"Kite rayain dengan makan-makan nyok," ajak Tasya.
"Kagak, Nur mulai siang ini diet!" jawab Nur dengan menekankan kata diet.
Tasya tersenyum, "Nah gitu dong..., aye jadi ikut semangat dan seneng," sahut Tasya. "Kite lanjut kemana nih?"
"Ke mall, beli baju, Nur baru punya dua biji baju kerja," jawab Nur.
"Ok! Nyok ah!"
"Tapi entar, Nur kebelet pipis ke belakang dulu ye. Lu kagak usah ikut, nunggu di sini aje," pinta Nur dan diangguki Tasya.
Nur berjalan mengikuti tanda mengarahkan ke toilet. Kakinya berhenti melangkah. Dia berdiri mengantri, dua orang sudah keluar baru Nur masuk ke toilet itu.
"Alhamdulillah...," ucap Nur sambil nepuk perutnya yang merasa plong.
Dia berjalan kembali ke tempat di mana Tasya sedang duduk menunggunya. Mata Nur menatap sekitar taman yang luas nan indah itu, sayang, ada sebagian taman yang rusak akibat ulah tangan manusia dan mungkin juga karena faktor alam maupun cuaca. Namun, di saat Nur fokus menatap kiri kanan. Tiba-tiba saja Nur seperti menghantam sesuatu.
Bugh.
Nur nyeringis, menangkupkan dua tangan. Orang yang dia tabrak terperenyak di tanah.
"Maaf," lirih Nur, memundurkan langkahnya tapi...
Kreyek.
"No!" teriak laki-laki yang masih belum beranjak dari tanah, dia merangkak mengambil ponsel yang diinjak Nur.
"Maaf lagi," ucap Nur setelah kakinya berpindah karena merasa ada yang mengganjal di sana, dia merasa takut karena sudah melakukan 2 kesalahan dalam waktu bersamaan.
Laki-laki itu berdiri menatap Nur dengan tatapan kesal dan bertambah kesal karena wanita yang di depannya belum lama ini juga membuat kesalahan yang hampir sama.
"Kamu lagi!" geram laki-laki itu.
"Aye?" Nur menunjuk diri merasa tidak pernah bertemu dengan laki-laki tersebut.
"Jelas kamu!" Sengit laki-laki itu.
"Apa perlu aku bongkar kepala kamu biar ingat siapa aku!" lanjut lelaki itu.
Nur hanya nyeringis, otaknya memang sulit mencerna wajah seseorang. Apalagi kalau hanya bertemu satu dua kali, pasti akan terlupakan.
"Tapi itu tidak penting! Yang terpenting sekarang! Bagaimana kamu ganti ponselku ini?!"
Nur memanyunkan bibirnya. Dia tahu ponsel yang dipegang lelaki itu mahal, mana bisa dia ganti.
"Berapa buat ganti ntuh ponsel," tanya Nur dengan suara lirih.
"Mana ponsel kamu?" pinta lelaki itu.
"Pak, ponsel aye atu-atunya dan ponselnya tidak sebagus ponsel Bapak jadi aye mohon jangan diminta," pinta Nur.
"Buruan ambil, atau aku yang ambil paksa!" seru lelaki itu.
Tangan Nur merogoh tas dan mengambil ponselnya, dengan terpaksa menyerahkan ke lelaki tersebut.
Terdengar dengusan ejekan dari lelaki itu, dia mengusap ponsel Nur yang tanpa kunci pembuka. Kemudian menuliskan nama dan nomor ponsel di benda pipih canggih milik Nur.
"Nih! Aku tidak tertarik dengan ponsel bututmu! ejek lelaki itu menyodorkan ponsel milik Nur
Nur mengerucutkan bibirnya mendengar ejekan lelaki itu. Tangannya mengambil ponsel, matanya kemudian menatap kontak nama dan nomor ponsel yang baru disimpan lelaki tersebut.
"Da-mar," lirih Nur mengeja nama tersebut.
"Jangan coba-coba lari, ingat akan kutagih! Sekalian jas mahal yang sudah jadi sampah itu, akan aku minta tagihannya juga!" ucapnya dengan nada ancaman.
