Alisa kini lebih fokus pada karir modelnya, dia tidak mau bermain sinetron striping. Alsananya karena terlalu menyita waktunya. Kuliahnya sampai terbengkalai selama satu bulan karena sibuk dengan syuting film mini seri yang hanya tanyang selama seminggu.
Dalam syuting itu saja, Alisa tidak ada waktu untuk dirinya sendiri. Apa lagi syuting sinetron. Meskipun memang ada waktu libur, tapi sangat pendek waktunya.
Dia lebih nyaman berjalan di catwalk, melenggokkan tubuhnya untuk memamerkan busana yang di pamerkan dari pemilik desainer terkenal.
Tubuh idela Alisa dan juga wajah cantik membuat Alisa semakin di cari oleh pemilik produk, apa lagi sifat profesionalnya juga sangat baik. Serta kepada penggemarnya juga cukup ramah. Sehingga banyak sekali pengikut Alisa di media sosial.
Raya senang dan juga bangga sendiri dengan pencapaian Alisa. Dia juga suka Alisa yang selalu menyapa penggemarnya di media sosial. Selama tidak berlebihan dalam menanggapi penggemar yang kadang suka seenaknya.
Alisa, ada job baru untukmu. Apa kamu mau terima?" tanya Raya.
"Apa itu?" tanya Alisa yang sedang merapikan rambutnya.
"Ya, main sinetron sih. Tapi kamu jadi bintang utamanya, terima ngga?" tanya Raya.
"Sinetron ya?"
"Ya, dan kemungkinan akan syuting setiap hari. Bagaimana?" tanya Raya.
"Emm, ada tawaran yang lain lagi ngga?" tanya Alisa.
"Ada, tapi ini iklan produk internasional. Dan syutingnya juga di luar negeri." jawab Raya.
"Aku terima iklan produk internasional aja, ngga apa-apa kita nanti pergi ke luar negeri. Pulangnya kita liburan dan jalan-jalan." kata Alisa.
"Tapi sambil menjalankan syuting sinetron juga bisa." kata Raya lagi.
"Aku mau ambil satu aja dulu, minggu ini aku harus menyetorkan proposal skripsi. Dan langsung mengerjakannya langsung, aku pengen cepat lulus." kata Alisa.
Dia iri pada Raya yang sudah lebih dulu lulus dan tinggal menunggu wisuda saja. Raya pun mengerti, dia lalu menulis di ipadnya untuk satu minggu ini hanya waktunya kuliah dan juga syuting iklan produk internasional.
_
Richard memikirkan cerita Alisa waktu itu, dia mencari tahu siapa dalang pembakaran pabrik milik orang tuanya yang pertama di dirikan semasa merintis dulu.
"Aku melihat orang dengan membawa dirigen masuk pabrik lewat belakang, dia berkumis dan matanya adak lebar. Tangannya juga bergerak-gerak, saat itu aku lewat karena di suruh papaku memberikan gelang Alena, karena aku membawa dua gelang saat menolongmu itu, yang jatuh dan kamu temukan adalah gelangku. Coba kamu lihat di bagian ujungnya ada nama inisial As, artinya Alisa. Sedangkan punya Alena itu inisialnya An." kata Alisa waktu itu.
Richard masih memikirkan siapa laki-laki berkumis dan bermata lebar saat itu? Masih belum jelas, namun dia menebak seseorang. Tapi, apakah Alisa memang benar orang yang dia pikir adalah dia?
Tok tok tok
"Masuk."
Pintu terbuka dan terlihat Jo juga pamannya, tuan Rendra. Richard menatap tajam pamannya yang matanya sedang memeriksa semua sudut ruangan Richard. Richard pun tersenyum sinis, seperti biasanya. Masuk ke dalam ruangannya pasti memeriksa dan menyapu segala penjuru matanya.
"Om ada apa kemari?" tanya Richard.
"Emm, om hanya mampir ke kantor kamu." jawab tuan Rendra.
Dia duduk di sofa sambil melihat tumpukan berkas di meja Richard. Richard sendiri membuka berkas-berkas yang dia tanda tangani dan memeriksa sebelum di bubuhkan tanda tangan.
"Apa perkembangan perusahaanmu meningkat?" tanya tuan Rendra.
"Emm, lumayan. Sekarang sahamku lagi naik. Memangnya kenapa om?" tanya Richard.
"Ngga apa-apa, om tanya aja." jawab tuan Rendra.
Richard menatap pamannya itu dengan lekat, dia ingat ucapan Alisa dengan ciri-ciri yang dia sebutkan itu. Dia memperhatikan tuan Rendra, dari wajah keseluruhannya. Berkumis, mata lebar dan tangannya juga suka di gerakkan jika sedang panik.
