"Apa, PT Sanjaya Abadi!," Kata ku sedikit menaikkan suaraku.
"Kenapa kok kaget begitu, apa kamu juga bekerja disana," kata Mas Rahman lagi menatap ku tersenyum.
Tuh kan, ia tahu aku bekerja tapi tunggu mas Rahman kan tahunya aku bekerja di kantor dan tidak tahu jika tempat ia melamar bekerja akan satu kantor dengan ku, sebaiknya besok akan ke berikan ia kejutan agar jingkrak - jingkrak kalau istrinya lebih tinggi jabatannya pasti ia akan merasa terhina dan sifat aslinya itu pasti akan keluar lagi, maaf aku masih meragukan perubahan mu Mas.
"Ahh .. tidak apa-apa, aku hanya kaget saja," aku kembali melanjutkan makan karena sempat terhenti gara-gara mas Rahman melamar bekerja di kantor tempatku bekerja juga.
Selesai makan, mas Rahman pergi ke kamar dan bermain dengan Rania sedangkan aku membawa piring bekas makan ke dapur untuk di cuci. Hari ini cuaca sangat panas, aku berniat membuat sirup es kelapa rasanya pasti di dingin di tenggorokan ku. Ahh, aku kok jadi ngiler, sebaiknya aku percepat saja mencuci piring biar bisa menikmati segelas es kelapa muda.
Selesai mencuci piring, aku pun berjalan ke kamar untuk meminta Mas Rahman untuk mengambil buah kelapa yang ada di belakang rumah. Namun, langkah ku terhenti tat kala mendengar suara berisik di luar.
"Kok ribut-ribut diluar, ada apa Mas?" tanya ku tat kala mas Rahman berdiri di depan pintu.
"Bagus kamu ada disini, pasti gara-gara kamu kan Rahman tidak mau tinggal lagi di rumah," cerca ibu mertuaku langsung.
Aku yang tidak tahu apa-apa bingung kemana arah pembicaraan ibu mertuaku, aku menatap mas Rahman lalu kembali menatap ibu. Apa hari ini ia tetap akan membela ibunya.
"Tolong Ibu pulang ya, aku tinggal di sini bukan karena permintaan Ratih tapi aku yang menginginkan untuk tinggal disini," kata Mas Rahman.
Lagi-lagi aku tercengang menatap ke arah mas Rahman, ia tidak membela ibunya sama sekali. Apa mas Rahman kejedot tiang sehingga berubah sifat yang dulu kasar menjadi baik begini. Alhamdulillah jika ia benar berubah untuk kebaikannya juga.
"Kamu belain dia, kamu kenapa sih? Hari ini kamu berubah drastis setelah pulang dari rumah sakit," kata ibu mertuaku.
Apa, rumah sakit? Memang mas Rahman sakit apa bukannya selama ini dia baik-baik saja, atau karena dia sakit mau berubah menjadi orang lebih baik. Ahh pusing aku memikirkannya.
"Memangnya kamu sakit apa, Mas?" tanya ku penasaran.
"Hanya sakit kepala, kamu masuk saja ke dalam dan ibu biar mas antar pulang," kata mas Rahman menyuruh ku berbalik badan.
Sementara mas Rahman mengajak ibu mertuaku pulang ke rumahnya, mas Rahman dan ibu masih beradu mulut dan terus berlalu tanpa peduli ibu yang terus mengoceh. Sementara aku masuk ke kamar untuk melihat putriku, aku masih memikirkan Rania jika aku dan mas Rahman siapa yang menjaganya, aku hanya tidak ingin kejadian kemarin terulang kembali.
******
Suasana malam sangat dingin, bintang terlihat terang di langit malam. Aku yang sedang duduk di luar masuk ke dalam, aku lihat mas Rahman sudah rapi begitu juga dengan putriku. Apa dia akan membawa pergi Rania lagi.
"Mau bawa kemana Rania, Mas?" tanyaku.
"Mau jalan-jalan, kamu ganti baju juga dan aku tunggu di luar sana Rania," kata mas Rahman tersenyum pada ku.
Hah, jalan-jalan. Bukannya selama ini mas Rahman tidak suka membawa kami jalan-jalan lalu malam ini dia mengajak kami jalan-jalan, untuk apa? Apa yang sebenarnya terjadi pada mas Rahman, aku harus selidiki ini semua. Bisa saja ini sudah direncanakan.
Aku berjalan ke kamar mengantikan baju dengan gamis berwarna abu-abu dan pashmina yang senada, selesai memberikan bedak tipis dan lipstik agar bibir tidak terlihat. Aku berjalan keluar kamar menuju ruang tamu.
"Ayo, aku sudah siap,"
Aku menghampirinya yang sedang duduk dengan Rania di atas sofa, ia menatap ku tanpa berkedip membuat jantung berdetak walaupun tidak sama seperti dulu.
"Kamu cantik sekali malam ini?"
"Sejak kapan mas pandai merayu seperti ini?" tanya ku mengulum senyum.
Mas Rahman bukannya menjawab, lebih memilih keluar dan mengajak Rania keluar dan menaikkan ke atas motor matic miliknya sedangkan aku hanya mengekornya di belakang.
"Ayo naik nanti kemalaman di jalan," kata mas Rahman. Aku hanya mengangguk lalu naik berbonceng di belakangnya tapi sepeda motor juga belum jalan.
"Kok belum jalan, Mas?" tanya ku.
"Pegang yang erat biar tidak jatuh baru mas bawa," kata Mas Rahman.
Tumben benar dia romantis, seandainya dulu kami seperti ini mungkin aku tidak akan terluka tapi sayang kamu sudah menghancurkan harapan ku selama ini, waktu kita untuk bersama hanya sebentar lagi mas.
Aku memegang erat pinggang mas Rahman dengan erat seperti keinginannya, malam ini aku merasakan mas Rahman yang dulu sebelum menikah, ia begitu romantis tapi tunggu, apa dia punya uang membawa kami jalan-jalan. Takutnya dia menyuruh aku yang bayar, aku kan tidak bawa dompet hanya bawa tas selempang.
Aduh, bagaimana ini? Apa aku tanyakan saja dari pada nanti malu di depan orang, biasanya mas Rahman kan pelit.
"Memangnya mas punya uang kita makan di luar?" tanyaku hati-hati takut dirinya tersinggung.
"Tenang saja, Mas bawa duit kok gak bahkan malu kamu," ucap mas Rahman. Aku bernafas lega, setidaknya kami tidak akan di ditertawakan oleh orang lain nanti.
Satu jam perjalanan, akhirnya kami memilih tempat di sebuah cafe favorit kami dulu saat masih pacaran dulu. Entah kenapa, kenangan itu kembali terbayang di pelupuk mataku.
"Kok kita makan disini, Mas?" tanyaku.
"Kenapa, bukankah ini tempat kita sering makan waktu kita masalah pacaran dulu, aku hanya ingin kita menghabiskan waktu yang singkat ini," kata Mas Rahman.
"Waktu singkat, maksud mas apa?"
"Ahh, bukan apa-apa? ayo kita masuk nanti keburu mejanya penuh loe," kata Mas Rahman menarik tangan ku masuk, aku hanya diam mengekornya dari belakang.
Aku melihat pengunjung sangat ramai, memang makanan di cafe junior terbilang enak dari yang lain. Dulu setiap harinya kami makan disini, hanya ada satu meja lagi yang kosong, kami pun berjalan untuk duduk karena mas Rahman sudah pegal menggendong Rania.
"Kamu kalau mau pesan, pesan saja duluan. Mas mau ke toilet dulu!" kata mas Rahman berjalan ke toilet, aku hanya mengangguk lalu menduduki Rania di sampingku agar aku bisa mengawasinya yang sedang aktif aktifnya.
"Mama minum," ucap Rania dengan cadelnya, umur satu tahun putriku sudah bisa berbicara walaupun cadel.
"Ratih...!"
Hah, siapa yang memanggilku!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
Hi Hii
hmm gimana sih ceritanya kan udan di gugatan cerai sing Rahman 😕.
2023-07-01
0
Asri Perwati
bingung ko msh bs balikan...pdhl sll berkata aku bukan wanita yg bodoh ,aku tidak mudah di tindas,sampa jumpa di pengadilan....tp ga da satupun yg bener
2022-11-02
0
Sarfi Hanum
Entah knp aq gak suka ratih kembali sa rahman 🤭
2022-10-08
0