Selang beberapa hari lalu berlalu, kehidupan rumah tangga Darren dan Kanaya jauh dari kata harmonis. Sekalipun keduanya hidup dalam satu apartemen, tetapi Kanaya memilih menyibukkan dirinya di dalam kamarnya. Sebisa mungkin dia tidak ingin menemui Darren.
Sementara Darren memilih berangkat ke kantor lebih pagi dan pulang hanya untuk merebahkan dirinya guna beristirahat malam. Apartemen itu berpenghuni, tetapi terasa tidak ada tanya-tanda kehidupan di dalamnya. Satu penghuninya memilih berkutat dengan pekerjaan, sementara satu penghuni yang lain hanya berdiam diri di dalam kamar.
Darren dan Kanaya juga tidak seperti pasangan pengantin baru pada umumnya yang memilih melakukan perjalanan bulan madu seusai akad dan resepsi pernikahan. Lantaran memang keduanya menjalankan pernikahan tanpa cinta, pernikahan yang hanya sekadar kepentingan semata.
Di dalam kantor perusahaannya, Papa Jaya mengunjungi ruangan Darren.
"Hei Darren, kenapa kamu sudah terlalu sibuk bekerja. Ambillah cuti, nikmati perjalanan bulan madu bersama Kanaya." ucap Papa Jaya yang ingin menyapa anaknya dan juga meminta kepada Darren untuk mengajak Kanaya berbulan madu.
Darren seolah enggan mendengar perkataan Papanya, pria itu masih berkutat dengan laptop yang bertengger di atas meja kerjanya.
"Darren, apa kamu tidak mendengarkan Papa?" lagi Papa Jaya mengeluarkan suara dan berharap anaknya itu tidak akan acuh tak acuh kepadanya.
Menghentikan sejenak pergerakan jari-jemarinya di atas papan keyboard, Darren kemudian menatap wajah Papanya. "Pa, Darren sangat sibuk, Pa … please jangan paksa Darren untuk menuruti semua keinginan Papa. Darren sudah menuruti apa yang Papa mau dengan menikahi Kanaya. Itu sudah lebih dari cukup, Pa." ucap Darren yang seolah memang ingin mengutarakan maksudnya bahwa menikahi Kanaya sudah lebih dari cukup.
Menikahi Kanaya sudah membuat seorang Darren mengorbankan dirinya dalam sebuah peperangan besar, dan Darren tidak mau berkorban lagi. Sudah cukup bagi seorang Darren mendapat malu di hari pernikahannya karena menikahi seorang gadis yang sama sekali tidak serasi bersanding dengannya. Hanya demi mewujudkan keinginan Papa Jaya saja, Darren rela menanggung malu.
"Cobalah melihat Kanaya bukan hanya dengan matamu itu, Darr. Coba lihat Kanaya dengan hatimu. Tidak selamanya penampilan fisik itu nomor satu dan harus diagung-agungkan." ucap Papa Jaya dengan sedikit frustasi menghadapi sikap Darren.
Sementara Darren menghela napasnya. "Namun, gadis pilihan Papa itu benar-benar tidak sedap dipandang Pa. Cantik tidak, pintar tidak, hanya satu kelebihannya … kelebihannya adalah berat badannya itu. Bagaimana lagi aku harus memandangnya Pa?" tanya Darren dengan rasa berat di dadanya.
Jika cinta bisa membuat seseorang melihat kotoran kucing berasa cokelat, maka kebencian bisa membuat seseorang melihat permata layaknya batu yang dilempar di pinggir jalan kemudian diinjak-injak begitu saja.
"Cukup Darren. Selama ini, Papa mengajarimu untuk menghargai wanita. Kita para pria lahir dari rahim wanita, kita bisa hidup dan bertumbuh karena air susu Ibu yang juga hanya dimiliki oleh wanita, dan kini di hadapan Papa, anak Papa yang Papa besarkan dan didik dengan sangat baik justru tidak menghargai seorang wanita. Papa tidak pernah mengajarkan hal demikian, Ren. Perkataanmu barusan melukai Papa. Memang kamu merendahkan Kanaya, tetapi kamu tidak tahu dampak dari sebuah perkataan. Banyak orang di luar sana terpuruk hanya karena rundungan (bully) dari orang lain, tetapi banyak juga orang yang bisa bangkit dan menemukan kembali semangat hidup mereka karena kuasa perkataan. Papa benar-benar kecewa sama kamu." ucap Papa Jaya dengan panjang lebar.
"Pa … Darren hanya tidak mau, Papa terus-menerus menekan Darren. Lagipula sudah cukup, Darren menikahi Kanaya. Sebagaimana janji Papa, usai menikahi Kanaya, Papa hanya menjadikan Darren sebagai ahli waris. Ayo, sekarang tepati janji Papa karena aku sudah menuruti apa yang Papa mau."
