Kedua mata Davina membulat lebar, dia panik saat Dave menutup pintu dan menguncinya. Padahal dia sendiri yang mengikuti Dave dan masuk kedalam kamar ini.
"Loh,, kok di kunci Om pintunya.?" Tanyanya. Gadis itu tak bisa menyembunyikan rasa takutnya. Meski yakin kalau Dave laki-laki yang baik, tapi siapa yang bisa menebak jika sudah berduaan seperti itu di dalam kamar. Apalagi dia orang asing bagi Devina, baru bertemu ke dua kalinya, itupun tanpa sengaja.
"Saya yang pesan kamar ini, terserah mau saya kunci atau gembok.!" Jawab Dave ketus. Dia mengantongi kunci kamar dan berjalan ke arah sofa, memisahkan gelas dan botol alkohol milik ketiga wanita tadi. Setelah itu duduk santai dan menuang wine dalam gelas baru, kemudian meneguknya.
Davina terlihat tertegun, sepertinya baru kali ini dia melihat laki-laki minum dengan aura yang berbeda. Setiap gerakannya begitu menarik. Bahkan terlihat mengagumkan saat meneguknya.
Dave mengambil rokok dan korek dari saku jaketnya. Mengambil satu batang rokok, mengapitnya di antara bibir seksi itu, lalu menyalakannya. Dia asik sendiri menghisap batang rokok di tangannya, sedikitpun tak menghiraukan keberadaan Davina yang masih diam di tempat.
"Om,, aku mau keluar, tolong bukan pintunya,," Davina kemudian menghampiri Dave. Sejak tadi seperti terhipnotis dengan apa yang di lakukan oleh Dave sampai bisa setenang itu dalam keadaan terkunci bersama pria asing di dalam kamar.
"Memangnya siapa yang nyuruh kamu masuk." Ucap Dave acuh. Dia tak bergeming walaupun Davina berdiri di sampingnya sembari mengulurkan tangan.
"Iya aku tau, aku sendiri yang ingin masuk kesini. Tapi kan aku nggak tau kalau ini tuh kamar."
"Aku ngikutin Om juga biar nggak ketahuan sama mantan pacar aku kalau ini cuma pura-pura,," Davina menunduk malu. Dia sadar sudah bertindak jauh, melibatkan orang asing untuk membuktikan pada dua pengkhianat itu kalau dia bisa mendapatkan laki-laki yang lebih segalanya dari Arga.
"Dasar bodoh." Cibirnya santai. Dave lalu tersenyum geli.
"Kamu pikir mereka akan peduli sekalipun kamu menggandeng ribuan laki-laki di depan mereka.!"
"Pengkhianatan tak akan memperdulikan apapun di sekitarnya, mereka hanya fokus pada kebahagiaan mereka sendiri. Jangan harap mereka akan menganggap mu hebat." Ucapnya dengan sorot mata yang dalam.
Davina sampai mengerutkan dahi. Semua penuturan Dave berhasil membuka kebodohannya atas apa yang ingin dia tunjukkan pada Bianca dan Arga. Sepertinya memang benar, mereka berdua tak akan peduli sekalipun dia bahagia dengan laki-laki lain yang lebih sempurna.
Tapi meski begitu, setidaknya mereka tak punya bahan untuk menertawakan Davina karna Davina tidak menunjukkan kesedihan dan air mata di depan mereka.
Dengan menggandeng laki-laki lain, Davina yakin akan membuat keduanya melihat bahwa pengkhianatan mereka tak menghancurkan kebahagiaannya.
Davina menghela nafas berat kemudian duduk di samping Dave dengan pandangan mata lurus ke depan.
"Kenapa orang lain bisa dengan mudah mengkhianati pasangan yang tulus mencintainya." Gumam Davina. Pandangan matanya perlahan menerawang jauh. Dia memang tak mempermasalahkan jika memang hubungannya dengan Arga harus berakhir karna sebuah pengkhianatan. Namun yang membuat Davina tak habis pikir, dengan mudahnya Arga berpaling dari cinta tulus yang selama ini dia berikan padanya.
Dave terlihat mengangkat sudut bibirnya setelah mendengar penuturan Davina.
"Pengkhianat nggak butuh cinta, karna yang membuat mereka bahagia hanya nafsu." Ujar Dave sembari mengisi kembali gelas miliknya dengan wine.
Ucapan Dave seketika menarik perhatian Davina. Gadis itu menatap Dave yang sedang meneguk alkohol.
"Jadi karna itu.?" Tanya Davina.
"Pantas saja mereka bermain gila,," Gumamnya lirih. Sedikit kecewa dengan Arga, karna tak bisa menghargai ketulusan cintanya dan lebih memilih untuk mengikuti hawa nafsu belaka.
"Kamu masih kecil, untuk apa memusingkan soal cinta. Lebih baik pulang dan belajar di rumah, jangan sampai besok kesiangan masuk sekolah." Ujar Dave cuek.
