Lamaranku dengan Satria telah dilaksanakan, tinggal menghitung hari kami melaksanakan ijab kobul.
Undangan sudah disebar.
Tetapi.....
1 minggu sebelum hari pernikahan, nenekku semakin drop.
Brukkkkk...
"Nenekkkkk..!!!!", teriakku membuat ibuku datang sambil berlari.
Nenek pingsan.
Kami langsung membawanya ke rumah sakit, kata dokter nenek menderita diabetes dan banyak pikiran sehingga dia drop dan pingsan, sakit nenek tak kami sadari dari awal, karena sulit mengajak nenekku itu bertemu dokter meskipun dia sakit.
4 hari lamanya nenek di rumah sakit, semua pulang pergi ke rumah sakit untuk bergantian menjaga nenekku, termasuk aku dan Satria.
Sedangkan dirumahku, mulai sibuk menyiapkan pernikahanku yang kurang 3 hari lagi.
Sempat pernikahan kami akan ditunda sampai nenek pulih.
Syukur alhamdulillah, Allah masih menolongku.
Nenek dinyatakan lebih sehat dari sebelumnya, jadi hari itu nenek boleh pulang.
Satria ikut membantu kepulangan nenekku.
Sesampainya dirumah, ayah tiriku seenaknya menyuruh Satria bekerja apapun yang bisa dikerjakan dirumah tanpa henti, mungkin dia ingin membuat Satria kapok telah berani melamarku.
Aku dan semua yang melihat hanya bisa diam, dari pada ada pertengkaran lagi.
Hari pernikahanku tiba, semua kerabat hadir, tempat resepsi sudah terpasang di halaman rumah, kursi pelaminan pun sudah terpasang rapi disana.
Ayah tiriku pernah mengancam, bahwa dia tidak sudi naik ke pelaminan memberi restu padaku dan Satria, tapi karna paksaan kerabat dia mau naik ke pelaminan hanya sekedar berfoto sungkem denganku.
Semua kerabat terlihat berbisik, apa yang terjadi ..??, batinku.
Ternyata mereka agak kecewa dengan hidangan yang ada, bagaimana tidak.., kenapa ibuku menyerahkan sebagian tanggung jawab dan sebagian uang untuk sajian para tamu kepada ayahku.
Semua yang dibelanjakan dengan kualitas buruk, bahkan tak bisa dimakan, sungguh kenapa ia sangat tega padaku.
Apakah karna aku tak menurut dengan perjodohan itu..??, kalau iya, itu hak ku menerimanya atau tidak, aku yang nantinya menjalani pernikahan ini bukan dia atau siapapun.
Sungguh malu, aku dan ibuku dibuatnya.
Setelah ijab kobul selesai, aku terkejut, menoleh ke belakang mendengar ibuku berteriak teriak, ada apa lagi ini..??, gumamku.
Ibuku berteriak sejadi jadinya.
"Suamiku g*la, g*la, gi*aaaaaaa...!!!!", ibuku terus mengulang perkataannya sambil menangis dan pingsan.
Aku menangis dan menemuinya.
Ya Allah kuatkan kami.
Entah apa yang telah di obrolkan ibu dan ayah tiriku sampai ibuku histeris seperti itu.
Apa ibuku dengar keluhan para tamu..??, batinku.
Saat suasana kembali normal, aku menemui nenekku yang hanya bisa berbaring di tempat tidur, dia menangis melihatku memakai gaun pengantin, ia berkata sekarang dia lega jika memang harus dipanggil yang maha kuasa sekarang, karna telah melihatku menikah dan memiliki rekan hidup, tangisan semua orang pecah.
Mungkin nenekku berfikir aku sudah menikah dan ada yang melindungiku saat ayahku berkata kasar lagi padaku.
____
Nenekku meninggalkan kami semua.
Satu bulan setelah pernikahannku, nenek semakin drop, banyak kerabat yang saling bergantian menjaganya waktu malam, takut sesuatu terjadi dan kami harus segera membawanya kerumah sakit.
Dia kembali ke tabiat anak anak, minta ini dan itu, apapun kami usahakan mengabulkan semua permintaannya.
Hingga saat malam itu, tepatnya jam 1 malam, nenekku menghembuskan nafasnya yang terakhir, kami semua menangis sejadi jadinya, nenek yang sangat kusayangi, yang sangat melindungiku sekarang telah pergi selama lamanya, kuingat kerja kerasnya untuk keluarga ini, sampai aku bisa hidup berkecukupan seperti ini, tak pernah ia mengeluh akan keadaan. Semua keinginanku dan kebutuhanku ia cukupi semuanya. Selamat jalan nek, terima kasih atas kasihmu selama ini.
Nenekku sangat disegani penduduk desa, semua berdatangan melayat saat nenek tiada, nenek sering menolong orang tanpa pamrih, jika pun ada orang yang ingin menggunakan jasa urutnya tapi tak punya uang, nenekku memijatnya dengan cuma cuma.
Saat ada yang kesusahan nenekku membantunya, siapapun itu.
Banyak yang mendoakanmu nek, tenanglah disana.
____
Sikapnya semakin menjadi jadi
Belum genap 7 hari nenekku meninggal, ibu dan ayahku sudah bertengkar setiap harinya, hanya karna uang belanja.
Bagaimana tidak, semua pengeluaran rumah sebelumnya ditangguh oleh nenek, dan sekarang semuanya berubah.
Karna kejadian itu, setiap hari aku berbelanja dan memasak untuk meringankan beban ibuku, aku tak ikut ke rumah Satria, sebaliknya Satria ikut tinggal dirumah orang tuaku, aku tak tega meninggalkan ibu dan adikku dengan tabiat ayahku yang kasar.
Setiap hari ibuku semakin sering bertengkar, sikapnya juga semakin hari semakin berubah, seperti ia sangat tertekan dengan kondisinya kini.
Aku dan Satria juga tak luput dari olok olokan ayah tiriku.
Jika aku yang diolok olok aku tak masalah, tapi untuk Satria, aku takut dia tak tahan dan meninggalkanku.
Suatu malam aku menyodorkan teh untuk ayahku sepulang kerja, mungkin keadaan ini bisa berangsur angsur membaik dan tidak ada pertengkaran lagi.
"Inj tehnya yah", sambil menyodorkan teh ke hadapnnya.
"Teh apa ini,..??, tak usah berlagak baik padaku, anak tak tau diuntung", teriaknya.
Astagfirullah....
Sejak saat itu aku tak pernah berbicara, menyapa atau hanya sekedar membuatkannya teh, sudah cukup penghinaanya padaku, jangan sampai Satria mengetahuinya.
Makin hari perkataannya semakin menjadi jadi kepadaku, bahkan Satria pun mulai menjadi sasaran olok olokkannya saat mereka sedang berpapasan.
Awalnya Satria tak menganggapnya serius, dia biarkan saja seperti angin lalu.
Aku tetap berjualan di warung seperti sebelumnya, sambil mengasuh adik kecilku.
Makan, mandi, maupun minta gendong selalu kepadaku, apakah ayahnya tak melihat aku merawat anak kandungnya seperti anakku sendiri.
Desas desus akibat ulah ayahku semakin terdengar, aku di fitnah ini dan itu. Sehingga para tetangga mengetahui keretakan hubunganku dengan ayahku, mereka menciptakan asumsi dan opini sendiri tentangku, ada yang mengatakan aku anak durhaka, ada yang bilang ayahku sebenarnya tidak merestui pernikahanku karna ayahku mencintaiku, dan ada juga yang membela diriku. Sungguh menutup telinga itu yang terbaik untukku saat ini.
Saat ada acara keluarga di rumah bibiku, aku membawa adikku beserta Satria, ibuku tak ikut.
Saat kami pulang, ibuku sudah menangis, saat ku lihat di kamar, ayahku dengan enaknya tidur pulas.
Mungkin mereka bertengkar lagi, pikirku.
Aku menenangkan ibuku, biarlah yang berlalu biar berlalu.
Betapa terkejutnya aku,
Tak sengaja saudara jauh dari ayah tiriku berpapasan denganku di jalan, ia tak sengaja bercerita bahwa ayahku sudah berulang kali menikah dan bercerai, istrinya tak tahan dengan perlakuan kasarnya, sampai pukulan pun mereka terima darinya.
Ya Allah lindungilah ibuku...
Suatu ketika adikku demam, seperti biasa aku yang merawatnya, telat obat sedikit saja kejangnya bisa kambuh.
Dengan seenak hatinya, tanpa berfikir, ayahku mengajak adikku keluar malam malam,
Akhibatnya, badannya kembali demam, akhirnya ibuku marah,...
Saat itu ibuku dibentak, bertengkar dan menangis.
Aku tak tahan selalu diam.
Ku bentak dan ku lempar baju ayahku kelantai sambil menggendong adikku.
"Laki laki macam apa kamu, selalu membuat ibuku menangis, lihatlah anakmu demam siapa yang merawat..??, lihat baju, jaket tebalmu ini, ini yang kau pakai membawa pergi adikku malam malam begini, tak punya ot*k, kau memakai jaket sedangkan adekku hanya memakai baju tipis ini, memalukan punya ayah yang tak tau kondisi anaknya sendiri", amarahku meluap.
Dia melotot kearahku.
"Kurang aj*r, anak tak tau trima kasih, tak berguna", mencaci maki aku.
Satria ku tarik ke belakang ku suruh menggendong dan menutup telinga adik kecilku ini, ini urusanku dengannya..., gumamku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments