Wulan keluar dari kamar mandi dengan dress putih panjang semata kaki. Rambut panjang nya yang masih lembab di biarkan tergerai begitu saja. Langkahnya terhenti seketika saat Brian memasuki ruangan kamar itu. Pria itu berdiri menatap dirinya dari ujung kaki hingga ujung kepala.
“Apa lagi yang kamu kenakan itu?” tanya Brian seraya menatap Wulan dengan risih.
Dengan cepat Brian melangkah mendekati Wulan. Tangan kanan nya langusng menarik kerah baju yang di kenakan Wulan.
“Lepaskan pakaian ini, aneh sekali! Kenapa nggak sekalian memakai jilbab dan cadar saja?!” Bentak Brian sekaligus menarik kasar kancing gaun panjang itu.
Empat buah kancing lepas dari baju yang di kenakan Wulan, semua nya jatuh berserakan ke atas lantai. Wulan yang sangat ketakutan langusng memegang kerah bajunya yang kini rusak.
“Ada masalah apa dengan baju saya? Kenapa di rusak seperti ini?” ucap Wulan. Wajahnya hampir saja menangis akibat perlakuan kasar Brian. Namun ia masih berusaha berdiri tegap.
“Kenapa? Kamu pikir kita akan ke acara amal atau akan ke acara panti jompo? Haha dasar wanita kuno.” Brian menatap remeh Wulan. Wulan terus menggenggam kancing baju yang sobek. “Saya akan mengajari kamu bagaimana sikap seorang wanita sesungguhnya,” lanjut Brian seraya memasang senyum di salah satu sisi bibirnya.
Saat itu juga Brian langsung mengambil ponselnya dan langsung menghubungi seseorang.
“Raya, aku punya tugas untuk mu,” ucap Brian pada seorang wanita dari ponselnya.
“Tugas seperti apa Darling? Tugas nya menguntungkan gak?” tanya Raya.
“Tentu saja, saya akan memberikan kemewahan dan kenyamanan untuk mu.”
“Baik lah Darling, saya akan ke Jakarta sekarang,” jawab Raya.
“Sore ini langsung ke rumahku!” ucap Brian kemudian menutup panggilan telponnya.
Mata Brian mencari sosok berbaju putih kuno yang sedang berdiri di belakangnya. Ternyata wanita itu tengah berjongkok di bawah nakas meraup beberapa kancing yang sedang bertebaran di atas lantai.
“Apa yang kamu lakukan? Cepat ganti pakaian itu!” bentak Brian.
Wulan langsung berlari menuju ruangan ganti.
Air mata yang hampir berderai, berusaha di tahan sekuat kungkin.
“Jangan menangis. Kamu nggak boleh menangis Wulan. Ini hanyalah kancing, kita pasti bisa memperbaiki ini.” Batin Wulan sambil menatap beberapa kancing dalam genggamannya.
Ia menyimpan kancing baju itu dalam koper miliknya kemudian mengambil sebuah dress lagi dari sana.
Dress yang terlihat lebih trendi jauh dari kesan kuno.
Ia kini sedang membolak balikkan tubuhnya di hadapan cermin.
“Apa kah ini bisa? Aku tidak membawa banyak baju yang seperti ini,” batinnya.
“Apakamu sedang bertapa di dalam sana?” Lagi lagi teriakan Brian membuatnya panik.
Wulan pun bergegas keluar dari ruangan pakaian.
“Mas saya-“ ucap Wulan begitu tiba di hadapan Brian yang hanya Mengenakan handuk menutupi badanya.
“Kamu hanya bisa memanggilku mesra saat berada di hadapan orang tuaku. Selain itu panggil aku tuan,” ucap Brian pelan sambil berjalan mendekati Wulan. “Dan tugas kamu adalah melayani keperluanku selama aku berada di rumah. Jangan pernah mencampuri urusan yang lain atau!”
“Baik tuan, Wulan akan patuh.”
“Haha, bagus. Sekarang kamu ambil pakaian ku dan bawa ke sini,” ucap Brian dengan nada lebih ramah.
“Ini tuan,” ucap Wulan.
“Pakaikan,” perintah Brian.
“Semuanya tuan?”
“Ya semuanya,” Brian langsung melepas handuk yang melingkar di tubuhnya.
Wulan hanya bisa menunduk, ia tak berani menatap tubuh tela njang pria di hadapannya. Ia mulai mengenakan ****** ***** terlebih dahulu.
“Haha, jangan harap kamu mendapat kenik matan dari ku. Di lihat dari segi mana pun aku nggak bisa berbagi tubuhku ini untuk mu. Walaupun kamu adalah istriku, kamu hanya akan melayani ku seperti seorang pembantu,” ucap Brian sombong.
“Kamu pikir aku tertarik dengan mu tuan Brian. Nikmatilah wanita mu, tubuhku nggak sudi di sentuh tubuh kotor mu.”
Setelah selesai memasang semua pakaian ke tubuh Brian, Wulan mengambil dasi dari gantungan.
“Tuan, aku nggak tau cara memasangkan dasi. Aku-“ Tubuh Wulan terdorong beberapa Meter ke belakang hingga terhantuk pada sebuah meja. “Aughh,” pekiknya kesakitan.
“Nggak becus!”
Brian langsung menghadap cermin kemudian memasang sendiri dasi ke badannya.
“Kamu dan kakek mu itu di antar Deon, saya akan memakai mobil sendiri.”
Wulan masih menunduk di ruangan itu menunggu aba aba selanjutnya dari Brian. Namun sudah beberapa lama ia berdiri tak ada satu katapun untuknya. Bahkan setelah selesai merapihkan rambut, brian langsung pergi dari ruangan itu.
“Uuggghh,”
Wulan melenguh akibat rasa sakit yang masih terasa di pinggangnya. Belum hilang pegal pada punggung nya kini harus di tambah dengan benturan yang membuat pinggangnya kesakitan.
Ia pun berjalan keluar dari ruangan itu. Bi Narsih sudah menunggu wulan di dekat tangga.
“Nyah, Deon sudah menunggu nyonya di luar.” ucap bi Narsih ramah.
“Tuan Brian?” tanya Wulan.
“Tuan sudah berangkat lebih dahulu,” jawab bi Narsih.
“Bik, kakek di mana?” tanya Wulan.
“Kakek juga sudah di depan menunggu nyonya.”
“Ya sudah Wulan kedepan, makasih bik,” ucap Wulan sambil berjalan cepat menuju teras.
“Kek, kenapa nggak duduk di dalam?” tanya Wulan.
“Kakek juga barusan keluar. Nggak apa Lan, kakek kuat kok,” ujar kakek Hendy.
“Tapi kaki kakek kan belum kuat.”
Bi Narsih langsung membantu memegang lengan kakek Hendy masuk ke dalam mobil. “Nyah, Deon ini putra sulung bibi. Nyonya bisa aman bersama nya.” ucap Bi Narsih.
“Biak bi, makasih,”
“Deon, kamu jaga nyonya dan kakek Hendy dengan baik. Hati hati di jalan, dan jangan lupa papah kakek dengan baik Deon,” perintah bi Narsih pada putranya.
“Iya bu, Deon mengerti.”
“Nyonyah belum tau jalanan di kota, kamu harus ikut terus di mana nyonyah berada ya,” lanjut bi Narsih.
“Iya bu, Deon sudah paham,” sahut Deon.
Mendengar ucapan bi Narsih dan Deon, Wulan tersenyum.
“Bi, kami jalan dulu.”
…\=_\=…
Wulan dan kakek hendy tiba di sebuah rumah megah lainnya. Mereka berjalan bergandengan masuk ke dalam ruangan besar bergaya modern. Sang kakek tersenyum kecil menatap sebuah lukisan besar yang terpajang di dinding.
“Alan, setelah dua puluh tahun akhirnya aku kembali ke rumah mu,” gumam kakek.
“Tuan, silahkan masuk,” sambut seorang wanita.
Kemudian beberapa orang kekuarga Brian datang menghampiri Kakek Hendy dan Wulan.
“Paman Hendy, mari,” ajak seorang pria yang tak lain adalah ayah mertua Wulan.
“Johan,” sapa kakek.
“Maaf paman, kemaren Johan ada urusan mendadak. Jadi langsung meninggalkan acara lebih awal,” ucap Johan.
“Iya iya nggak apa apa,” ucap kakek ramah.
“Paman mari masuk, kita akan langsung ke meja makan,” ajak Rosita ibu Brian.
Di meja makan, Jenny adik Johan sudah berdiri di sana.
“Paman,” sambut jenny ramah.
“Jenny duduklah,” ucap kakek.
Arkan menarik sebuah kursi untuk kakek Hendy duduk. “Kakek silahkan duduk,”
“Terimakasih Arkan,” ucap kakek Hendy pada putra Jenny.
“Paman, kami sudah tidak terbiasa dengan tradisi lama. Acara sungkeman kami ganti dengan makan bersama seperti ini. Seperti ini kita bisa saling mengenal dan lebih akrab seperti keluarga,” ucap Johan.
“Paman mengerti, kalian semua tumbuh dan besar di luar negri. Paman maklum. Terakhir paman bertemu kalian saat ulang tahun pernikahan orang tua kalian. Bahkan sekarang anak anak kalian sudah tumbuh besar semua, paman bangga dengan kalian. Pencapaian yang luar biasa. Kalian anak anak yang hebat,” ucap kakek.
“Kemaren di acara pernikahan kakek banyak berbincang dengan Jenny dan Arkan. Melihat kalian bisa sukses semua kakek senang,” lanjut kakek Hendy.
“Paman jangan ngobrol terus , ayo makan dulu,” ujar jenny akrab.
“Ayo ayo, kalian juga makan,” ucap kakek.
Usai makan bersama pagi itu, Johan mulai membahas masalah pekerjaan.
Brian yang sedari tadi hanya duduk diam sambil asik memainkan ponselnya langsung ikut angkat bicara begitu jabatan GM perusahan di berikan kepada Arkan.
“Trus yang urus pabrik siapa?” tanya Brian.
“Haha, pabrik. Tante kamu Jenny juga masih bisa handle kalau cuma pabrik,” ujar Johan.
“Johan, Wulan juga bisa di andalkan, dia juga seorang sarjana. Walaupun hanya lulusan dari universitas kecil tapi dia pasti bisa membantu Jenny di pabrik.” ucap kakek Hendy.
“Oh ya? Wulan kuliah jurusan apa?” tanya Johan.
“Teknologi industri paman,” jawab Wulan.
“Wulan, panggil paman Johan papa. Sekarang beliau adalah papa kamu,” ujar Rosita lembut.
“Baik tante,” jawab Wulan.
“Loh, kamu panggil aku mama dong,” ucap Rosita setengah menahan tawa.
“Haha, Wulan belum terbiasa. Maklum lah kak,” ujar Jenny memberi pembelaan.
Semua orang ikut tertawa. Bahkan Arkan si pria dingin dan cuek itu pun ikut tertawa melihat tingkah Wulan.
Di sisi lain dari meja makan, Brian dengan wajah datarnya terus menatap pada ponsel dalam genggamannya. Ia muak dan bosan dengan acara ramah tamah keluarga seperti itu. Baginya, semua ucapan yang keluar dari mulut mereka hanyalah basa basi.
“Huffftttt kapan acara membosankan ini berakhir,” batin Brian.
Tanpa sadar lenguhan nafas panjangnya terdengar oleh sang papa yang saat itu duduk persis di sampingnya.
“Brian!” tegur tegas sang papa. “Ingat, kamu sudah beristri. Kurangi hidup hura hura mu itu. Atur perusahan dengan baik dan jaga istrimu. Awas jika papa dengar kamu macam macam apalagi jika sampai berimbas pada perusahan. Arkan, awasi terus sepupu mu ini dan lapor kepada paman. Begitu juga Wulan, jika ada apa apa kamu telpon papa, papa akan pulang ke sini dan menghukum anak papa ini,” tegas Johan.
Wulan menatap arkan yang saat itu duduk tepat di hadapan nya. Pria itu terlihat tenang, tidak tersenyum ataupun berucap sepatah kata untuk menanggapi Johan.
Sedangkan Brian, ia tersenyum kecil seolah tak peduli dengan ucapan sang papa. Ia bangkit dari kursinya kemudian pamit dari situ.
“Jika sudah selesai acaranya, saya undur diri. Siang ini saya ada meeting dengan perusahan Artha. Permisi!” Tanpa aba aba Brian langsung meninggalkan ruangan itu.
Johan menggeleng geleng kan kepalanya.
“Ambisi anak itu terlalu besar. Semoga dia bisa membuat perusahan semakin maju dan berkembang,” ujar Johan dengan sejuta harapan pada wajahnya.
.
.
.
TBC…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Ariana
Seperti biasa, tulisan mu Rapih
2022-10-12
1
Ariana
Itu bintang bintang apa thor?
2022-10-12
1
Meilan
Lanjut aja
2022-10-12
1