Mengejar Cinta Yang Salah
Asty, anak bungsu dari 2 bersaudara yang lahir di keluarga menengah kebawah. Hidupnya sangat sederhana, ia tidak seperti teman-teman seusianya yang meminta apa saja langsung dituruti.
Ia sudah terbiasa menahan keinginannya hingga ayahnya menurutinya, karena ayahnya hanya seorang pekerja serabutan yang pendapatannya tidak menentu.
Ia selalu menjadi bahan rundungan teman-temannya, ia yang masih duduk di bangku kelas dua sekolah dasar pernah diejek karena belum memiliki seragam sekolah baru yang harus dibeli di sekolahnya karena ayah dan ibunya belum memiliki cukup uang untuk membelinya.
"Lihat tuh si asty, yang lain udah pada pake seragam baru, eh dia masih pake seragam yang kemaren. Kalo gue jadi dia, gue gak berani masuk sekolah. iihhh" ucap Nuri seolah-olah merasa jijik melihat Asty.
Asty hanya bisa diam ketika dilihat oleh semua teman-temannya. Hatinya menangis, bagaimana ia tidak merasakan sakit ketika diejek oleh teman sekelasnya sedangkan ia hanya sendirian tidak ada yang mau berteman dengannya karena dia terlahir dari keluarga yang kurang mampu.
Tapi dengan tekad kedua orangtuanya ingin menyekolahkan Asty di sekolah yang terbaik dengan harapan kelak ia akan menjadi anak yang lebih baik lagi dari kedua orangtuanya. Mereka terus bekerja keras tanpa kenal lelah untuk masa depan Asty.
Terlahir dengan tubuh kurang tinggi dan berbadan lebih gemuk dari anak lain, ia menjadi bahan empuk untuk diejek semua siswa di sekolahnya.
Sejak sebelum masuk sekolah, Asty hanya berteman dengan tetangganya tapi setelah masuk sekolah temannya itu pindah rumah sehingga ia tidak punya teman lagi, ia memang memiliki kesulitan untuk bergaul karena merasa minder dengan fisik dan keadaan keluarganya.
Suatu hari guru memberikan PR matematika, niat jahil Nuri untuk menjahili Asty pun datang.
"eh Asty, nanti ngerjain PR nya di rumah aku ajah yuk." ajak Nuri dengan maksud yang tidak diketahui Asty.
Dengan senangnya Asty menerima ajakan Nuri yang dia kira Nuri akan berteman dengannya. Dengan senyum bahagia dan sesekali bersenandung, dia pulang ke rumahnya.
Sesampainya di rumah ia segera berganti pakaian lalu makan siang terlebih dahulu dengan menu yang sangat sederhana namun Asty selalu menikmatinya.
Setelah selesai makan, ia memikirkan cara bagaimana meminta izin kepada ibunya. Kalo jujur, ia takut tidak diberi izin karena jarak rumahnya ke rumah Nuri lumayan jauh pasti ibunya tidak akan mengizinkan karena bagi ibunya dia masih begitu kecil di usianya yang masih duduk di kelas dua SD.
"ahh aku bilang ajah mau ngerjain PR di rumah bibi." senyum sumringah Asty sambil menjentikkan jarinya tiba-tiba muncul ide dari dalam otak Asty.
Seketika ia menghampiri ibunya dan meminta izin "ibu, aku mau ngerjain PR di rumah bibi yaa." pinta Asty pada ibunya yang sedang melipat segunung pakaian yang baru diangkat dari jemuran.
"Lho kok di rumah bibi, kenapa nggak di sini ajah sayang?" tanya ibu Asty dengan lembut.
"nggak bu, aku pngen sekalian main dirumah bibi kan rumah bibi enak adem ada kolam ikannya bikin konsentrasi." jawab Asty sambil tersenyum. "boleh yaa bu, kan rumah bibi juga deket waktu kecil juga aku suka main di rumah bibi" Asty memohon sambil menggoyang-goyangkan tangan ibunya.
"yaudah iyya deh, tapi jangan sore-sore yaa pulangnya." jawab ibunya dengan lembut mengiyakan keinginan anak bungsunya.
"okeh siap ibu." jawab Asty penuh semangat. Asty tidak menyadari rencana apa yang akan dilakukan Nuri di rumahnya.
