*******
"Oke, semangat untuk kalian semua!" Perkelompok tiga orang dan kalian menyebar lah. Jam satu nanti kita ketemu di sini." Itulah titah dari ketua kelompok para sales-nya barang elektronik kebutuhan rumah tangga.
Di mana perusahaan Arjuna memang bergerak di bidang itu. Sasaran mereka adalah para kalangan elit juga kelas menengah atas.
"Baik Bang!" Mereka sembilan orang perempuan muda menjawab secara serempak. Keluar dari mobil grand max hitam itu, kemudian mulai mengambil barang sesuai bagian.
"Ini, lingkungan kalangan atas. Pasti kita akan mudah menarik customer dan menjual produk kita sampai habis." ujar sang leader, seorang perempuan muda. Single, energik dan menarik.
Kemudian kumpulan para sales perempuan yang cantik ini menyebar. Sembilan orang terbagi dalam tiga kelompok. Dan kali ini Susi masih satu kelompok dengan Rapika dan Vanish.
"Kita satu kelompok lagi, ayo semangat!" ucap Susi pada kedua temannya yang tengah menenteng beberapa barang yang akan mereka tawarkan.
Mereka membawa barang sebagai sample dari produk perusahaan ARSA Mandiri.
Sisanya, mereka akan menyebar katalog pada setiap rumah penduduk.
"Kali ini barang yang kita bawa kecil tapi mehong bet," ucap Vanish, cewek betawi yang ceplas-ceplos.
"Segini saja sudah puluhan juta. Jadi ngeri aku bawanya," timpal Rapika si gadis batak yang cantik dan tomboy.
"Semoga, kita dapat banyak calon customer kali ini," harap Susi, tersenyum optimis pada kedua kawannya itu.
"Go! Go! Semangat!" pekik Rapika dengan logat khas nya.
Mereka bertiga pun mulai menyusuri perumahan yang termasuk kawasan elit tersebut. Rata-rata kisaran harga hunian di sini sekitar 3 -5 Milyar.
Hunian dengan gerbang rendah, dan taman di setiap halaman rumah. Garasi yang nampak satu bahkan dua mobil mewah.
Mereka masih anak baru, ini sudah pencapaian besar. Hingga perusahaan menempatkan kelompok mereka tak lagi di kampung.
Karena menawarkan barang di kampung pada masyarakat yang ekonominya di bawah lima juta perbulan, sungguh menguras tenaga.
Beberapa saat kemudian.
Setelah berjam-jam mereka berkeliling di sekitar lima blok. Di saat matahari hampir berada di atas kepala.
Akhirnya Susi memutuskan sesuatu, karena ide itu tiba-tiba tercetus dari ubun-ubunnya yang panas. Mungkin otaknya meleleh hingga sedikit encer untuk berpikir.
Perdebatan yang alot kadang terjadi ketika para customer menawar kesepakatan. Mereka juga harus selalu siap menjelaskan setiap detil kegunaan dan cara pemakaian produk-produk tersebut.
Beragam tipe orang, ada yang langsung melunasi dan ada juga yang dengan cara credit.
Bahkan ada beberapa customer yang memesan beberapa barang besar. Maka tugas mereka mencatat pesanan, serta lebih dulu menjelaskan aturan pembayaran.
Kaki jenjang yang terasa cenat-cenut itu terbayarkan dengan komisi yang nampak pada bayangan mereka.
"Syukurlah, lancar hari ini. Lihat barang-barang bawaan kita ludes." pekik girang dari Vanish, bahkan ia bertepuk tangan dan melompat.
"Komisi mingguan auto masuk kantong," girang nya.
"Tinggal mengunjungi satu customer yang katanya mau memesan beberapa barang. Seperti nya, beliau yang paling kaya di sini," jelas Susi.
Ternyata ide nya mengadakan pertemuan warga di aula menguntungkan mereka, serta mempersingkat waktu.
Ketimbang berkeliling dari satu rumah ke rumah yang lain.
"Benar itu Kak. Sebaiknya sekarang saja kita kesana biar cepat istirahat," ajak Rapika, ketiganya kembali berdiri setelah meluruskan kaki sesaat di pos.
"Bagaimana make up ku? Masih rapi gak?" tanya Susi pada kedua kawannya.
"Touch up lagi aja kali ya, make up kita meleleh ke panggang matahari," saran Vanish.
Mereka bertiga pun serentak mengeluarkan benda yang di maksud.
"Oke, sekarang kita Siap!" pekik semangat Susi. Kedua teman pun tertawa.
Mencari nomer rumah yang di maksud ternyata lumayan susah juga. Karena posisinya ada di ujung dan sangat jauh dari gerbang depan.
"Waw... Kaya banget ni orang! Rumah nya mewah!" pekik kagum Susi.
"Semoga beliau pesan banyak barang ya ke kita," harap Vanish yang di angguki keduanya.
Susi yang menenteng tas berisikan nota juga katalog. Melangkah tegas setelah utusan dari pemilik rumah membukakan pintu untuk mereka.