Tapi bagaimana gerakan tangan laki-laki yang di maksud Alisa. Apakah seperti pamannya yang bergerak seperti mengibaskan tangan?
"Kenapa kamu melihat tangan om?" tanya tuan Rendra heran.
"Om kenapa tangannya seperti itu?" tanya Richard.
"Memangnya kenapa? Apa kamu tidak tahu kalau tangan om ini cacat sejak sepuluh tahun silam." jawab tuan Rendra.
"Cacat kenapa om? Setahuku om baik-baik aja, dan waktu itu om kan ada di luar negeri?" tanya Richard menyelidiki.
"Ini terkena api, waktu itu dan..." ucapan tuan Rendra terhenti.
"Kenapa om?"
"Eh, ya ini karena om ceroboh. Jadinya seperti ini, setiap panik ya pasti om goyangkan."
"Emm, seperti trauma kah om?"
"Mungkin, kata dokter juga tangan om itu trauma terkena api. Itu karena syarafnya yang langsung panik."
Richard lalu menyalakan api untuk rokok, entah kenapa dia ingin mencoba mengetes apakah benar kepanikan tangan pamannya itu semakin menjadi ketika melihat api.
Dan Jo pun heran, kenapa bosnya itu merokok? Bukankah dia tidak pernah merokok, dan dari mana rokok itu? pikir Jo.
"Tuan, apakah anda sedang..."
"Jo, tolong kamu ambil korek api di pantry." kata Richard.
"Richard, apa-apaan kamu merokok hah?!" teriak tuan Rendra.
"Maaf om, aku sedang banyak pikiran. Jadi rasanya tenang jika aku merokok." jawab Richard.
Dia melirik tajam pada Jo yang tidak juga pergi mengambil korek api, mungkin tidak mengerti maksud Richard. Dan Richard merogoh laci mejanya mencari korek api, barangkali ada di sana. Beruntungnya dia, ternyata korek api dia temukan dan langsung menyalakannya sambil menatap pamannya.
Dan benar saja, tangan tuan Rendra bergerak, wajahnya juga tegang. Tangan satunya memegang kuat tangan kursi di sampingnya. Richard belum menyulutkan api itu ke batang rokoknya, tapi apinya masih menyala.
"Richard! Matikan api itu!" teriak tuan Rendra dengan cepat.
Lima menit, Richard masih menyalakan apinya. Tapi pamannya semakin panik dan tangannya bergetar tidak karuan. Akhirnya Richard memadamkan apinya, dia menatap pamannya tajam.
"Om kenapa?" tanya Richard mendekat.
"Sudahlah, om mau pulang saja. Percuma om kesini juga karena om lupa di pabrik masih ada pekerjaan." kata tuan Rendra.
Richard hanya mengedikkan bahunya saja, lalu kembali duduk di kursinya lagi.
Sepeninggal pamannya, Richard membuka laptopnya untuk melihat cctv yang tersambung di laptopnya. Jo mendekat, dia juga melihat apa yang di lihat Richard.
"Apa yang tuan lakukan tadi?" tanya Jo.
"Aku sedang mencari dalang pembakaran pabrik papa sepuluh tahun silam, Dan sekarang sudah aku temukan. Tinggal bagaimana mencari bukti kuatnya. Saksi mata sudah aku temukan, dan aku akan menjaganya sampai di pengadilan nanti." kata Richard.
"Maksud anda apa tuan?" tanya Jo masih belum mengerti.
"Alisa, kamu tahu? Alisa adalah saksi waktu pembakaran itu, dia melihat wajah pembakar itu dan kamu tahu siapa orangnya?" tanya Richard pada Jo.
"Siapa tuan? Jangan bilang pelakunya adalah om anda." kata Jo lagi.
"Tepat, aku mencurigai dia menurut cerita Alisa."
"Tapi, bukankah itu hanya sebuah cerita. Dan benarkah nona Alisa adalah orang yang menolong anda? Dan sedang apa nona Alisa di sana?" tanya Jo heran.
"Dia sedang melintas, lewat mau memberikan gelang yang dia bawa untuk adiknya Alena. Tapi gelangnya aku bawa sebagai tanda kalau pemilik gelang itu adalah orang yang menolongku waktu itu."
"Tapi bukankah, nona Alena yang mempunyai gelang satunya?"
"Ck, kamu di jelaskan kenapa masih saja bertanya. Sudahlah, jangan bertanya lagi. Yang penting kamu harus membantuku untuk mencari bukti-bukti kalau om Rendra memang pelakunya. Dan sudah aku pastikan dia akan masuk penjara nantinya." kata Richard dengan sengit.
_
_
_
\=> jangan lupa like dan komennya ya...😊😊😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments