POV: Seas
"AAAA! PELAN-PELAN DASAR BODOH! INI SANGAT SAKIT!" Aku bergeliat di sofa. Sky sedang membantuku memakai perban di kaki kiriku.
Karena banyak yang terluka, jadi hari ini pelajaran diliburkan. Sepertinya Sky juga libur.
"SKY! APAKAH KAU TAU CARA MEMASANG PERBAN?! KAU MALAH MENYENTUH LUKANYA!" Aku hampir menangis kali ini. Sial! Ini sangat sakit dasar Sky bodoh!
"Sabarlah Seas! Aku sedang memberikan ramuan agar dagingmu cepat tumbuh!" ucap Sky dengan kesal, Sky menepuk pelan lukaku membuatku bergeliat kesakitan.
"Bagaimana bisa kau terluka separah ini?!" Sky menatapku sambil mengerucutkan bibirnya. Sky berdiri setelah perbannya selesai terpasang dan duduk di sebelahku.
"Kemarin aku hampir mati Sky ...," ucapku lemas sambil bersandar di bahu Sky.
"Bukankah kau selalu mengatakan ini setiap hari?" ucap Sky. Dia terlihat bosan mendengar keluh kesahku.
"Lebih baik aku yang mengobatimu daripada Venom kan?" Sky mendorong kepalaku menjauh dari bahunya.
Ugh, dia benar. Venom benar-benar tak punya peri kemanusiaan saat mengobati seseorang. Bayangkan kalian punya luka terbuka, dan ada pasir di dalamnya. Kalian tau apa yang Venom lakukan? Menggaruk lukanya agar pasirnya ikut hilang.
"Benar-benar seperti neraka ...," ucapku merinding saat mengingat kejadian kemarin. Aku benar-benar bersyukur Sky tau cara menghilangkan pasir dengan cara yang lebih manusiawi.
"Oiya, apakah kau libur hari ini?" tanyaku pada Sky yang sibuk melihat beberapa cairan kimia. Sky menganggukkan kepalanya tanpa menoleh padaku.
"Bagus! Ayo ikut aku!" ucapku bersemangat. Sky membalikkan badannya dan menatapku dengan tajam.
"Aku tidak tau kau itu bodoh atau idiot. Kau mau pergi dengan kaki seperti itu?" ucap Sky sambil menunjuk kaki kiriku. Aku terdiam, benar juga!
"Tapi kan sudah tidak mengeluarkan darah! Dan ini juga tidak terlalu sakit!" ucapku sambil berdiri dan melompat-lompat kecil.
Sky menghela nafasnya kesal, dia berdiri lalu berjalan ke arahku. Dia menendang kakiku pelan tapi aku sudah berguling kesakitan.
"Apakah tidak ada obat agar aku tidak merasakan sakit?" ucapku sambil mengusap air mata yang akan menetes. Sky mencari beberapa obat di meja.
"Ini obat mati rasa, ini untuk meredakan rasa sakit, dan ini obat bius. Kau mau yang mana?" ucap Sky. Aku memperhatikan ketiga obat di tangan Sky.
"Sepertinya obat meredakan rasa sakit yang aman ...," ucapku ragu. Sky mengangguk dan membawakanku obat itu.
"Buka mulut." Sky menyodorkan obat dengan tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya memegang segelas air.
"Tunggu! Aku bisa memakannya dengan tanganku sendiri!" ucapku menolak yang dilakukan Sky. Sky menggelengkan kepalanya dan tetap bersikeras agar dia menyuapiku.
"Aku harus memastikannya apakah kau menelannya dengan baik!" tegas Sky. Karena aku terus menolak, Sky menjadi kesal dan dia memegang daguku dengan paksa.
"Ayo makan!" Sky berusaha membuka mulutku dengan menekan pipiku.
Brak!
"Halo semuanya! Kalian sedang ap-" Valeria tiba-tiba masuk, tapi tatapannya membeku saat melihat kami. Mataku melihat Venom yang juga ikut terdiam.
"TUNGGU! INI TIDAK SEPERTI YANG KAL-hmp!" ucapku terpotong karena Sky langsung memasukkan obat itu ke dalam mulutku.
APA INI?! RASANYA SANGAT PAHIT! Aku mengambil paksa segelas air di tangan Sky dan meminumnya dengan cepat. Tapi rasa pahitnya seolah menempel di kerongkonganku!
"Aku membawa permen, apa kau mau?" ucap Sky sambil menunjukkan sebungkus permen berwarna hijau. Aku mengambilnya dan segera membukanya.
"Ah ... ini lebih baik ...," ucapku lega saat rasa permen ini bisa meredakan rasa pahitnya.
"Ekhem ... ." Valeria berdehem. Aku dan Sky menoleh ke arahnya.
"Maafkan kami karena masuk di saat yang tidak tepat. Kami tidak tau kalian berdua punya hubungan semacam itu," ucap Valeria sambil menundukkan kepalanya. Aku masih bingung beberapa saat.
"TUNGGU! INI TIDAK SEPERTI YANG KAU PIKIRKAN!" Aku menatap Valeria dan Venom dengan panik. Mereka mengalihkan pandangan mereka seolah berkata 'jangan khawatir, aku tidak akan bilang ke siapapun'.
"ARGHH! SKY! JELASKAN KE MEREKA!" Aku menatap Sky. Sky malah duduk diam di sofa sambil berkedip ke arahku.
"Bahkan Sky saja sepertinya lebih berani dalam mengakui hubungan kalian! Jangan khawatir Seas, aku tidak akan memanggilmu simpanan om-om lagi!" ucap Valeria sambil tersenyum cerah. Ah sudahlah, mereka hanya percaya dengan apa yang mau mereka percayai.
"Jadi, kau mau pergi kemana hari ini?" tanya Sky yang membuat semua perhatian terfokus padanya.
"Um ... sebenarnya aku ingin pergi ke toko senjata," jawabku gugup, Venom spontan melirikku dengan dingin.
"Aku menyadari sesuatu, saat melawan Spinx. Belati biasa tak akan berguna dihadapan orang seperti dia," ucapku sambil melihat kaki kiriku.
"Tapi bukankah kau menang? Bukannya kau hanya menggunakan belati biasa?" tanya Venom. Aku mengangguk, tapi jika bukan karena bantuan dari Sky, dan bukan karena Spinx ceroboh, sudah pasti aku yang akan kalah.
Venom menghela nafasnya lalu berjalan ke arahku.
"Kau bisa saja memesan senjata sekarang, tapi ada hal yang harus aku ceritakan padamu, dan pada kalian semua," ucap Venom dengan ekspresi datarnya.
"Senjata para agen tingkat atas itu cukup unik. Mereka bukan hanya sekedar teknologi yang maju ataupun alat berat serba guna. Tapi senjata itu adalah bagian dari diri mereka, senjata itu adalah darah mereka sendiri," ucap Venom. Aku, Sky dan Valeria saling memandang. Kami bingung dengan apa yang dimaksud oleh Venom.
"Apa kalian tau hal apa yang diperlukan agar naik ke agen tingkat atas?" tanya Venom.
"Ujian?" Valeria bertanya balik. Venom menggelengkan kepalanya.
"Pembuktian," ucap Venom.
"Apakah kalian bisa melihat tanda apa yang ada di dalam mata kananku?" tanya Venom. Sky menyipitkan matanya dan melihatnya dari kejauhan.
"Itu mirip seperti bintang yang berwarna merah." ucap Sky. Venom mengangguk.
"Jika kalian memperoleh tanda ini, barulah kalian mampu dipromosikan menjadi agen tingkat atas," ucap Venom. Venom berdiri lalu bersandar di dinding.
"Bagaimana kami bisa mendapatkan tanda itu?" tanyaku sambil menatap Venom dengan kagum.
"Jika kalian sudah merasakan salah satu titik terendah dalam emosi kalian. Setiap orang memiliki warna yang berbeda, ada yang merah sepertiku, ada yang kuning, biru, putih, dan hitam," jelas Venom. Valeria mengangkat tangan kanannya.
"Titik terendah dalam emosi? Apa maksudnya itu?" tanya Valeria.
"Aku mendapatkan tanda ini ... di saat aku benar-benar ingin membunuh seseorang, karena itu tandaku berwarna merah, saat itu aku juga sedang sangat marah," ucap Venom.
"Warna juga mempengaruhi kemampuan apa yang kalian dapat. Sejauh ini, warna merah dan kuning adalah pemilik kemampuan terbaik, dan yang terburuk adalah hitam. Mereka hanya meningkatkan kemampuan fisik mereka saja, meskipun ada beberapa kasus yang istimewa," Venom menghela nafasnya lalu berjalan ke arahku.
"Senjata yang akan kau buat, harus dibuat bersama darahmu agar mereka ikut berevolusi. Dengan kondisimu sekarang, itu hanya akan merugikanmu." Venom memegang tangan kananku. Sky dan Valeria terdiam, tatapan mereka kosong.
..."Jangan terburu-buru Seas. Waktu kita masih lama, dan jalan yang kau lewati masih panjang."...
TBC.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 208 Episodes
Comments
«Brooke X»
menggaruk luka agar pasirnya keluar
kok gituuu😭
venom terlalu..... emmm gtu lahh
2022-03-21
3
AyuSri
apakah ada paragraf yg ku lewat??ini seas cewe apa cowo😭😭😭🙏
2022-03-15
1