#08

"Sudah pagi, Nona. Apa Anda tidak ingin bangun sekarang?"

Suara lembut milik Gina, asisten rumah tangga yang bertugas melayani segenap keperluanku, samar-samar terdengar menyapa gendang telingaku. Aku tak tahu apakah aku benar-benar mendengar suaranya ataukah gadis itu masuk ke dalam mimpiku tanpa permisi. Sebab ia terlalu sering membangunkanku, menyambangi kamarku, dan lebih banyak bicara denganku ketimbang asisten rumah tangga yang lain.

"Nona Talisa... "

Lenganku terguncang sangat pelan, tapi aku masih cukup peka untuk merasakan sentuhan di atas permukaan kulitku sekalipun sedang tertidur. Gina benar-benar nyata. Ia bukan bagian dari mimpiku

"Apa sudah pagi?"

Pertanyaan sia-sia. Kedatangan Gina adalah sebuah pemberitahuan jika pagi telah tiba. Gadis itu tampak segar dan aroma sabun mandi sekilas menyentuh indra penciumanku.

"Iya, Nona." Gina mundur selangkah ke belakang. "Nyonya Anna menyuruh Anda agar segera turun."

Aku tidak mau menemui mama.

"Aku masih mengantuk. Bilang saja aku akan sarapan nanti," balasku seraya menarik selimut kembali. Aku tidak ingin berdebat dengan mama sepagi ini. Ia beruntung karena semalam kami tidak bertemu di ruang tengah seperti biasa. Agaknya ia pulang terlambat kemarin.

"Ada sesuatu yang penting yang ingin Nyonya sampaikan pada Anda, Nona," ucap Gina. Ia menyampaikan pesan mama dengan bahasa paling sopan padahal bagiku itu merupakan sebuah paksaan.

"Suruh dia menelepon atau tinggalkan pesan," suruhku malas. Lebih baik tidak bertatap muka dengan mama untuk sekarang sampai dua hari ke depan. Aku butuh waktu untuk meredakan emosi.

"Maaf, Nona. Nyonya akan marah kalau Nona Lisa tidak segera turun."

"Biar saja," sahutku dengan mata terpejam.

"Ada seorang laki-laki datang, Nona. Mungkin Anda akan dijodohkan... "

"Apa?!" Aku buru-buru mengangkat kepala dari atas bantal. "Aku mau dijodohkan?" tanyaku dengan mata terbelalak.

"Sepertinya begitu," jawab Gina setengah ketakutan.

Aku harus membuat perhitungan dengan mama, batinku sambil menuruni anak tangga usai menjatuhkan selimut tebalku ke atas lantai. Bagaimana bisa ia menjodohkanku tanpa bertanya lebih dulu? Meskipun wanita itu yang mengandung, melahirkan, dan merawatku hingga aku tumbuh dewasa, tapi ia tidak berhak mengatur atau menentukan hidupku. Aku mempunyai hak sepenuhnya atas diriku sendiri.

Gina benar. Seorang laki-laki memakai setelan hitam dan berdasi terlihat duduk menghadap mama di sofa ruang tamu. Sejujurnya jika dilihat dari wajah dan penampilan, Bram jauh lebih tua ketimbang darinya. Namun, aku sama sekali tidak tertarik padanya.

"Mama ingin menjodohkanku?" hardikku kasar. Tak peduli dengan tamu mama yang terus menatapku.

Mama menoleh. Ia tampak terkejut melihatku yang tiba-tiba sudah berdiri di samping sofa tempatnya duduk.

"Talisa?" Ia membelalak.

Silakan jika ingin memarahiku sekarang, batinku. Aku akan senang jika laki-laki itu berubah pikiran dan membatalkan perjodohan kami.

"Apa mama ingin mengatur hidupku?" cecarku dengan masih berdiri kaku.

"Apa maksudmu?" Mama bangkit dari tempat duduknya.

"Mama ingin menjodohkanku dengannya, kan?" Aku melirik manusia yang mematung di atas sofa dan sedang memperhatikan kami berdua. Mungkin baginya aku dan mama tampak seperti pemain sinetron yang sedang berakting di depan kamera.

"Mama akan mempekerjakannya mulai hari ini," tandas mama membuatku tercekat. Rasanya harga diriku jatuh saat ini juga karena salah paham. Laki-laki itu bukanlah orang yang akan dijodohkan denganku, tapi seseorang yang akan bekerja pada mama.