Jarak dari rumah Asty ke rumah bibinya memang dekat, dari rumah Astypun sudah bisa dilihat rumah bibinya hanya melewati beberapa rumah. Namun dari rumah bibinya menuju rumah Nuri harus melewati banyak rumah dan menyebrangi jembatan kecil yang dibawahnya ada aliran sungai yang cukup deras dan angker menurut orang-orang sekitar.
"kamu mau kemana Asty?" tanya bibi Asty yang melihat Asty melewati depan rumahnya.
"aduhh mati aku ketauan." batin Asty menghentikan langkahnya tepat di depan bibinya yang baru keluar dari rumah.
"hmm i-itu bi, aku mau ke rumah Nuri mau kerja kelompok, iya kerja kelompok" jawab Asty terbata-bata sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"oh yasudah awas hati-hati nyebrang jembatannya yaah." jawab bibi Asty percaya begitu saja karena memang selama ini Asty anak yang jujur, tapi sekarang hanya sekedar ingin punya teman saja ia sampai membohongi ibunya, entah bagaimana nanti jika ibunya mengetahui kebohongannya.
"i-iya bi, aku jalan dulu yaa." jawab Asty lalu melanjutkan perjalanannya.
Rencananya Asty akan cepat-cepat menyelesaikan PR nya dan segera pulang cepat sebelum ibunya menyusul ke rumah bibinya.
Asty begitu hati-hati melanjutkan perjalanannya, dalam hatinya selalu melantunkan doa-doa yang dia bisa ucapkan untuk meminta keselamatan di dalam perjalanannya.
Ini adalah kali pertama ia melewati jalan tersebut, biasanya ia hanya bermain jauh sebatas rumah bibinya saja. Rasa takut memang menemaninya, tapi ia yakin Allah selalu melindungi setiap langkahnya.
Kenapa masih berfikir seperti itu, sedangkan ia saja sudah berbohong pada ibunya sendiri, tidak sadar apa ia sudah melakukan hal yang tidak disukai Allah. Asty memang sudah dibutakan dengan keinginannya memiliki teman, ia rela menghalalkan segala cara agar ia punya teman termasuk melakukan hal yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya yaitu membohongi ibunya.
"Ya Allah serem banget sih jalannya." batin Asty melewati jalan sebelum menyebrangi jembatan.
Tempat itu memang sepi, belum terdapat banyak rumah, ada rumah pun orangnya berada di dalam karena itu tengah hari mungkin orang-orang sedang tidur siang.
"ini orang pada kemana sih, ada rumah tapi gak ada orang satupun. pada duduk di teras apa gimana ke biar ga sepi." gerutu Asty melewati rumah-rumah yang sepi tersebut.
Setelah melewati rumah-rumah sepi tersebut akhirnya Asty sampai disebuah jembatan kecil. Jantungnya berdetak begitu cepat ketika melihat jembatan yang hanya bisa dilewati satu kendaraan roda dua dan dibawahnya terlihat aliran air yang begitu deras.
"Astaghfirullah.... airnya deras banget, mana dalem banget nih kalinya, ini kalo jatuh langsung tinggal nama." batin Asty melihat keadaan jembatan tersebut.
Tapi dari sana ia sudah melihat rumah Nuri yang baru berdiri, kelurga Nuri memang baru membangun rumah.
"ahh tinggal nyebrang jembatan terus nyampe deh." Asty merasa tenang karena rintangannya kini tinggal jembatan kecil ini saja.
Tanpa pikir panjang Asty langsung berjalan menyebrangi jembatan itu dan mulutnya tak luput dari doa meminta keselamatan. Jembatannya pun berhasil ia lewati dan akhirnya ia sampai di depan rumah Nuri.
"Assalamualaikum... Nuri.. Nuri..." panggil Asty berdiri didepan pintu rumah Nuri. Tak berapa lama Nuri keluar dari dalam rumahnya.
"Waalaikum salam.. eh Asty akhirnya kamu nyampe juga. ayo masuk, aku udah lama nungguin kamu." ajak Nuri dengan senyuman yang mewakili pikiran jahatnya pada Asty.
Merekapun masuk ke rumah bersama.
.
.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments