20

Sejak kecelakaan yang menimpa putrinya, Ruslan selalu merasa bahwa sikap putrinya terlihat berbeda. Tak hanya sikapnya yang berubah bahkan putrinya terlihat selalu menghindarinya.

Bukan berarti selama ini Ruslan tak memperhatikan atau tak menyayangi putrinya. Namun karena sebagai orang tua tunggal ia tak bisa melakukan semuanya sendiri.

Apalagi saat ini kondisi tokonya sedang tidak stabil, belum lagi hutang yang tersebar di mana akibat biaya rawat inap pasca putrinya keluar dari rumah sakit. Membuatnya harus bekerja ekstra untuk mendapatkan biaya tambahan.

Kendati begitu, ia berusaha sebisa mungkin untuk memberikan putrinya perhatian lebih, agar putrinya tak merasa kesepian. Namun entah kenapa ia merasa semakin jauh dengan putrinya?

Ia bahkan tak tahu bahwa putrinya memiliki ponsel baru. Dahinya mengernyit tat kala menyadari bahwa dari mana putrinya mendapatkan ponsel baru? Tidak mungkin kan kalau putrinya . . .

Tidak, tidak, tidak. Ruslan pun menggelengkan kepalanya, menyangkal pemikiran anehnya. Tak mungkin putri kecilnya yang polos melakukan hal seperti itu.

Namun tetap saja dirinya masih penasaran, dari mana putrinya mendapatkan benda mahal itu yang bahkan ia sendiri tak mampu untuk membelikannya?

Saat hendak menanyakan hal tersebut. Putrinya tiba-tiba terlihat tergesa-gesa untuk berangkat ke sekolah. Bahkan dia tak menghabiskan sarapan paginya, sehingga ia pun mengurungkan niatnya. Dan membiarkan putrinya pergi ke sekolah meninggalkan sejuta pertanyaan di dalam hatinya.

Ia pun menghembuskan nafasnya dengan kasar, kepalanya menunduk seraya memijat pelipisnya yang terasa sakit.

Selama ini dirinya selalu merasa telah gagal menjadi orang tua tunggal yang baik untuk putri semata wayangnya . Jika saja istrinya masih ada di dunia ini, mungkin saja putrinya tak akan mengalami kehidupan yang menyedihkan seperti ini.

Tangannya tak berhenti memukul kepalanya berulang kali, menyalahkan betapa bodohnya ia pada waktu itu.

Jika saat itu dirinya tak melakukannya. Mungkinkah ia masih berteman dengan Ruksa hingga saat ini? Ia pun terkekeh mendengar keinginan konyolnya. Jangankan berteman, wanita itu pasti masih membenci dirinya.

" Apa dia baik-baik saja? "

Saat menampakkan kakinya di area sekolah. Ruksa pun langsung bisa menangkap penampakan EL yang tengah sibuk dengan ponselnya seraya bersandar di dinding, sesekali ia akan menghentikan aktivitasnya untuk menyapa teman dan juga gurunya yang melintas di depannya.

" Wah, lihatlah pakaian rapihnya itu. " Ujar Ruksa. " Apa dia tak lelah tersenyum bodoh seperti itu? Cih tak heran jika dia menjadi ketua osis. " Tambahnya seraya berjalan menghampiri anak laki-laki itu.

" Selamat pagi. "

" Pagi. "

" Kamu terlihat berbeda hari ini, ada apa? "

" Karena bosan, kenapa? "

" Terlihat lebih bagus. " pujinya tulus.

" Lupakan, bisakah kita berbicara empat mata saja? " Tanya Ruksa tanpa basa-basi.

Tanpa berpikir panjang, EL pun menganggukkan kepalanya, ia pun mengajak Ruksa untuk pergi ke ruangan osis agar bisa berbicara dengan santai. Kebetulan ruangan osis masih sangat sepi. Lantaran sisa anggota osis yang masih dalam perjalanan.

Ruksa pun mengangkat kedua bahunya, dan dengan patuh mengekori EL dari belakang.

Ada banyak puluhan mata yang mengarah padanya, seakan-akan ingin menelannya hidup-hidup.

Namun bukan Ruksa namanya, ia pun menjulurkan lidahnya dengan wajah jeleknya pada semua yang menatapnya dengan tatapan membunuh. Membuat wanita yang melihat wajahnya yang menyebalkan semakin membencinya.

Entah kenapa? Hal ini sangat menghiburnya, sudah lama ia tak bersikap kekanak-kanakan.

Singkat cerita, langkah kaki EL pun terhenti di sebuah pintu yang begitu besar nan tinggi.

Ketika pintu itu terbuka, Ruksa pun membelalakkan kedua bola matanya, ia tak pernah menyangka bahwa pihak sekolah membuat ruangan semegah dan semewah ini hanya di gunakan untuk kegiatan osis.

Apa mereka bercanda?

Ruksa tak bisa berhenti berdecak kesal setiap kali melihat setiap sudut ruangan itu yang terlihat mewah itu, terdapat beberapa lukisan mahal yang menggantung di dinding itu, bahkan kursi di sana terlihat sama persis dengan kursi yang di gunakan oleh para bangsawan.

' Wah, bagaimana bisa ini di sebut sebagai ruang osis? bukankah tempat ini terlihat seperti tempat kerja seorang pangeran?! Bahkan ruangan kerja ku tak semewah ini!. ' Batinnya Ruksa.

" Ada apa? " Tanya EL yang melihat Ruksa yang termangu di depan pintu masuk. " Ah, Maaf jika ini sedikit berantakan. " Ujarnya seraya merapihkan berkas-berkas yang berserakan di atas meja miliknya yang terlihat seperti tahta seorang Raja.

Jiwa iri Ruksa pun semakin meronta melihat kemewahan yang melebihi miliknya sendiri.

Dirinya tak salah masuk kan? Rasanya dirinya tak seperti di dalam sekolah, lebih tepatnya ia merasa sedang berada di dalam istana kerjaan Inggris.

" Duduklah. " Ujar EL.

Dengan mengesampingkan kekesalannya, Ruksa pun dengan patuh menuruti perkataan EL dengan duduk di sopa panjang itu yang bersebrangan dengan anak laki-laki itu.

Tanpa berbasa-basi lagi, Ruksa pun meminta anak laki-laki itu untuk berhenti menemuinya, baik itu di dalam mau pun di luar sekolah, ia juga menambahkan untuk tidak menghubunginya lagi, baik itu berbentuk pesan teks atau pun sebuah panggilan. Sebab, kehidupannya di sekolah semakin terasa sulit akibat EL yang selalu berada di sampingnya.

" Siapa Lo? beraninya berkata seperti itu pada EL?!"

Tiba-tiba terdengar suara dengan nada marah dari balik pintu.

Ruksa dan EL pun secara bersamaan menoleh kearah sumber suara.

Tampak seorang pria bertubuh kekar masuk keruangan itu dengan kedua alis yang saling bertaut. Tingginya kurang lebih sekitar 180cm dengan kulit tubuh kuning kecoklatan. Pria itu berdiri secaya berkacak pinggang, di belakang tubuhnya terdapat dua gadis bertubuh mungil dengan kedua tangan mereka yang terlipat di dada.

Ruksa pun mengernyitkan dahinya. Siapa dia? Dan kenapa dua gadis itu mengikutinya?

" Senior, sepertinya kamu salah paham. Dia benar, aku telah menyulitkannya. " ujar EL secara tiba-tiba.

" Menyulitkan? Bukankah dia yang sudah menyulitkan sekolah kita beberapa kali ini?! EL, kamu pasti sudah tahu bagaimana dia merusak reputasi sekolah kita yang sudah terjaga puluhan tahun. "

" Tapi, dia. . .

" Ssstt, jangan bicara lagi. Biar aku yang tangani wanita ini, kamu hanya cukup diam dan memperhatikannya. "

" Tapi Senior. .

" Maaf, perkataan tuan Darian adalah mutlak. Tolong jangan buat kami berbuat yang tidak di perlukan. " Ujar kedua gadis itu secara bersamaan, dengan kompak mengurangi gerak tubuh EL.

Darian pun menghampiri Ruksa dan menyudutkannya yang tengah terduduk manis di atas kursi.

Kedua bola matanya menatap tak suka pada Ruksa. " Jangan kira Gue nggak tahu apa yang Lo perbuat pada Queensha, Roland dan juga Laila? Ini semua pasti ulah mu kan? Ujarnya dengan sedikit berbisik.

Ruksa pun tersenyum seraya menyunggingkan bibirnya, kedua bola matanya menatap pria itu. " Apa senior punya buktinya? Dan biar aku perjelas, di sini, akulah korbannya bukan mereka. "

Terpopuler

Comments

Siska Feranika

Siska Feranika

Kayaknya rame dengan tokoh baru...

2022-04-06

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!