Meski sejak tadi berbicara dengan Davina, tapi sedikitpun dia tak menatap wajah Davina. Fokusnya hanya pada minuman dan rokok di tangannya yang terus dia hisap.
"Aku udah semester 5 Om, bukan anak sekolahan lagi.!" Protes Davina kesal.
Pantas saja Dave menyebutnya anak kecil, rupanya dia mengira kalau Davina masih sekolah.
Dave menoleh, untuk pertama kalinya menatap Davina dalam waktu lama. Dahinya berkerut, seakan tak percaya jika gadis belia di sampingnya sudah dewasa. Dave pikir, gadis itu masih berusia belasan tahun.
"Kenapa kaget begitu Om.? Padahal kemarin aku udah sebutin umurku." Ucap Davina.
Kerutan di dahi Dave semakin bertambah.
"Saya bahkan baru melihatmu sekarang." Kata Dave.
Sepertinya dia tak mengingat wajah Davina waktu itu. Mungkin karna terlalu cuek, atau mungkin karna Davina tak membuatnya tertarik sedikitpun sampai lupa dengan insiden malam itu.
"Oke, lupakan saja." Ucap Davina tak peduli.
"Sekarang tolong berikan kuncinya padaku, aku mau pulang Om,," Pintanya memelas.
Davina ingin menghindari hal-hal yang tidak di inginkan. Sekarang memang masih aman dan dalam batas wajar, tapi siapa yang bisa menebak kejadian berikutnya. Bisa saja Dave tiba-tiba menyerang Davina dan memper-rkosanya.
Dave menatap arloji di pergelangan tangannya.
"Kamar ini akan di bukan setelah 3 jam di kunci." Katanya dengan nada bicara datar.
"Apa.?!! Yang benar saja.?!" Pekik Davina kaget.
"Aku harus ngapain selama itu.?"
"Bisa-bisa aku nggak dapat pintu karna pulang larut malam." Tuturnya dengan wajah memelas.
"Salahmu sendiri masuk tanpa ijin." Kata Dave tak peduli.
"Ayolah Om, jangan bercanda. Aku benar-benar minta maaf."
"Lagipula Om cukup keluarin kuncinya dan berikan padaku. Aku yang akan membuka sendiri pintunya." Davina menatap penuh harap.
"Kalau begitu ambil sendiri saja. Ada di dalam,," Dave menundukkan pandangan. Menatap saku depan celananya. Hal itu membuat wajah Davina memerah lantaran fokusnya bukan pada saku celana Dave, melainkan pada benda yang terlihat menonjol dari balik jenas yang Dave kenakan.
"Liatin apa kamu.?" Tegur Dave. Davina reflek menggeleng cepat.
"Om aja deh yang ambil, aku nggak berani. Takut ke pegang,," Davina menyengir kuda sembari menahan malu.
"Jangan harap bisa nyuruh-nyuruh saya." Sahutnya. Dave benar-benar tak bisa di bujuk.
"Ya ampun Om, kan cuma ngeluarin kunci dari saku celana Om sendiri. Masa nggak mau.!" Davina terlihat kesal.
"Kalau nggak mau ambil sendiri, tunggu 2 jam lewat 40 menit lagi.!" Tegas Dave.
Davina terlihat menghela nafas kesal, namun tidak bisa berbuat apapun karna sadar dia sendiri yang salah.
Tanpa mengatakan apapun, Davina beranjak dari sofa. Dengan santainya berjalan ke arah ranjang dan merebahkan tubuhnya di sana, lalu membalut tubuhnya dengan selimut. Pakaian minim yang dia kenakan, membuat suhu kamar terasa sangat dingin.
Dave dibuat bengong oleh kelakuan gadis yang belum dia ketahui namanya itu. Entah apa yang ada di pikiran gadis itu sampai berani membaringkan tubuhnya di atas ranjang, tepat di depan matanya.
"Mau ngapain kamu.?!" Seru Dave.
"Aku kedinginan Om, lagian bosan kalau harus menunggu sampai pintu di buka. Lebih baik aku tidur dulu." Jawab Devina. Dia tak memiliki pikiran buruk sedikitpun pada Dave. Tidak berfikir jauh jika aksinya itu bisa saja membuat Dave memikirkan hal di luar logika. Davina terlalu yakin kalau Dave tak akan berbuat macam-macam padanya.
...**...
Tes Vote dulu, kalo banyak yang vote nanti double up hari ini 😜
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
🦋🦋Lore Cia🦋🦋
pengen baca maraton tapi sayang sekarang harus berangkat kerja 😌
2024-04-23
0
🦋🦋Lore Cia🦋🦋
🤣🤣🤣
2024-04-23
0
my sanniee aty
pintar thor pintar bukan pinta🤣🥲
2023-09-21
0