Rama pulang setelah meneliti dan menelusuri pagar ghaib di sekolah yang tak rusak.
tapi kenapa bisa terjadi kesurupan masal seperti tadi, dia pun terlihat begitu lelah karena mengunakan hampir seluruh kekuatannya.
sesampainya di rumah, terlihat kedua putranya sedang mengerjakan PR dan Wulan sedang duduk sambil menjaga kedua putra mereka.
"assalamualaikum Amma," sapa Raka
"waalaikum salam, ayah baru pulang? sebenarnya apa yang terjadi, kenapa Arkan bisa di ikuti mahluk ghaib, apa perlu kita melakukan pemagaran lagi?" tanya Wulan.
"aduh Amma yang cantik, satu satu dong kalau tanya, ayah bingung mau jawab yang mana," kata Raka tersenyum.
"ih ayah ini, Amma tanya beneran nih," kata Wulan.
"sepertinya, ada seseorang yang sengaja mengincar putra kita, dan tadi murid-murid juga kerasukan, jadi lusa biar kita melakukan ruqyah massal lagi," kata Raka.
"baiklah-baiklah, aku mengerti biar besok aku menuju ke tempat ustadz Arifin untuk mengajaknya," kata Rafa yang datang.
"tapi sebelum itu, boleh aku tanya, kenapa aku melihat batu di pinggir desa seperti ulat, dan selalu saat lewat sana, aku merasa jika begitu familiar dengan aura ditempat itu," tanya Aryan pada Rafa.
"sudah ayah Rafa bilang, jangan pernah main kesana, karena itu tempat yang tak baik, terutama Arkan," kata Rafa.
sedang Wulan melihat Raka, dan suaminya itu hanya mengangguk memberikan pengertian.
terlebih itu terjadi karena khodam itu hampir saja membuat kedua putranya berada dalam masalah besar.
"baiklah, dan jangan pernah kesana lagi oke," kata Raka.
"iya ayah," jawab kedua putranya itu.
"sudah kalian berdua lekas mandi dan segera berangkat ke mushola untuk mengaji," kata Wulan.
"iya Amma," jawab keduanya.
mereka pun pergi untuk mandi, sedang Wulan masih tak bisa mengatakan tentang ratu.
"ayah lebih baik masuk dan makan dulu, ajak mas Rafa juga,"
"baiklah Amma ku tersayang, kami kebelakang dulu, ayo Rafa," ajak Raka yang ingin membicarakan hal yang lain.
Wulan pun membawa dua piring berisi makanan kepada kedua saudara itu, karena keduanya memilih menikmati suasana dari kebun bambu.
di belakang rumah Raka memang kini di tanami bambu kuning karena keluarganya begitu banyak bergantung pada jenis bambu itu.
selain bambu kuning, ada juga bambu Jawa dan bambu petung yang cukup banyak tumbuh dan membuat suasana begitu adem.
"apa butuh sesuatu lagi ayah?" tanya Wulan
"Amma, tolong ambilkan kapak dan clurit ya, buat ambil bambu muda ya, enak nih kayaknya di buat jangan santan," kata Raka.
"iya ayah," jawab Wulan tersenyum.
tak lama saat dia ke rumah, ternyata Jasmin datang bersama Faraz. "loh mbak ipar kesini, suami mbak ada di kebun bambu,"
"aduh ayah ini memang ya, masak iya istrinya sedang hamil di tinggalin sendiri, dan kakak nanti berangkat sama dua adik mu ya," kata Jasmin yang sedikit mencubit putranya itu gemas.
"iya bunda, dan Amma mana kedua adik ku? kenapa mereka begitu sepi-sepi aja," tanya Faraz.
"kami disini, ayo berangkat kak," ajak kedua saudara itu.
"hei, kalian bertiga harus pamit sama ayah dulu, jangan sampai kedua ayah kalian marah lagi," kata Jasmin yang langsung menarik ketiga orang itu.
sesampainya di kebun bambu, dan pamitan pada kedua ayahnya itu, dan segera berangkat ke mushola untuk mengaji.
Wulan pun datang dengan pesanan dari Raka, dan membuat Jasmin terkejut.
"Wulan kamu mau apa, kenapa bawa kapak, serem ah," kata Jasmin.
"tau nih, sepertinya suamiku ingin buat tempat duduk bambu lagi sepertinya," kata Wulan melihat Raka.
"gak lah Amma, buat apa buat bayang lagi, aku mau ambil bung itu, supaya besok bisa makan jangan lodeh," jawab Raka yang mengambil kapak dan sabit dari tangan istrinya.
sedang Jasmin gemas melihat suaminya yang malah sedang asik makan di tempat adik iparnya.
