Jean memutuskan untuk pergi ke St Georgia City. Ada satu tempat yang harus dia datangi agar dirinya dapat bertahan hidup. Itu adalah rumah paman Hul. Dialah satu-satunya orang yang Jean kenal di kota.
Dengan uang yang Jean bawa, dia mungkin saja bisa bersantai selama beberapa tahun jika hidup dengan sederhana. Toh, dia sendiri juga sudah terbiasa dengan hal itu.
Tetapi Jean tidak bisa melakukan hal itu. Tidak sebelum dia melakukan apa yang telah dia ucapkan di depan makam ayahnya. Karena itulah, Jean tidak akan berdiam diri.
Tiga hari setelah menembus hutan yang rimbun, Jean bisa mencapai kota. Seperti biasa, dia bisa merasakan suasana kota yang ramai namun terasa sangat hampa. Jean hanya merasakan bahwa orang-orang yang ada di sini hanyalah kerumunan. Tidak ada keinginan dan semangat hidup dalam diri mereka.
'Apakah orang-orang kota selalu seperti ini setiap waktu?'
Jean bertanya-tanya dalam dirinya. Apakah tidak ada yang bisa memantik semangat hidup kerumunan ini? Itulah kenapa walaupun tempat ini sangat ramai, pada hakikatnya yang Jean rasakan adalah rasa kesepian.
Tidak ada waktu untuk bertanya-tanya. Jean harus segera bergegas ke rumah paman Hul. Dia tidak menulis surat apapun. Ada kemungkinan dia akan ditolak. Tetapi tidak ada salahnya untuk mencoba. Kalau berjalan lancar itu akan menjadi keuntungan bagimu, kalaupun tidak, kau tidak akan rugi. Itulah yang ayahnya pernah ajarkan pada Jean.
Dia melewati berbagai gang-gang sempit. Dia sengaja mencari jalan pintas. Selain karena akan merepotkan untuk berjalan di tengah-tengah kerumunan akan menyulitkannya untuk bergerak ketika membawa barang sebanyak ini, Jean juga tidak ingin menarik perhatian yang tidak-tidak.
Awalnya segalanya berjalan lancar. Tetapi rencananya segera hancur ketika dia melihat seorang ibu dan anak yang sedang dikelilingi oleh beberapa orang. Aura orang-orang itu....sama.
Mereka memiliki aura yang sama dengan para bedebah yang menyiksa dirinya dan anak-anak yang lain pada waktu itu. Seketika itu juga api kemarahan membakar hati Jean. Tetapi dia tidak ingin memulainya. Alhasil, Jean hanya melihat dari kejauhan.
"Apa lagi yang kau tunggu!? Cepat serahkan semua uangmu atau anakmu akan kami bawa!"
Salah satu dari mereka dengan paksa menarik kantung uang yang dipegang oleh sang ibu. Mau bagaimana pun, sang ibu menolak Sehingga dia juga menarik kantung uang yang merupakan miliknya.
Tapi fakta bahwa lelaki yang menarik paksa memiliki lebih banyak tenaga dan otot yang lebih besar, dia berhasil merebut kantung uang itu dan membuat sang ibu tersungkur.
"Cih, Sialan! Oi Kalian, Bawa anak dan ibu ini pergi. Mereka berdua sangat cantik sehingga kita bisa membuat mereka menjadi mainan kita!"
Mendengar itu, sang ibu dan anak gadisnya langsung ketakutan. Mereka saling berpelukan. Si ibu berusaha untuk menenangkan anak gadisnya namun dia sendiri juga mulai menangis.
'Mainan kah? Mereka tidak ada bedanya dengan para bajingan waktu itu'.
Tanpa disadari oleh siapapun, Jean sudah sampai di belakang kerumunan mereka. Tiba-tiba saja, salah satu dari mereka terlempar dan kepalanya mendarat terlebih dahulu. Itu menyebabkan lehernya patah dia dia tewas saat itu juga.
"O-oi! Kenapa dia terlempar!?"
Keributan langsung terjadi. Itu membuat sang ibu dan anak gadisnya memilih waktu untuk kabur. Setelah Jean melihat mereka pergi, sudut mulut Jean naik membentuk senyuman.
"Bocah bajingaaaannn!!"
Pria pemaksa tadi langsung kalap begitu tahu bahwa yang melempar rekannya adalah bocah kecil. Dia langsung meraih pisau yang tersimpan di balik pakaiannya dan menerjang Jean.
Tapi hanya itu. Bagi Jean, gerakan lelaki itu sangat lambat. Jean bahkan merasa bosan. Jadi dia menghampiri lelaki itu dari samping, meraih pergelangan tangan dan lengannya, lalu mematahkannya seperti mematahkan sebuah ranting.
"GRRRAAHHHHH!! TANGAN....TANGANKUUU!!! SAKITT!!!"
