Rumah Gauri berada jauh dari dunia luar. Rumah sederhana ini berada di hutan belantara yang dikelilingi oleh hewan. Hutan ini dilindungi oleh sihir, jadi harus melwati jalan tertentu agar sampai ke rumah Gauri. Tak ada tetangga. Dia hanya ingin menghabiskan sisa hidupnya dengan tenang.
Kuketuk pintu rumahnya. Tak lama pintu itu terbuka. Seorang nenek yang masih bugar sedang membukakan pintu.
"Ada keperluan apa?" tanya Gauri.
"Saya ingin menanyakan tentang sebuah sihir, Penyihir Gauri," jawabku.
Aku tidak ingin memanggilnya sebagai nenek karena entah mengapa sepertinya kurang sopan. Dia mempersilakan aku masuk.
Banyak keriput di wajahnya tetapi dia tidak menggunakan tongkat untuk berjalan. Tindak tanduknya tidak seperti orang tua, hanya wajahnya saja yang terlihat tua.
Kami duduk di ruang tamu. Cangkir dan teko teh melayang ke arah kami. Gauri menyajikan teh padaku.
"Sihir apa yang ingin kamu tanyakan?" tanya Gauri.
"Saya ingin tahu tentang sihir mengulang waktu," jawabku tanpa basa-basi.
Tangan Gauri yang mendekatkan cangkir ke mulutnya, terhenti. Dia meletakkan cangkirnya.
"Ada dua tipe orang yang akan bertanya tentang sihir ini. Orang yang ingin mengulang waktu atau orang yang telah mengulang waktu. Kamu yang mana?" sergah Gauri.
Aku melebarkan mataku. Haruskah aku jujur padanya? Apakah dia dapat dipercaya?
"Apakah Anda bisa menjaga rahasia?" tanyaku ragu-ragu.
"Aku tidak pernah membocorkan pembicaraanku dengan seseorang apapun yang terjadi," ujarnya menyakinkanku.
Aku melihat sorot matanya. Dia bersungguh-sungguh. Meski terlihat tegas, ada kelembutan di dalamnya.
"Saya telah mengulang waktu, yang ingin kutanyakan adalah kenapa waktu bisa terulang. Maksud saya kenapa saya bisa mengulang waktu?"
"Untuk melakukan sihir mengulang waktu diperlukan darah penyihir waktu dan penyihir biasa. Lalu penyihir waktu akan merapalkan mantra untuk kembali ke masa lalu. Penyihir waktu dan penyihir biasa yang mengorbankan semua darahnya akan mengingat kehidupan sebelumnya," jelas Gauri.
"Apa Anda tahu siapa saja penyihir waktu yang ada?"
Aku harus tahu siapa penyihir itu. Kenapa dia mengulang waktu? Kenapa dia menggunakan darahku? Apa karena aku gadis cacat sehingga dia tidak ambil pusing rencananya mungkin kuhalangi di kehidupan ini? Kalau itu alasannya dia melakukan kesalahan besar.
"Aku tidak tahu. Aku sudah menjauh dari dunia luar. Yang kutahu hanya satu yaitu diriku."
Gauri penyihir waktu? Kalau begitu mungkinkah....
"Apa Anda ingat kehidupan sebelumnya?"
"Tidak," jawabnya cepat.
Ternyata bukan. Kalau begitu siapa orang itu? Aku mati di kehidupan sebelumnya dikorbankan seseorang demi mengulang waktu. Siapa orang itu? Aku hanya bisa menebak kalau orangnya adalah pembunuh penyihir.
"Apa kekuatan penyihir waktu?"
"Aku tidak bisa mengatakannya karena itu adalah sihir unikku."
Jika menyangkut sihir unik memang sangat sulit. Gauri tidak akan mengungkapnya sekali pun aku memaksanya.
"Apa ada efek samping karena telah mengulang waktu?" tanyaku.
"Bisa dibilang banyak nasib orang yang berubah. Kalau untuk pengguna sihir mengulang waktu, tidak ada karena mereka sudah mengorbankan diri di masa lampau."
Itu benar, banyak korban berjatuhan di kehidupanku kali ini. Nasib setiap orang berubah. Aku juga tidak merasakan efek samping dari sihir mengulang waktu selain hal yang disebutkan oleh Gauri.
"Baiklah, terima kasih, Penyihir Gauri. Bila ada keperluan saya akan datang kembali."
"Jagalah dirimu anak muda."
Aku berpamitan lalu segera menuju kediamanku untuk mengunjungi Ibu Keith. Sambil memikirkan cara untuk menghentikan pembunuh penyihir.
***
Aku telah sampai di kediaman Skyrise. Mataku terpaku pada sosok yang tidak asing itu. Entah mengapa aku harus terus bertemu dengannya di kediaman ini, padahal dia bukan penghuni di sini. Stella mendekatiku.
