"Mengapa Arumi begitu lama dari jadwal yang di tentukan? Apakah ini karena ulet keket itu? Ish...sebel banget lihatnya. Dari tadi nemplok aja pada pak Mirza. Benar-benar ulat keket. Awas kau nanti ya..." batin Vanya kesal.
"Yank, lama sekali sih. Aku sudah lapar. Kita mulai saja yuk..."
"Sebentar lagi. Arumi masih di perjalanan. Mungkin sepuluh menit lagi..."
"Ketimbang gadis kampung saja ditunggu.."
"An, jangan begitu. Itu tamu papa dan mama. Karena mereka yang mengundangnya..."
"Hai semuanya...lihat siapa yang datang?" ucap Dania sambil merangkul bahu Arumi saat sampai di roof.
"Arumi...." batin Mirza. Matanya menatap Arumi sejenak kemudian beralih ke arah lain saat sadar William dan Elvano menatapnya.
"Ini anak nakal sok jual mahal pada Arumi. Padahal hatinya mulai kepincut. Aduh....Tunggu saja kau akan hilang ingatan pada si ulat keket itu" batin William.
"Sini, Ndok..."
"Terima kasih, Om..."
Arumi melangkah menuju sebuah kursi seperti arahan William. Jantung Arumi begitu resah karena kursi itu tepat berada di sebelah kanan Mirza dan sebelah kiri Faaz.
"Hei...apa kabar, Arumi?"
"Baik dokter..."
"Ar, ponsel mu seharian tak aktif? Aku menghubungi mu sejak pagi..."
"Ya, maaf. Ponsel ku rusak. Semalam jatuh"
"Ceroboh sekali...."
"Mirza..." tegur William.
"Tidak apa-apa, Om. Saya memang ceroboh..."
"Ah, sudah-sudah. Ayo kita mulai, Pa..."
William terkekeh saat mendengar ucapan Dania.
"Pertama saya meminta maaf, jadwal liburannya jadi mundur dua pekan dari undangan yang semestinya. Kedua Ayoklah kita makan..." ucap William sambil terkekeh. Itu pun setelah cubitan kecil mendarat di perutnya.
"Berisik. Jangan kelamaan pidatonya..." bisik Dania.
"Selamat makan semuanya..." ucap Dania sambil menuangkan nasi ke dalam piring suaminya.
Ekor mata Arumi tak lepas dari pemandangan di sebelahnya dimana Andrea dengan mesranya mengambilkan makanan untuk Mirza.
"Duh... jika tahu Andrea akan datang, aku pasti menolak undang Tante Dania. Keseeel....!" batin Arumi.
Cletik...
Suara sendok beradu pada piring saat Faaz mengambilkan menu ke piring Arumi. Dan apa yang dilakukan Faaz tersebut ditangkap oleh Mirza. Sekilas terlihat ekspresi tak suka di wajah Mirza, namun kemudian ia dapat dapat dengan menutupinya.
"Jangan rusak program diet mu. Jadi aku pilihkan makanan yang boleh kau nikmati saja..." ucap Faaz setengah berbisik sambil mengkerlingkan sebelah matanya. Sementara tangannya masih sibuk meletakkan lauk untuk dinikmati Arumi.
"Terima kasih, dokter..." ucap Arumi sambil tersenyum.
"Ikat rambut kamu mana?"
"Kenapa, dokter..."
"Aku pinjam..."
Arumi pun mengeluarkan ikat rambut yang memang selalu ada dalam tas kecilnya. Dengan penasaran Arumi memberikannya kepada Faaz. Tanpa ba-bi-bu lagi Faaz pun menyambarnya dan langsung bangkit dari duduknya. Di raihnya rambut hitam Arumi yang tergerai dan mengikatnya. Arumi jadi terkesiap atas perlakuan manis Faaz tersebut. Sejenak wajahnya merona karena tindakan Faaz tersebut disaksikan semua orang tanpa terkecuali.
"Rambut mu mengganggu ketenangan santapan mu. Dan lagi kamu lebih cantik seperti ini..."
Deg.
Jantung Arumi berdegup hebat seiring wajahnya yang semakin merona.
"Cieeee...." ucap hampir semua bersamaan.
"Sial...apa yang dilakukan Faaz? Kau hendak memanasi ku? Aku tak kan berpengaruh.." batin Mirza.
"Wah, bakalan ada pasangan baru nieh..."celetuk Elvano dibarengi dengan gelak oleh yang lain.
Entah mengapa tiba-tiba saja Mirza bangkit dari duduknya. Wajahnya biasa saja. Namun kilat matanya meninjukkan sebuah kekesalan.
"Saya sudah selesai. Maaf saya duluan..." ucap Mirza dan berlalu tanpa mempedulikan panggilan Andrea atau pun lainnya.
"Sayang...aku belum selesai. Sayang...!" rengek Andrea kesal.
"Sudah lanjutkan saja Andrea. Jangan hiraukan Mirza..."
"Iya, Om..." ucap Andrea yang kembali menyantap hidangan di piringnya. Matanya sesekali menatap interaksi Arumi dan Faaz.
"Ada apa dengan pak Mirza. Bukankah santapannya baru saja di mulai. Apa dia tidak berselera dengan menunya? Ah, sungguh tidak sopan perilakunya" batin Arumi.
🌸🌸🌸🌸🌸
Pukul sembilam lewat empat puluh lima menit. Arumi membuka pintu kamar dan bermaksud bergabung dengan yang lain di tempat barbeque. Tapi ia menjadi urug saat dilihatnya Mirza berdiri di depan kamarnya.
"Pak Mirza....?"
"Cuci rambut mu. Aku tidak ingin ada bekas tangan Faaz di sana" ucap Mirza sambil menyodorkan shampoo.
"Loh...kok gitu?"
"Ya harus begitu. Awas jika kau keluar belum mencuci rambut mu, nilai mu akan ku kurangi. Atau bahkan tak ku luluskan di mata kuliah ku"
"Yak...yak...yak...jangan seperti itu, Pak"
"Karena itu turuti perintahku..." ucap Mirza dengan tatapan mengintimidasi.
"Baiklah..." ucap Arumi lesu dan kembali ke dalam kamar.
"Manusia Aneh..." gerutunya.
"Aku dengar....!"
"Ya, Pak. Maaf..!"
"Tuh manusia kulkas tajam juga pendengarannya. Sial..." batin Arumi.
Kurang lebih dua puluh menit kemudian, Arumi pun telah bergabung kembali bersama yang lainnya. Mirza tampak tersenyum puas saat melihat rambut Arumi sedikit lembab.
"Ar, Lo mandi...?"
"Ah, tidak. Cuma cuci rambut saja. Tadi terasa gerah..."
"O..."
"Nah, Arumi dan lainnya. Saya punya tantangan untuk kalian..."
"Apa tuh, Om?"
"Apa tuh, Pa..."
"Ada hadiahnya tidak...?"
"Belum apa-apa sudah nanyain hadiah. Pokoknya yang berhasil memenangkan tantangan ini ada hadiah istimewa yang menunggu"
Prok.
Prok.
Prok.
Suasana menjadi riuh dengan tepuk tangan saat tahu ada hadiahnya.
"Ok, saya akan membagi kalian jadi tiga kelompok. Mirza dan Andrea, Arumi dan Faaz, Elvano dan Vanya. Masing-masing akan mendapat satu buah gitar..." ucap Dania sambil memberikan gitar pada masing-masing kelompok yang sebelum sudah berkelompok dengan sendirinya.
"Lalu apa tantangannya, Tante...?"
"Wah, Vanya sudah tak sabar Sepertinya..." ucap Dania yang disambut kekeh yang lain.
"Saya yakin kalau para pria bisa bermain gitar. Karena itu tugas para pria adalah mengajari pasangannya bermain gitar. Lagunya kalian bisa pilih satu diantara tiga berikut. Cinta Luar Biasa (Admesh), Menualah dengan ku (NaFF), Cintanya Aku (Tiara Andini Feat Arsy Widianto)..."
"Beuh...romantis semua. Vanya mau pilih yang mana?"
"Em, cintanya aku sepertinya ok dech kak..."
"Oke kita pilih yang itu..."
"Sayang kita pilih yang Menualah Dengan ku, ya...? Tapi nanti ajari aku ya, sayang"
"Baiklah..."
"Wah, Ar...kita kebagian Cinta Luar Biasa"
"Tidak apa-apa, Kak. Itu juga bagus. Bahkan bagus banget..."
"Kak...? Kenapa Arumi memanggil Faaz dengan embel-embel Kak? Sudah se-intens itu kah hubungan keduanya?" batin Mirza.
"Baik. Waktu kalian mulai malam ini sampai setelah makan padi esok. Kurang lebih jam delapan. Bagaimana, sanggup...?"
"Sanggup...." ucap semua walau disusupi kegamangan.
"Semoga rencana kita berhasil ya, Pa..."
"Semoga saja...."
"Em, tadi papa lihat tidak reaksi Mirza di meja makan saat melihat interaksi Arumi dan Faaz?"
"Ya. Sepertinya anak ganteng kita itu terjangkit virus cemburu..."
"Hehehe..." tawa William dan Dania setengah ditahan.
🌸🌸🌸🌸🌸
"Aku tahu Arumi bisa memainkan gitar. Apalagi lagi lagi Cinta Luar Biasa ini. Aku pernah melihatnya di rumah sakit. Tapi berpura-pura lah tidak bisa untuk malam ini..."
"Ah, kak Faaz ini serba tahu ya. Kak Faaz memang selalu di depan..." ucap Arumi sambil menunjukkan ibu jarinya meniru sebuah iklan.
"Hahaha...kamu tuh ya" ucap Faaz sambil mengacak pucuk kepala Arumi.
"Sial...kenapa aku harus menyaksikan interaksi Faaz dan Arumi? Sial..." batin Mirza.
"Kita mulai ya. Kita pelajari dahulu chord gitar nya ya. Aku sudah tak searching. Nieh..
"Kunci G itu begini..." ucap Faaz. Tangannya memegang jemari tangan Arumi dan mengarahkannya. Tak jarang, Faaz mengacak pucuk kepala Arumi sebagai apresiasinya saat Arumi berhasil menguasai satu kunci. Dalam waktu satu jam beberapa kunci gitar pun diselesaikan Arumi. Walaupun sebenarnya Arumi telah menguasai semua, namun demi meluluskan permintaan Faaz dengan aktingnya, maka Arumi rela melakukannya.
"Selesai...!" ucap Faaz yang langsung mendapat perhatian semua.
"Em, maksudnya kuncinya. Lagunya belum. Hehee...." ralat Faaz sambil menggaruk kepala walau tak gatal.
🌸🌸🌸🌸🌸
"Ah, sial...! Lagi-lagi aku harus menyaksikan interaksi Faaz dan Arumi. Duh...kenapa Arumi cepat sekali menguasai banyak kunci? Aku jadi penasaran trik apa yang digunakan Faaz sehingga Arumi cepat menguasainya. Aku ingin menerapkan trik tersebut pada Andrea yang sejak tadi sulit sekali aku ajari. Ah..." batin Mirza.
Sejak di mulainya tantangan, mata Mirza selalu mencuri pandang ke arah Faaz yang begitu asyik mengajari Arumi. Sesekali Faaz pun terlihat menyuapkan potongan buah ke mulut Arumi yang Arumi terima dengan senang hati, walau hatinya tak menerimanya sepenuhnya.
"Sayang...ayo kita lanjutkan. Aku tidak boleh kalah dari gadis kampung itu"
"Aduh, Andrea...kita istirahat sebentar ya. Aku lelah..." ucap Mirza sambil memijat keningnya perlahan dan menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi.
"Ada apa dengan pak Mirza. Mengapa ia terlihat frustasi? Apakah begitu sulit mengajari Andrea...?" batin Arumi yang matanya juga sesekali menatap interaksi Mirza dan Andrea. Entah mengapa setiap melihat interaksi keduanya, Arumi merasa ada desiran aneh yang menelusup dalam hatinya. Apakah itu rasa cemburu? Arumi tidak mengetahuinya...
"Ahai...rasakan itu, Mirza. Kau frustasi melihat interaksi Arumi dan Faaz. Makanya jangan sok jual mahal. Aku yakin cintamu sudah mulai terbagi dua..." batin Elvano.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 127 Episodes
Comments
Kariyati Kariyati
kapan up
2022-03-19
0