"huh dasar mas ini, kenapa malah makan pagi disini, lihat itu perutnya udah mau balapan sama perutku," kata Jasmin.
"tenang sayang, mulai besok aku akan merawat tubuhku agar kembali fit, terlebih kami sepertinya akan mulai sering melakukan pekerjaan alam lain lagi," kata Rafa.
Jasmin diam, dia sebenarnya ketakutan karena jika terjadi sesuatu yang tak diinginkan bisa menimpa mereka.
sedang ketiga bocah itu berjalan menuju ke tempat ustadz Arifin mengajar.
sesampainya di tempat ngaji itu, mereka pun masuk dan berkumpul bersama temannya yang lain.
"ustadz, bukankah hari ini hari Kamis," kata seorang murid.
"ya kamu benar, kita sekarang bersiap ya, karena kita akan melakukan tahlilan di makam desa, karena ini kegiatan rutin," kata ustadz Rasyid.
"maaf bisakah aku tak ikut," kata Arkan yang memang merasa tak enak.
"hei adik kecil, kamu kenapa? ayo ikut saja dan jangan bilang putra pertama dari pasangan hebat malah jadi penakut," ledek Rania.
"aku bukan penakut, tapi aku merasa tak enak saja," jawab Arkan kesal.
"sudah-sudah, tak akan ada apa-apa nak, nanti kamu dekat ustadz saja, semuanya ayo kumpul dan mulai berjalan ke makam desa," kata ustadz Arifin.
"baik ustadz," jawab semua murid.
ustadz Arifin merangkul Arkan, dan mengajak bocah itu berjalan bersama.
mereka semua sampai di makam desa, dan mulai mencari tempat duduk dan ustadz Rasyid memimpin tahlil dan Yasin untuk semua warga yang telah meninggal dunia.
semua berjalan lancar, dan setelah tahlil mereka pun bersiap kembali ke mushola untuk melakukan setoran hafalan.
tapi saat mereka ingin kembali, tiba-tiba tiga orang sedang berdiri di depan semua murid ustadz Arifin.
ketiga orang itu memiliki mata merah dan wajah yang mengerikan, "ada apa ini?" marah ustadz Rasyid.
"serahkan mereka bertiga pada kami," kata pria itu menunjuk kearah Faraz, Aryan dan Arkan.
"ho-ho-ho, kami tidak mau, ya kali kami mau ikut orang aneh," saut Aryan tengil.
Rania yang kesal langsung memukul kepala adik sepupunya itu, "tutup mulutmu, kamu tak tau ini bahaya," kesal gadis itu.
"kenapa ih," kata Aryan.
tapi tak terduga Arkan maju begitu saja, bahkan ustadz Arifin tak bisa menghentikan bocah itu.
"kalian ingin aku kan, bawa kalau bisa," kata Arkan menantang ketiga orang itu.
"kalau begitu jangan salahkan kami jika kamu mati anak kecil," kata pria itu yang langsung berlari menerjang kearah Arkan.
Arkan langsung duduk bersila dan mengambil tanah di depan makam desa.
"Ki Adhiyaksa, aku bebaskan kamu dari hukuman, tapi lindungi kami semua!" teriak Arkan.
tiba-tiba angin bertiup kencang, bahkan petir menyambar baru besar itu hingga terbelah.
"Arkan!" teriak Rafa yang merasakan hal buruk.
tiba-tiba tubuh Arkan kerasukan, bocah kecil itu menyeringai melihat kearah ketiga pria itu.
Arkan langsung mengambil batu dan melemparkan batu itu kearah pria yang menyerangnya dan membuat pria itu kesakitan dan pingsan.
"kalian bukan tandingan ku, ha-ha-ha," kata Arkan.
tiba-tiba semua khodam milik orang tuanya, berkumpul di sekitar tubuh Arkan, dan Aryan kaget melihat itu.
"apa ini kekuatan Arkan yang sesungguhnya," gumam Aryan melihat sang kakak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 198 Episodes
Comments
Fibianca Fibianca
Thor krng spesifik gitu cerita ny binggung gak ngerti alurny lbh detil lg Thor menceritakan tmpt dan keadaan ny
2022-06-28
1
Anisbasri
sampai sini msh blom ngerti alur cerita nya
2022-06-23
1
lili permata
puyeng thor, thor yang suaminya wulan itu Rama, Raka ATAU Rafa ?? 😅
2022-06-14
0