"Tapi kata Gina... "

Sial. Aku akan menghukum Gina atas kesalahannya.

Mama kembali menjatuhkan tubuhnya ke atas sofa.

"Namanya Jathayu. Dia akan menjadi pengawal pribadimu mulai hari ini," ucap mama memperkenalkan laki-laki yang masih mematung tanpa ekspresi di seberang tempat duduk mama.

"Pengawal pribadi?" Keterkejutanku belum tuntas dan mama membuatku terkejut untuk kedua kalinya.

"Dia akan mengawasimu selama 24 jam penuh dan mengikutimu ke mana pun kamu pergi," beritahu mama.

"Apa?!" Keningku sudah terlipat jauh ke dalam mendengar pernyataan mama yang terdengar sangat konyol dan tidak masuk akal. "Mama melakukan semua ini hanya agar aku putus dari Bram?"

"Mama tidak punya cara lain lagi, Lisa. Selama ini kamu tidak pernah mendengarkan nasihat mama. Jadi maafkan mama jika terlalu keras padamu kali ini," tandas mama dengan sikap tenang.

"Ma!"

"Jangan berteriak pada mama, Lisa!" Mama bangkit kembali dari atas sofa dan balas meneriakiku tanpa terduga. Wanita itu sukses membuatku terkesima dengan amarah yang sudah menyatu padu di wajahnya. Aku tak pernah melihat mama semarah ini sebelumnya. "Ketika papamu mencampakkan mama, kamu tahu apa yang mama rasakan saat itu?" Sepasang matanya menajam meminta jawaban dariku.

"Kenapa mama membahas itu sekarang?"

"Saat itu mama merasa ingin mati, Talisa," ucap mama. Suaranya bergetar terbalut pilu yang teramat dalam. "Mama merasa hidup mama hancur dan rasanya masih sakit sampai sekarang. Mama mencintai papamu, tapi apa yang dilakukannya pada mama? Dia meninggalkan mama dan kamu yang masih berumur dua tahun, Talisa. Kalau saja bukan karena kamu, mama sudah melompat ke laut saat itu. Mama bertahan hidup hanya demi kamu. Jadi, mama mohon... jangan melukai hati mama dengan tindakanmu... "

"Kenapa mama bicara seperti itu?" gumamku. Malah aku yang merasa canggung dengan sikap dramatis mama di depan laki-laki yang konon direkrut untuk menjadi pengawal pribadiku. "Apa mama tidak malu padanya?" Aku sengaja berbisik, tapi tak yakin jika laki-laki itu tidak bisa mendengar suaraku.

"Kenapa mesti malu?" Mama masih menegakkan wajah dan bersikap santai. "Dia bekerja untuk mama. Lagi pula tidak ada gunanya bagi dia mengetahui masa lalu mama. Toh, semua orang sudah tahu siapa kita."

"Tapi mama tidak perlu menyewa pengawal pribadi segala. Ini memalukan, Ma," keluhku meminta belas kasihan darinya. Aku bukan orang populer. Aku juga bukan orang penting. Kurasa masalah pengawal pribadi itu terlalu berlebihan.

"Jika kamu berjanji akan memutuskan hubunganmu dengan laki-laki itu, mama bersedia membatalkan perekrutan pengawal pribadimu. Bagaimana Talisa? Apa kamu bersedia putus dari laki-laki itu?"

Aku terjepit dalam pilihan yang sangat sulit. Bram sangat berarti untukku, tak peduli setua apapun dirinya. Aku mencintainya meski orang-orang akan memandang rendah diriku karena mencintai laki-laki yang usianya jauh di atasku.

"Apa kamu tidak bisa memilih?" Mama menelengkan sedikit kepalanya. Waktu berpikirku telah habis dan mama tidak ingin menunggu lebih lama lagi. "Atau pilihan yang mama berikan terlalu sulit?"

"Aku tidak memilih dua-duanya," ucapku beberapa detik kemudian. Jujur saja aku tidak akan memilih satupun penawaran yang diberikan mama. Tak ada satupun yang menguntungkan untukku.

"Baiklah, mama mengerti. Berarti mama yang akan memutuskan pilihan untukmu."

"Terserah!"

***

Terpopuler

Comments

Eti Rochaeti

Eti Rochaeti

ceritain aja seharusnya ke Talita, bagai mana hancurnya hati mamahnya, biar tau gimana mamahnya berjuang untuk tidak Putus asa dalam keterpurukan di tinggalkan suaminya, biar sadar.

2021-07-22

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!