Lea tetap diam saat Alice menanyakan kejadian sebenarnya, ia hanya menggeleng, dan Alice memilih berhenti bertanya membiarkan Lea agar lebih tenang.
Waktu terus berlalu, Alice sudah terlelap dalam tidur. Namun Lea tak dapat juga memejamkan mata, ia menatap lurus langit-langit kamar Alice yang bercahaya tosca, kombinasi thumberlight hijau dan biru.
Lea masih teringat bayangan kejadian yang sangat mencekam yang ia alami saat hendak pulang tadi, seumur-umur baru kali ini Lea melihat orang mati di depannya, dan itu karena luka tembak. Jelas membuat Lea dihantui rasa takut dan bisa jadi trauma.
Lea kembali mengusap buliran bening yang terus keluar melewati sudut-sudut matanya yang sudah sembab itu. Ia tak bisa melupakan kejadian menegangkan sekaligus menimbulkan banyak pertanyaan serta misteri dalam pikirannya.
"*Hoaamm*!" Alice menutup mulutnya yang menguap, ia meregangkan otot-otot tubuh yang terasa pegal. Lea berdiri di dekat jendela menghadap luar dari kaca jendela. Di luar sana masih lumayan gelap meski sebentar lagi fajar akan datang menyapa.
"Lea? Kau sudah bangun?" Alice berbicara malas dengan suara serak khas orang baru bangun tidur, ia lantas mengucek matanya dan kembali menguap beberapa kali, menggaruk tengkuk yang tidak gatal, dan meraih ponsel di atas nakas, kebiasaan yang hampir dilakukan semua orang.
"Alice, terimakasih tumpangannya untuk menginap, aku pulang dulu, nanti aku datang lagi, tapi mungkin sedikit terlambat," Lea memakai jaket kulitnya yang berwarna Coklat lalu meraih tas selempang miliknya dan mengenakannya.
Alice belum sempat menjawab ketika Lea sudah keluar dari kamarnya dan pergi meninggalkannya yang berekspresi bingung.
Lea terus berjalan melewati jalanan yang semalam ia lewati, suasana sudah cukup ramai dengan orang-orang dan kendaraan yang berlalu lalang, sinar fajar juga mulai menyingsing memberi penerangan.
'*Tempatnya sangat bersih, bahkan bekas darah yang tercampur dengan genangan air semalam sudah tidak ada. Apa mungkin petugas kepolisian yang membereskannya? Aku harus membaca berita headline hari ini*.'
Lea terus melangkah cepat menuju rumah, semalam ia sudah mendapat amukan pamannya yang mengomel lewat sambungan telepon saat Lea meminta ijin untuk menginap di tempat Al.
...\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*...
Di sebuah Mansion megah nan mewah di salah satu wilayah pribadi kota Berlin.

"Kami harap anda akan mempertimbangkannya, Tuan. Ini demi kebaikan kita bersama. Jika Chip itu sampai jatuh di tangan Agosto. Maka bukan hanya kami yang akan hancur, tapi kita semua, seluruh negara Jerman." seorang pria dari badan rahasia pemerintah telah melakukan pertemuan dengan salah seorang pebisnis ternama di kota Berlin. Perusahaan mereka terkenal dengan *Hacker* handal yang mereka miliki yang mampu untuk meretas maupun melacak radar, memori, dan chip.
"Kenapa kau datang padaku? Kau tahu jawabannya. Aku tidak bekerja sama dengan badan pemerintah." tukas pria yang duduk di hadapan mereka begitu angkuh.
Dia adalah Bernando Adoffo Lexandra, yang biasa dipanggil Tuan Bern. Pemilik Perusahaan *Technologi Digital DS*. Seorang pria berparas tampan, alis hitam yang tebal, mata indah dengan sorotnya yang tajam, hidung mancung, bibir sensual, rahang tegas dengan jambang halus di sekitarnya, dan suara berat bariton yang sungguh seksi untuk di dengarkan telinga kaum hawa.

Tapi dibalik itu semua, Bern yang sesungguhnya adalah seorang ketua Mafia dari klan *Dark Sky* yang sangat ditakuti di dunia hitam, dan Agosto yang pria dari badan rahasia pemerintah tadi sebutkan adalah adik angkatnya.
Lebih tepatnya, Bern adalah anak angkat dari Maido, ayah kandung Agosto Maido. Dan klan *Dark Sky* seharusnya menjadi milik Agosto sebagai pewarisnya. Namun Agosto telah berkhianat dan membangkang dengan menjalankan bisnis-bisnis yang dilarang oleh Maido. Salah satunya adalah barang haram seperti narkob.a, ekstas.i, gan.ja, dan berurusan dengan musuh negara serta musuh dunia, Teror.is. Maido lantas menunjuk Bern untuk menempati posisinya memimpin klan *Dark Sky* menggantikan Agosto yang telah Maido usir.
"Baiklah, kami akan permisi. Tapi kami harap anda akan mempertimbangkannya, dan bersedia membantu kami." orang-orang dari badan rahasia pemerintah itu pun berdiri dan permisi setelah tak lagi mendapat tanggapan dari Bern. Para anak buah *Dark Sky (DS*) mengantar mereka keluar dari Mansion Bern.
"Berikan laptopku, Jho!" perintah Bern pada Jho. Orang kepercayaan sekaligus kaki tangannya.
...\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*...
'*Prang*.'
'*Praaang*.'
"Aaahhh?"
"BUGH!"
Lea membulatkan mata saat mendengar keributan dari dalam rumah, ia menutup pagar kayu rumahnya dengan cepat dan buru-buru membuka pintu utama masuk ke dalam rumah.
Di ruang tamu terlihat pamannya yang menghajar Siddarth, Sepupunya. Putra tunggal pamannya, Sid ditendang dan dipukul oleh ayahnya sendiri, paman Han.
"Hentikan, Han. Hentikan! *Hiks hiks hiks*." teriakan bibi Lora istrinya, menangis, meraung mencoba menghentikan kebrutalan Han yang menghajar Siddarth tanpa ampun.
"Paman?" Lea berlari memegang tangan Han yang hendak melayangkan pukulan kembali pada Sid yang sudah penuh luka lebam di pipi dan wajahnya, baju yang Sid kenakan pun sudah koyak karena robek akibat tarikan kasar Han beberapa kali.
Han yang mendapati Lea pulang pagi semakin tersulut amarah, dan dia mendorong tubuh Lea hingga membentur dinding dekat pintu dan Lea jatuh tersungkur ke lantai.
"Lea?" jerit Lora dan Sid bersamaan saat Han mendorong tubuh Lea hingga jatuh.
"Dasar ja.lang. Dari mana kau baru pulang jam segini, hah? Apa kau menjual tubuhmu pada para pria hidung belang? Hah? Katakan Lea? Kau melakukan itu karena kau hidup miskin bersama kami? Katakan Lea?" Han meluapkan emosinya pada Leanore, membentak bahkan menjambak rambut Lea yang bergelombang alami.
"Ah, paman?" Lea memekik kesakitan memegang tangan Han dengan kedua tangannya.
"Pah, lepaskan. Kau sedang marah padaku, jangan kau luapkan pada Lea, dia tidak bersalah," Sid berteriak menarik tangan Han agar melepas jambakannya pada rambut Lea.
"Kurang ajar, *Bugh*!" Han melepas tangannya yang menjambak rambut Lea. Namun ia langsung melayangkan pukulan pada Sid.
"Aaahh,,,," Sid kembali tersungkur ke lantai.
"Lihat Lora, Lihat! Kedua anakmu yang selalu kau manjakan ini hari ini telah mencoreng adab yang kuajarkan. Ini semua salahmu, Lora. Salahmu! Kau tidak becus mengurus dan mendidik mereka, ini hasil didikanmu!" bentak Han pada Lora istrinya yang hanya menangis memeluk Lea.
"Paman, ada apa? Aku sudah meminta ijin padamu semalam jika aku menginap di tempat Al karena tidak berani pulang," Lea berteriak membela diri. Namun yang membuat Han begitu marah sesungguhnya bukan karena itu, melainkan kesalahan Sid yang tak termaafkan.
"Iya, tapi apa kau tahu apa yang sudah dilakukan oleh adikmu itu? Kau juga sangat membanggakannya, bukan? Tapi lihat ini, lihat!" Han meraih sebuah senjata api di atas meja dan menunjukkannya pada Lea.
Sontak Lea membulatkan mata terkejut melihat benda berbahaya itu.
"M-mi milik siapa itu, bibi?" tanya Lea gugup.
"Itu punya adikmu yang berandalan ini, entah kelompok apa yang sudah ia ikuti, dia tidak mau buka suara, haah. Dia menjadi seorang pembunuh!"
Paman Han membanting senjata itu hingga pecah, memang hanya senjata kualitas rendah yang Han temukan di balik kaos Sid yang terselip di gesper celananya. Namun sebagai seorang ayah, Han jelas terpantik amarah membayangkan Sid putra satu-satunya tangannya berlumuran darah membunuh orang. Dosa besar yang tak termaafkan. Apalagi Sid tak mau mengatakan apa-apa dan memilih diam saat Han terus bertanya hingga Han kehilangan kesabaran dan memukuli Sid membabi buta.
"Sid,,,," teriak Lea dan Lora bersamaan.
Sid melangkah pergi, keluar dari rumah. Dan Paman Han berteriak mengumpat pada Sid yang pergi.
"Jangan pernah kembali kau, Anak berandal. Pintu rumah ini sudah tertutup untukmu! Dasar baj-jingan!"
...\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Bilal Khan
seru
2024-05-13
0
Andi Arif official
tambah penasaran😣😣
2022-03-15
0
Ellen Siahaan
lanjuttt ..thorr..
2022-03-02
0