Papa Jaya tersenyum dan menggelengkan kepalanya. "I am so sorry Darren, jika kamu bersikap seperti ini kepada Kanaya, Papa tidak bisa menunjukmu sebagai ahli waris Papa. Suatu hari saat kamu benar-benar bisa mencintai Kanaya, menerima gadis itu dengan sepenuh hatimu, barulah Papa akan memberikan seluruh harta Papa kepadamu. Lagi, jangan lagi menemui Sandra. Papamu ini sangat tahu apa yang sudah kamu lakukan bersama perempuan itu. Terima Kanaya sebagai Istrimu, perlakukan dia dengan baik. Sampai saat itu tiba, tanpa kamu yang meminta, Papa akan sukarela menunjukmu sebagai ahli waris."
Usai mengatakan hal demikian, Papa Jaya lantas pergi begitu saja meninggalkan ruangan Darren. Sementara, Darren seakan kembali emosi. Darahnya seakan mendidih dari ubun-ubun hingga ke ujung kakinya. Seolah apa yang dia lakukan sia-sia. Dia sudah menikahi Kanaya, gadis yang sama sekali tidak menarik dan cantik, tetapi kini Papanya seolah enggan menjadikannya sebagai ahli waris.
"Mencintai dan menerima kalkun itu dengan sepenuh hati? Itu tidak akan mungkin, Pa. Lebih baik aku kehilangan semuanya daripada mencintai Kalkun buruk rupa bernama Kanaya itu." gumam Darren sembari memukul meja kerjanya.
...🍁🍁🍁...
Sementara itu menjelang jam makan siang, terdengar bel apartemen Darren berbunyi. Saat itu Kanaya yang tengah berada di dalam dapur dan sedang membuat sebuah mie instan rasa soto ayam seketika mengerjap.
Gadis itu berpikir siapakah yang datang. Biasanya Darren akan langsung memasuki apartemen setiap kali pulang kerja, tidak pernah ada orang yang membunyikan bel apartemen sebelumnya. Meninggalkan sejenak kegiatannya di dapur, Kanaya berjalan perlahan untuk membukakan pintu.
"Sebentar …." sahut Kanaya dari dalam apartemennya.
Perlahan tangannya meraih gagang pintu dan mulai membukanya perlahan.
"Siapa?" tanyanya sembari tersenyum.
Akan tetapi, senyuman itu perlahan pudar saat dia melihat seorang gadis cantik yang dia yakini hadir di pesta pernikahannya tempo hari.
Gadis cantik dan berpenampilan modis itu datang dengan mengenakan midi dress berwarna rapi, dengan make up flawless yang semakin mempercantik wajahnya.
"Aku mau mencari Darren." ucap gadis itu yang tak lain adalah Sandra.
Kanaya yang masih berkutat dengan pikirannya sendiri dan hanya membuka sedikit pintu perlahan membuka mulutnya untuk berbicara. "Euhm, Darren nya sedang ke kantor." sahut Kanaya dengan cepat.
Menerobos masuk, Sandra pun melangkah dengan begitu elok layaknya burung Merak yang memegarkan seluruh sayapnya.
"Darrennya tidak ada, dia sedang di kantor." lagi ucap Kanaya.
Sandra seolah menghiraukan Kanaya. "Aku akan menunggunya di sisi." sahut Sandra dengan terus melenggang masuk.
Kanaya seketika menghela napasnya dan menutup pintu apartemen itu. Kemudian Kanaya memasuki kamarnya terlebih dulu untuk menyimpan outline novel yang akan mulai ditulisnya.
Sayangnya Kanaya lalai, dia meninggalkan begitu saja mie instan yang dia buat begitu saja di dekat dapur. Sandra pun tersenyum Iblis melihat semangkok mie instan rasa soto ayam dengan uapnya yang masih mengembul, kemudian dia mengeluarkan obat pencahar ke dalam mie instant itu. Berharap Kanaya akan menghabiskan mie instans itu dan lambungnya akan terkuras. Menurut Sandra, sedikit kesakitan akan mampu membuatnya balas dendam kepada gadis yang dalam kacamatanya tidak layak sama sekali bersanding dengan seorang Darren Jaya Wardhana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 295 Episodes
Comments
Toni Tini
wahh jdi malea bacanya
2023-09-04
0
andi hastutty
Daren bikin kecew benar yg dikatakan papanya
2023-07-28
0
『ᴺᴼᵀnot࿐』
Ketika orang waras berbicara dengan orang tidak berakal semua nasihat pasti menjadi sia"
2023-03-23
1