Jean merasa muak ketika melihat wajah pria itu. Jean hanya berusaha menukar posisi pria ini dengan wanita tadi. Dia mau menjadikan mereka berdua sebagai wanita kan? Sekarang, bagaimana rasanya ketika tanganmu juga dianggap sebagai mainan.
Tapi meskipun muak, Jean merasa kepuasan batin dalam dirinya. Melihat orang-orang yang sok kuat seperti mereka berteriak dan menangis karena kesaktian itu ternyata sangat menyenangkan.
'Jadi begini ya rasanya? Sangat menyenangkan melihat orang-orang seperti mereka yang berusaha berdiri di puncak rantai makanan ternyata jatuh dengan mudahnya.'
"APA YANG KALIAN LAKUKAN DI SANA!!??AAARRGGGHHH INI SAKIT!! CEPAT BUNUH ANAK ITUUU!!!"
Jean menghela nafas. Ternyata pria ini keras kepala. Semua anak buahnya langsung mengambil pisau dan kapak yang tersembunyi di belakang mereka dan menjadikan Jean sebagai target hidup.
Tapi tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Jean punya perisai terbaik. Dia mengangkat pria yang menjadi pemimpin kerumunan dan menjadikannya tameng hidup. Alhasil, semua serangan yang diarahkan kepadanya mengenai lelaki itu.
Tidak ada senjata yang mengenal bagian vital. Jadi lelaki ini tidak mati. Tapi justru di situ bagian menariknya kan? Melihatnya dia berteriak dan menangis kesakitan serta memohon ampun kepada Dewi karena rasa sakit yang dia rasakan, itu membuat hati Jean bergejolak karena senang.
"Bagaimana rasanya dijadikan tameng hidup? Ayolah, aku tidak membuatmu menjadi mainan. Mainan itu tidak begitu berharga. Sebaliknya, aku menjadikan dirimu perisai. Bagaimana, merasa terhormat?"
Layaknya iblis, Jean membisikan kalimat itu ke telinga pria yang sekarang sedang meraung keras. Suaranya jelas kemana-mana, tetapi tidak ada orang yang datang bahkan untuk melihatnya.
Tapi, Jean merasa bosan. Pada akhirnya, dia mencabut salah satu pisau yang tertancap di bagian perut lelaki itu dan menusukannya ke jantung.
Lolongan kematian terdengar di gang itu. Setelah pemimpin mereka mati, yang lainnya langsung kabur karena ketakutan dan trauma yang baru saja mereka lihat di hadapannya. Kelak, itu akan menjadi mimpi buruk bagi mereka.
"Ah, aku lupa. Aku harus segera ke rumah paman Hul. Ah, bajuku kotor. Aku akan ganti baju dulu."
Tidak ada rasa bersalah dalam diri Jean. Kau tidak merasa bersalah ketika membunuh babi kan? Begitulah yang ia rasakan saat ini.
Jean dengan ringan hati mengganti bajunya. Dia membuang pakaianku yang berlumuran darah dan menggantinya dengan yang baru. Sudah saatnya dia melanjutkannya perjalanan. Dan pada saat itulah, wanita tadi menghampiri Jean bersama dengan anaknya.
"Terimakasih karena telah menolong saya dan anak saya. Maaf karena sudah merepotkan kamu."
Wanita itu menundukan kepalanya sebagai tanda terimakasih. Jean mengatakan padanya kalau tidak usah dipikirkan. Sudah kewajiban untuk menolong orang yang sedang kesulitan (?)
Tapi Jean dapat merasakan rasa takut pada anak dari wanita itu. Dia pasti melihat semua yang ia lakukan tadi. Jean jadi merasa sedikit bersalah. Melihat gadis itu mengingatkan dia pada kakaknya Jeanne yang sedang diculik. Dia bertanya-tanya bagaimana keadaan mereka tapi bukan saatnya memikirkan itu sekarang. Kalau itu kakaknya dan ibunya, mereka pasti baik-baik saja.
"Ngomong-ngomong, kemana tujuanmu sebenarnya nak? Sepertinya kamu baru beberapa kali ke kota."
"Ah, maafkan saya nyonya. Itu memang benar. Saya baru dua kali ke kota. Tujuan saya selanjutnya adalah rumah saudagar Hul."
Wajah wanita itu berubah. Dia terlihat sangat senang.
"Ara.... betapa kebetulannya. Mari kita pergi ke sana bersama. Perkenalkan, aku Cassie. Aku adalah istri Hull. Dan ini anakku, namanya Charlotte. Dia adalah anak kedua kami."
Huh!?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 244 Episodes
Comments
Anya Forger
keren
2022-09-09
0
huff
ara ara
2022-07-23
0
Tri Andi Wijaya
bisa kebetulan yaa
2022-05-21
0