"Senang bertemu denganmu, maaf tidak bisa mengobrol denganmu. Keperluanku di sini sudah selesai, aku pulang dulu," pamitnya.
Aku tidak ingin menghabiskan waktu denganmu. Itu malah membuat hariku semakin buruk.
"Aku sangat menyayangkannya, Stella. Kuharap kapan-kapan bisa mengobrol," jawabku bohong.
Kami saling menyunggingkan senyum palsu. Lalu, melanjutkan langkah menuju tujuan kami masing-masing. Keith sudah menungguku. Dia menyodorkan lengannya agar kurangkul. Aku melakukannya sambil memutar bola mataku.
Dia mengantarku menuju kamar Ibunya. Kehadiran Stella terus-menerus mengusikku. Keith menyadari ada yang mengganggu pikiran tunangannya.
"Ada apa Diana?" tanya Keith melihat wajahku.
Sepertinya raut mukaku terlihat buruk hingga Keith ikut mengerutkan wajahnya. "Kuharap Stella mengurangi waktunya untuk datang ke sini, karena bisa saja muncul rumor tidak mengenakkan," jawabku ketus.
"Dia hanya mampir untuk berbicara dengan Iris," balas Keith membela Stella.
Itu hanyalah akal-akalan Stella agar bisa bertemu dengan Keith. Keith terlalu polos untuk menyadarinya.
Aku menatap Keith dengan tajam. "Dia bisa bertemu dengan Iris di luar. Aku hanya tidak ingin ada kabar burung tentang pertunangan kita retak karena Tuan Skyrise kedatangan tamu yaitu gadis lain, selain tunangannya," tegasku.
"Maafkan aku, Diana. Aku tidak berpikir sampai ke situ. Aku akan memberitahu Stella agar tidak sering-sering datang ke kediamanku. Lalu, Iris akan kuberitahu kalau lebih baik bertemu dengan teman-temannya di luar saja," tutur Keith. Dia menuruti setiap ucapanku, tetapi yang terakhir kurasa tidak perlu.
"Iris bisa menemui teman-temannya di kediaman Skyrise apabila mereka lebih dari satu orang. Jika hanya satu orang kurasa lebih baik di luar saja, Keith," saranku.
Sebenarnya aku ingin menekankan bahwa hanya Stella yang tidak boleh datang di kediaman ini, tetapi ini akan membuat Keith salah paham kalau aku cemburu kepadanya. Akan lebih baik diberlakukan untuk semua gadis saja, dengan begitu rumor tidak akan tersebar.
"Baiklah, Diana." Keith mengangguk.
Aku mengalihkan pandanganku ke depan. Kami sudah sampai di depan kamar Ibu Keith. Keith mengetuk pintu lalu mempersilakan aku masuk.
Aku membungkukkan kepala lalu memberi salam kepada Ibu Keith. Ibu Keith berbaring di kasur. Beliau berusaha bangun. Keith membantunya menyanderkan kepala ibunya ke sandaran kasur.
Ibu Keith terlihat sangat lemah. Tubuhnya kurus. Rambutnya terlihat sangat tipis. Ada beberapa uban yang terlihat. Meski begitu beliau terlihat cantik. Kurasa saat muda beliau pasti didekati oleh banyak lelaki.
Ibu Keith tersenyum ke arahku. Aku balas tersenyum kepadanya.
Keith kembali ke sisiku. Lalu memperkenalkan diriku. "Ibu dia adalah Diana, tunanganku."
"Saya Diana Moonlight, tunangan Keith, Nyonya Skyrise." Aku memperkenalkan diri lebih lanjut.
"Jangan terlalu formal denganku. Kamu bisa memanggilku dengan sebutan Ibu," ujar Ibu Keith.
Aku terkejut, Keith pun sama. Kami belum sedekat itu. Aku tidak mungkin memanggil ibunya dengan sebutan Ibu. Namun, ketika melihat matanya aku tidak sanggup menolak.
"Baiklah, Ibu," kataku sambil tersenyum.
Ibu Keith ikut tersenyum. Dia menatap Keith. "Bisakah kamu meninggalkan kami berduaan, Keith?"
"Kenapa, Ibu?" tanya Keith.
"Aku hanya ingin bicara dengan tunanganmu berdua saja," jawab kbunya lembut.
Keith melihatku sambil memberikan isyarat menanyakan persetujuanku. Aku mengangguk. Keith mengerti, lalu menunduk kepada ibunya. Dia meninggalkan kami sendirian di kamar ibunya.
Apa yang ingin dibicarakan Ibu Keith denganku? Kenapa harus berdua? Apa ini hal penting? Banyak sekali pertanyaan yang berputar di kepalaku. Aku hanya bisa menatap senyuman Ibu Keith yang penuh arti.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments