Pagi ini Mala terlambat bangun walaupun alarm yang dipasangnya sudah berbunyi beberapa kali, dia bagun hanya untuk mematikan suara alarm lalu kembali melanjutkan tidurnya sampai akhirnya suara Arfan tedengar mengusik tidurnya.
"Sebentar lagi matahari terbit dek, kamu belum sholat lho" ucap Arfan lembut sambil menguncang tubuh Mala.
Arfan sangat sayang dengan adik semata wayangnya ini. Mala bukan gadis manja, dia cerdas dan berjiwa sosial, mudah bergaul dan mau berusaha untuk keberhasilannya. Baru kali ini Mala bangun kesiangan, biasanya setelah subuh adiknya sudah ada di dapur membantu bunda dan Bi Ina asisten rumah tangga yang sudah ikut bersama mereka sejak Mala masih bayi untuk menyiapkan sarapan.
Walau terlahir dari keluarga yang berkecukupan, Arfan dan Mala tidak terlena dengan harta. Mereka terbiasa hidup sederhana, bahkan Mala malas mengendarai kendaraan miliknya sendiri agar terlihat seperti orang dari keluarga biasa. Dia lebih senang menumpang pada Tias, membuat dia sering di buly sebagai orang yang suka memanfaatkan teman-teman yang kaya.
Pernah suatu hari Tias sakit dan tidak bisa masuk kuliah, terpaksa Mala mengendarai kendaraanya sendiri. Saat itulah teman-teman kampus yang pernah membulynya speechless, dia mampu membungkam mereka saat melihat kendaraan yang dikendarai Mala jauh lebih mewah dari milik Tias.
"Cepat mandi dan sholat. Mas tunggu kamu di meja makan" lanjut Arfan ucapannya begitu Mala sudah duduk dari tidurnya.
Arfan mengecup pucuk kepala adiknya lalu meninggalkan Mala yang masih mengumpulkan stengah nyawanya.
Semalam Mala tidak bisa tidur setelah bunda Sarah memberikan sebuah surat bertulis tangan milik ayahnya, dimana surat itu menjelaskan kalau sang ayah memang menjodohkan Mala dengan putra sahabatnya.
Memikirkan itu membuat Mala sulit terpejam, terlebih lagi dia membayangkan calon suaminya yang masih memiliki kekasih. Dia tidak ingin menyakiti hati seseorang terlebih lagi itu kaumnya sendiri.
Begitulah pribadi seorang Mala, sejak dulu dia tidak mau menyakiti siapapun bahkan pada orang yang mengusik dan menyakitinya sekalipun. Baginya tidak ada gunanya membalas kejahatan orang lain dengan kejahatan. Menurut pemikiran gadis itu, berarti dia tidak berbeda dengan orang yang menyakitinya kalau membalas dengan hal buruk seperti yang dilakukan musuh padanya.
"Selamat pagi Nunda" sapa Mala begitu dia berdiri di dekat Bunda Sarah yang sudah duduk di meja makan.
Mala mencium pipi bunda Sarah, hal rutin yang selalu dia lakukan setiap pagi. Sudah ada Arfan duduk disana tengah menikmati sarapannya. Tidak membuang waktu Mala segera menarik kursi duduk di samping Arfan dan berhadapan dengan Bunda Sarah.
"Kamu sudah mengambil keputusan La?" tanya Bunda Sarah. Mala menggeleng.
"Beri waktu Mala untuk kenal dulu dengan putranya Om Andro" jawab Mala lirih.
Dia ingin memberi tahu bunda dan Arfan kalau calon suaminya itu mempunyai kekasih tapi dia tahan sebelum dia menyelidiki lebih lanjut calon suaminya.
"Assalmualaikum" suara Tias yang memberi salam.
Gadis itu sudah menganggap rumah keluarga Mala adalah rumah keduanya, sehingga dia terbiasa keluar masuk rumah ini seakan-akan dia juga tinggal disana.
"Waalikumsalam" jawab bunda Sarah, Arfan dan Mala hampir bersamaan.
"Ayo Tias sarapan dulu" ajak bunda Sarah.
Tias mendudukan pantatnya disamping Mala, tanpa rasa sungkan dia mengambil roti dan mengoles topingnya sendiri. Bunda Sarah dan Mala sudah tahu kebiasaan Tias, gadis itu tetap mencari roti dengan toping coklat kacang kesukaannya walaupun sudah sarapan dirumahnya. Sehingga sejak Tias sering menjemput Mala untuk pergi kuliah bersama, Bunda Sarah selalu menyiapkan roti dan toping coklat kacang khusus untuk Tias.
"Lo kayak orang suntuk La" ucap Tias saat melihat sesuatu yang berbeda dengan sahabatnya tersebut.
Sahabatnya sedikit lebih pendiam, tidak seperti biasanya. Jelas sekali kalau dia sedang memikirkan sesuatu yang perlu pertimbangan. Bersahabat sejak lama membuat Tias cukup tahu bagaimana pribadi seorang Mala, termasuk saat memiliki masalah.
"Gue dijodohin" jawab Mala jujur. Mendengar jawaban Mala, Tias langsung menginjak rem mendadak.
"Gue masih mau hidup Tias" bentak Mala. Hampir saja keningnya membentur dashboard. Untung saja dia memakai seat belt dengan benar sehingga bisa menahan dirinya dengan baik.
"Sory, gue kaget denger jawaban Lo" jawab Tias sambil kembali melajukan kendaraanya.
Untungnya mereka masih di jalanan komplek yang masih sepi sehingga tidak mengganggu kendaraan lain yang lewat.
"Apa tamu yang gue lihat itu keluarga calon suami Lo?" tanya Tias lagi. Mala hanya menggangguk pelan.
"Orangnya cakep?" Tias kembali bertanya.
"Lo kenal orangnya" jawab Mala membuat Tias memalingkan wajahnya menatap Mala.
"Nggak usah lihatin gue, fokus kedepan. Kita sudah dijalan raya sekarang" membuat Tias kembali menatap lurus pada jalanan.
"Tias, lo inget nggak keributan waktu kita makan siang di resto Om Panji?" tanya Mala mencoba memulai cerita tentang siapa calon suaminya.
"Cewek yang diputusin cowoknya karena mau nikah sama orang lain. Terus cewek itu nyamperin kita karena ngetawain dia dan ditantang Zoya" jawab Tias panjang kali lebar.
"Kenapa lo ingetin gue masalah itu?" tanya Tias yang belum nyambung dengan maksud Mala. Tias benci mengingat peristiwa itu.
"Cowok itu yang dijodohin sama gue"
"What? Lo nggak bercandakan"
"Apa perlu gue bercanda dengan masalah serius dalam hidup gue?" Mala balik bertanya.
"Sory, gue kaget jadi sedikit tidak percaya" ucap Tias sambil memikirkan sesuatu.
"Btw, tu cowok cakep juga La. Dari penampilannya gue rasa dia bukan orang sembarangan" jawab Tias memberi masukan, tanpa Mala tahu jika Tias pernah mengenal laki-laki itu.
"Cocok si dia sama lo dari pada sama pacarnya yang kemarin itu" lanjut Tias ucapannya, jujur dalam hatinya Mala memang serasi dengan laki-laki itu. Bagaimana dengan dia?
"Gue belum terima lamaran dia, Yas" Mala memalingkan wajahnya menatap jendela.
"Gue perlu tahu dulu siapa dia dan seperti apa kehidupannya" lanjut Mala ucapannya.
"Gue paham, lo nggak usah ngomong gue udah tahu apa yang lo mau. Jangan takut, gue, Zoya dan Ardi pasti bantu lo untuk tahu kehidupan cowok itu" ucapan Tias membuat Mala tersenyum.
Dia tidak salah memilih sahabat, ketiganya selalu siap membantu. Begitupun sebaliknya, intinya mereka selalu siap membantu disaat salah satu dari mereka memiliki masalah.
Tanpa terasa mereka sudah memasuki kawasan perusahaan Andromega. Tias memarkirkan kendaraanya diarea pegawai, dia sudah mendapatkan kartu untuk akses masuk kesana. Tidak jauh dari mereka parkir tampak sebuah mobil yang dikenali Mala dan Tias.
"Mala, bukankah itu mobil yang kemaren datang ke rumah lo" tunjuk Tias pada kendaraan mewah tersebut.
"Dia ternyata kerja disini, gue pikir dia eksekutif muda punya perusahaan sendiri, tapi melihat penampilannya sepertinya dia memiliki jabatannya lumayan tinggi disini" lanjut Tias ucapannya.
"Berarti kita lebih mudah untuk mengetahui siapa dia dan bagaimana kehidupannya" Mala yang bicara dan mendapat anggukan dari Tias.
"Ya udah turun, kita absen nti telat lagi gara-gara dia"
Tias langsung membuka pintu mobil setelah dia mengajak Mala turun. Mala menyusul Tias dan sempat bertatapan dengan pria itu. Mala tidak menyangka akan bertemu lagi disini, dia segera memutuskan pandangannya dan berjalan mengikuti Tias menuju mesin absen.
Pria yang dijodohkan pada Mala terus memperhatikan gadis itu dari kejauhan. Cukup heran karena yang dia tahu gadis itu masih kuliah, tapi mengapa ada diperusahaan Andromega dan ikut absen karyawan? Pikir pria itu.
Mala naik ke lantai dimana ruangan bos berada, sebelumnya dia ikut Tias ke bagian administrasi untuk menemui kedua sahabatnya yang lain, dia meminta mereka nanti sore berkumpul di tempat biasa mereka berbagi cerita. Zoya dan Ardi menyetujui permintaan Mala.
"Mala, bos sudah ada diruangan" Tari memberi tahu Mala.
"Maaf mbak, aku tadi ke bagian administrasi dulu" jelas Mala takut dibilang terlambat.
"Tidak apa-apa, tumben aja bos datangnya pagi" jawab Tari lalu duduk dimeja kerjanya yang diikuti Mala.
Baru saja menyalakan monitor yang ada dihadapannya, Tari dipanggil bos untuk menghadap dan membacakan jadwalnya hari ini.
"Selamat pagi Pak Galih" sapa Tari pada pimpinannya.
"Langsung bacakan saja" jawab Galih tanpa membalas sapaan Tari.
"Ishhh, jawab sapaan gue apa salahnya sih" keluh Tari tanpa rasa takut.
"Ini kantor Tari" jawab Galih tanpa melihat wajah Tari yang semakin kesal.
"Iya-iya, untung lo masih sepupu gue yang paling dekat. Kalau bukan udah gue..."
"Tari, gue butuh jadwal bukan butuh ocean sepupu gue yang nggak guna" potong Galih ucapan Tari.
Tanpa membantah lagi, Tari membacakan jadwal Galih hari ini dari pagi sampai sore. Semua kegiatan hampir semua di kantor hanya saat makan siang Galih harus menemui klien mereka disalah satu restoran.
"Siang lo ditemenin asisten gue aja ya" ucap Tari begitu selesai membacakan laporannya.
"Kondisi gue lagi nggak bisa capek. Asisten gue anak magang, namanya Mala, dia rajin, pintar dan cekatan, dia dapat lo andalin, kerjanya bagus. Lo bisa nilai sendiri nati bagaimana kinerja dia" lanjut Tari menjelaskan.
"Mala?" beo Galih"
...⚘⚘⚘⚘⚘...
...Biarkan Aku Bahagia...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
kriwil
knpa udah pada tua pake bahas lo gua apa ga bisa bikin kata yg lebih baik gitu
2024-08-03
0
Elok Pratiwi
males meneruskan baca cerita nya .... ga suka dg kata kata lo ... gua ...
2024-08-03
0
Rose Magdalena Kasambow
baru baca, bagus Thor ceritanya
2022-12-15
1