Nur membulatkan matanya, dia baru teringat. Siapa lelaki di depannya. Ya, dia orang yang ditabraknya sewaktu di mall, saat itu kemeja dan jasnya penuh dengan es krim coklat yang sedang dia makan.
"Bapak_"
Damar tersenyum, "sudah ingat!" potong Damar .
Nur mengangguk pelan.
"Bagus! Siap-siap dapat kabar baik dariku dari pada masuk buih!" ancam lelaki itu kemudian melangkah pergi.
"Issst! Sombongnya! Dasar orang kaya kagak berperikemanusiaan!" umpat Nur lalu pergi melanjutkan langkahnya dimana Tasya sedang duduk.
"Lama bener Nur? Lu nyasar?"
"Kagak, cuma antrean panjang kayak kereta, nyok buruan pergi!" ajak Nur.
Tasya mengangguk walaupun otaknya penuh tanya dengan ekspresi wajah Nur yang terlihat kesal.
...****************...
Nur membuka paper bag yang tadi siang diberi Tasya. Ada satu set baju kerja. Sudah kesekian kali Nur mencoba baju itu. Rasanya sudah tidak sabar menunggu esok hari.
"Padahal tinggal 3 jam lagi, nape Nur kagak sabar gini? Berasa anak SMA mau sekolah," gumam Nur sendiri dan diikuti senyum.
Nur melepas baju itu kemudian merapikannya. Setelah rapi, Nur melangkah ke dapur. Terlihat Papi dan abangnya mempersiapkan barang yang akan mereka dagangkan.
"Nur, tolong lanjut aduk nih bubur," pinta Reza menyerahkan pengaduk yang terbuat dari kayu panjang.
Reza dengan gesit pindah menggoreng bawang.
"Mami belom bangun Bang?" tanya Nur dan tangannya tetap bergerak mengaduk adonan bubur.
"Udeh, kalau belom bangun mana bisa Abang sudah bangun," ucap Reza karena dia selalu bangun setelah dibangunkan maminya.
"Masih tahajud?" Nur memastikan.
"Ye," jawab Reza.
Di keluarga ini lah Nur dibesarkan. Selalu bangun sebelum subuh untuk menyiapkan dagangan bubur ayam. Dari bubur ayam inilah Nur dan saudaranya, Reza Rahmat Rahadian bisa sekolah hingga perguruan tinggi. Dari bubur ayam ini pula Rahmat dan Fatimah sudah mengunjungi Ka'bah untuk menunaikan rukun Islam kelima.
"Biar aye aje Nur nyang ngaduk," pinta Zaenal salah satu pegawai yang terlihat keluar dari toilet.
Nur menyerahkan kayu aduk itu. Dia melangkah ke kamar untuk memastikan kedua anaknya tidak terbangun.
Waktu terus berjalan, matahari sudah nampak dari ufuk timur, sinarnya sudah terasa menghangat di kulit. Saat yang Nur tunggu akhirnya datang, Nur sudah melangkah masuk ke bangunan tempat dia bekerja. Jantungnya berdebar tidak karuan, sesekali Nur menghirup dan mengempaskan napasnya dengan perlahan agar terasa rileks.
"Silahkan Ibu Nur, anda duduk di kursi itu," salah satu pegawai perusahaan menunjukkan meja kerja Nur.
Nur mengangguk tersenyum dan mengucapkan terima kasih setelah itu langsung duduk di kursi kerjanya. Tapi apes menimpa karena Nur yang terlalu excited dia menduduki kursinya dengan lompat dan...
Brugh.
Nur terjatuh dari kursi, semua terkekeh tanpa kecuali Tasya yang baru lewat.
Dia memapah Nur yang terlihat nyeringis kesakitan dan muka yang malu.
"Maaf Nur, aye dosa karena aye ikut ketawa," ucap Tasya sambil menahan tawa.
Nur memanyunkan bibirnya.
Sudah, sudah, tertawanya lanjut nanti, kita berterima kasih pada pegawai baru yang membuat pagi kita jadi bisa tertawa lebar, "pahala lu banyak Nur," ucap Tasya.
Satu sekat tim marketing yang berisi sekitar 10 pegawai berhenti tertawa.
"Tolong perlakuan dengan baik temanku ini," lanjut Tasya.
"Siap Sya!" jawab kompak mereka kemudian Tasya beranjak pergi ke meja kerjanya.
Nur tersenyum mendengar itu, "aye... Nur, mohon bimbingannye," ujar Nur sekaligus memperkenalkan diri.
Ya, ok, pasti, ada juga yang mengacungkan jempol itu jawaban mereka.
"Diem ada pak bos datang," ucap salah satu mereka dan dengan sigap langsung berdiri memberi salam hormat tanpa suara hening seperti seorang komandan sedang masuk ke lapangan upacara.
Dia terlihat angkuh tanpa memberi salam atau sekedar senyum pada pegawai yang berdiri dengan hormat dan menyapa dengan sapaan 'pagi Pak'
Nur melirik sedikit mengangkat kepalanya ke arah orang yang berjalan tegak tanpa senyum itu.
'Die... orang ntuh?!' monolog batin Nur dan sontak mulutnya menganga.
"Hust! Duduk! Apa kamu mau berdiri terus?!" seru wanita di sebelah Nur karena si bos telah masuk ke ruangannya.
Nur mengiyakan dan duduk dengan rasa lemas, 'kagak mungkin! Mungkin Nur salah lihat!' batin Nur bermonolog kembali.
"Wajar kalau kamu sampai menganga seperti itu, aku yang tiap hari temu saja selalu meleleh melihat ketampanannya," lanjut wanita di samping meja kerja Nur dia tersenyum genit sambil memeluk diri sendiri.
Nur hanya nyeringis menimpalinya.
Nur mulai dengan tugas barunya, di bagian marketing melihat berbagai pemasaran dan mempelajari seluk beluk perusahaan. Bahkan tender baru yang akan dikerjakan perusahaan Nur juga pelajari.
Setelah berjam-jam duduk, Nur merasa ingin buang air kecil, dia mengangkat pantatnya.
"Mau kemana Nur?" tanya Resti, wanita yang di samping meja kerja Nur.
"Toilet," jawab Nur.
"Sudah tahu tempatnya kan?"
Nur mengangguk karena tadi dia sudah membaca denah perusahaan.
Di tengah jalan dia akan kembali ke ruang kerjanya. Ada tangan yang menariknya paksa hingga Nur masuk di sebuah ruang yang sepertinya gudang alat kebersihan.
Nur menatap heran lelaki yang menyeretnya masuk, mulutnya yang terbekam kini dilepas olehnya.
"Berani sekali kamu kerja di tempat ini!" ucapnya dengan kesal dan tatapan yang tajam.
Nur mengempaskan napasnya kasar.
"Kenapa? Abang takut?"
"Cih! Takut?! Tidak salah kamu bicara?!" elak Raditya.
"Aku hanya tidak ingin namaku kamu bawa-bawa! Itu bisa merusak reputasiku! Ingat! Kita sudah tidak ada hubungan apapun dan jangan mencoba mengejarku kembali!" ancam Raditya.
Nur tertawa menyeringai, "Nur kagak mungkin memungut sampah nyang udeh Nur bakar di tempat sampah! Nyang ade Nur pendem dalem-dalem ntuh sampah!" jawab Nur lebih menekan dan mendorong tubuh Raditya agar menjauh darinya.
Nur keluar dari gudang itu berjalan ke meja kerjanya.
"Brengs*k! Dia harusnya berterima kasih kemarin aku tidak mempersulit sidang perceraian! Sekarang dia mencari gara-gara!" kesal Raditya.
"Kalau saja waktu itu Nur tidak melihat semua itu! Sudah kupastikan tanah orang tuanya sudah berpindah tangan ke aku!" gerutu Raditya.
"Tapi tidak masalah, bukankah aku sudah dapat yang lebih segalanya dari Nur," lanjut Raditya diiringi senyum menyeringai.
"Kenapa matamu Nur?" tanya Resti melihat Nur datang dengan mata yang memerah.
"Tadi kelilipan," jawab Nur dan mendudukkan pantatnya di kursi kerja.
Nur menyapa lagi nih, like komen hadiah vote aye tunggu 🤗🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
*~er~*
sama kayak aq, mudah lupa ma orang yang baru 1x 2x ketemu
2022-08-24
0
Najwa Aini
Satu tempat kerja dengan mantan suami??
2022-05-20
0
Deche
kagak malu laki-laki matre kagak ade harga dirinye
2022-03-29
1