" Nyonya lagi ada arisan, tapi sudah selesai kok. Jadi Mbak-mbak di suruh masuk aja," jelas sang mbak asisten rumah tangga, pada Susi.
Mereka bertiga sudah sampai di teras kemudian melangkah masuk terus hingga pintu besar itu terbuka.
Menampilkan suasana lumayan ramai oleh para Ibu sosialita, yang tertawa elegan sembari bercerita. Bahkan ada yang sambil mengunyah cemilan di atas meja.
Ah, perkumpulan emak-emak kayah....
"Nya, itu mbak sales-nya udah dateng," ujar Art tersebut sopan.
"Oh, mari Mbak sini masuk aja!" panggil wanita paruh baya sang pemilik rumah. Dengan dandanan hebring nya.
Karena emas atau perhiasan di hampir sekujur tubuhnya. Dandanan yang cetar serta pakaian berwarna cerah.
"Sini Mbak, silakan duduk biar enak ngobrol nya. Siapa tau saya serta teman-teman saya ini tertarik dan memesan banyak," ucap wanita pemilik rumah dengan senyum merekah dari bibirnya yang bergincu merah membara.
"Terima kasih, Bu. Ini katalog dari produk perusahaan kami," ucap Susi sopan dengan senyum. Lalu kedua kawannya membagikan brosur pada para tamu.
"Keren-keren ya produknya, harga nya gimana nih Mbak?" tanya salah satu tamu.
"Harga bervariasi Ibu, sesuai dengan metode dan pembayaran yang Anda pilih," jelas Susi lugas. Kini ia mulai fasih dan faham pada bidang yang sudah beberapa waktu di gelutinya ini. Karena itu, supervisor memilihnya sebagai leader kelompok.
Hingga, sepasang mata yang mengenalinya membelalak lebar.
"Kamu!" pekik wanita paruh baya dengan sanggul itu. Ketika pandangannya berpapasan dengan Susi.
"Ma-Mami...," sapa Susi kaget hingga terbata.
"Cih! Tak sudi aku mendengar panggilan itu dari mulut bodoh mu!" hardik wanita itu yang ternyata adalah Easy, Ibu dari Seno mantan suaminya.
(Kenapa harus bertemu dengannya? Tenang Susi ... tenang.) batin Susi bergemuruh kencang.
"Maaf Jeng. Emang kenal sama Mbak sales-nya?" tanya wanita pemilik rumah.
"Itu dulu, dan saya sangat menyesal sekali." cibir Easy melihat jijik ke arah Susi. Sedangkan Susi memberanikan diri untuk membalas tatapan dari wanita angkuh itu.
"Maksudnya Jeng, dia...?"
"Iya, dia mantan menantu ku yang bodoh dan tak becus! Wanita kampungan yang mandul dan tak berguna!" Hina Easy lagi dengan nada tinggi dan penuh emosi. Hingga semua pasang mata kini melihat ke arah Susi. Jijik.
Tapi, tidak dengan kedua kawannya, yang menatap penuh iba padanya.
"Wanita tak berguna, yang tak bisa memberi keturunan. Menjaga kandungan saja tak becus!" tambah Easy, membuat beberapa tamu berdecak.
"Apa maksud Anda Nyonya yang terhormat? Kenapa Anda terus menghina saya? Apakah dengan begitu Anda lebih terhormat dari saya!" pekik Susi dengan segenap keberaniannya, ia tak mau ditindas lagi. Lagipula ini bukan area istana neraka itu.
"Tentu saja kami keluarga terhormat dan dari kalangan yang terhormat! Karena nya wanita sampah macam dirimu seharusnya tidak pernah masuk ke dalam hidup anakku!" hardik Easy lagi, dengan mata yang hampir keluar dari cangkangnya serta kedua bibir yang naik ke atas hampir menyentuh hidung kempesnya.
"Siapa yang Anda maksud? Apakah wanita yang telah kehilangan janinnya karena penyiksaan dari Anda ini yang di maksud SAMPAH?! Apakah menantu yatim piatu yang hendak berbakti ini, yang di jadikan pembantu di rumah suaminya sendiri?!" balas Susi tak kalah tinggi.
Sungguh emosi nya tak dapat ia tahan lagi. Ia takkan membiarkan dirinya di rendahkan lagi.
Easy bergetar dalam keterpakuannya, sejak kapan Susi berani membalas omongannya? Bahkan, tatapan mata dari mantan menantunya itu sangat tajam.
(Berani kau membalik kata-kata ku! Wanita tak berguna!) Easy meremas kipas yang di genggamnya.
Bersambung>>>>
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 314 Episodes
Comments
Pricila Bianca Aidelin
nah gitu,,lawan terus biar dia smaput,,udah jadi mantan mertua juga,dan biar ibu2 yg lain pada tau kelakuan dia...
2022-11-17
1
Wislan Thu Wislan
yeeeeey mntap Susi blas"trus susi
2022-10-01
1
lypdy
mampir ah hehehe
2022-05-31
1