Ketika istriku tak lagi meminta uang(6)
Seminggu semenjak pengusiran waktu itu, ibu mengembalikan uang hasil penjualan emas sebesar 8 juta. Entah dari mana ibu mendapatkan uang itu, aku tidak peduli yang penting uang itu sudah kembali dan kini uangnya sudah ke masukkan dalam tabungan.
Setelah pengusiran itu, Mas pernah ke rumah untuk menjenguk putri kami. Padahal Rania putri kandungnya tapi tak sekalipun ia mau menggendong Rania ataupun menciumnya. Aku kadang sering mikir, ia punya naluri gak sih sebagai seorang bapak. Kenapa tak pernah perduli pada anaknya sendiri.
Matahari sudah keluar dari peraduannya, aku sudah bersiap-siap untuk berangkat. Sementara Rania sudah di gendong mbak Siti, kini aku mencari ART untuk mengurangi tugas Mbak Siti. Merasa sudah siap aku berangkat ke kantor.
"Mbak, aku titip Rania ya?" Kata ku setelah mencium putriku dalam gendongan mbak Siti.
Maafkan mama sayang, mama tidak punya waktu banyak untuk kamu tapi semua ini mamak lakukan untuk kebahagiaan kamu sayang, bisik ku dalam hati. Aku berjalan keluar namun langkah ku terhenti di saat seorang ibu bertubuh gempal dan dua orang laki-laki di sampingnya berhenti tepat di depan rumah.
"Maaf, apa benar ini rumahnya Ratih," tanya ibu-ibu yang bertubuh gempal itu.
Aku yang tidak tahu dari mana asal mereka tentu bingung, kenapa mereka menanyakan rumahku. Urusan apa yang membuat mereka tiba-tiba berada di depan rumah.
"Iya, memang ini rumah saya. Ada apa, Bu," tanya ku basa basi takut ada hal yang penting.
"Saya kesini mau menagih hutang sudah jatuh tempo hari ini?" Kata ibu-ibu yang ternyata rentenir.
Hutang, siapa yang berhutang pada ibu ini. Seingat aku tidak pernah berhutang pada siapapun apalagi pada rentenir.
"Rasanya saya tidak pernah berhutang pada ibu," kata ku.
Memang benar kan kalau aku tidak berhutang pada mereka. Apa jangan-jangan ibu mertuaku yang berhutang. Ah tapi tidak mungkin, sebaiknya ku dengar saja ibu berbicara dulu siapa yang berhutang mengatakan namaku.
"Memang bukan kami yang berhutang tapi ibu mertua mu jeng Marni katanya kamu yang membayar hutang-hutangnya," kata ibu itu menatapku dengan garang.
Apa, jadi benar kalau ibu yang berhutang atau jangan-jangan uang yang di kasih ibu tempo hari hasil berhutang dari rentenir dan mengataskan namaku untuk membayarnya. Benar-benar menyusahkan mereka, walaupun sudah pergi dari rumah ini masih juga membuatku susah.
"Begini, Bu. Saya tidak bertanggung jawab atas hutang mertuaku karena mereka sudah ku usir dari rumah ini sebaiknya ibu kerumah mertua saya saja untuk menagih hutang, kalau begitu saya pergi dulu karena saya sudah telat ke kantor," kata ku meninggalkan mereka di depan rumah bukan tidak sopan tapi aku benar-benar sudah telat untuk ke kantor.
Bisa-bisa aku di pecat dari perusahaan, walaupun direktur mantan kekasih bukan berarti aku punya hak kewenangan untuk datang terlambat. Aku langsung menaiki taxi yang kebetulan sudah datang, aku merasa pusing dengan keluarga Mas Rahman yang terus menggangguku. Sebaiknya aku harus cepat-cepat untuk menggugat Mas Rahman agar ku segera terbebas dari keluarga benalu itu.
🌷🌷🌷
"Ratih, kamu di suruh keruangan Pak Anggara sekarang?" Ujar Dewi.
Aku yang baru menginjakkan kaki di kantor kantor ini kembali harus berjalan ke ruangan pak Anggara. Entah apa yang terjadi sehingga ia memanggil, apa karena aku datang terlambat. Aku melirik jam yang kini sudah pukul 09:30 ternyata aku terlambat 30 menit, mati aku bisa-bisa di geser dari daftar calon menantu, jangan mimpi terlalu tinggi Ratih.
Aku mengetuk pintu tiga kali lalu terdengar suara seorang menyuruh masuk, jantung ku berpacu sangat kencang seakan-akan sedang dikejar kuntilanak saja.
"Bapak memanggil saya?" tanya ku dengan kaki bergetar takut aku akan di pecat.
"Jam berapa sekarang, kenapa datang terlambat," tanya pak Anggara dengan tatapan tajam.
Aku menelan ludah, tidak biasanya pak Anggara bila tanpa sebab. Apa aku membuat kesalahan karena kemarin tidak masuk ke kantor gara-gara permasalahan dengan mas Rahman yang belum usai, di tambah lagi tadi pagi harus berhadapan dengan rentenir akibat ulah ibu mertua dan kini di kantor pun aku terkena masalah.
"Maaf, pak tadi saya di..."
"Sudah, saya tidak mau mendengar alasan kamu. Sekarang pelajari berkas itu," Anggara melempar berkas tepat di hadapan.
Aku pun bingung berkas apa yang di katakan, bukankah kemarin aku sudah mengaudit keuangan dengan baik lalu di mana kesalahannya.
"Banyak kejanggalan yang terjadi di pembukuan kantor, banyak uang yang hilang yang dipergunakan entah kemana! Aku mau kamu cari tahu dan teliti lagi dalam mengaudit keuangan kalau tidak, aku akan memecat kamu," kata Pak Anggara.
Apa, uang yang hilang tapi kemarin aku sudah mencocokkan data yang ada di komputer dan di berkas semua sama tapi kenapa pak Anggara bilang banyak kejanggalan, apa yang terjadi semuanya.
Aku mengambil berkas tersebut lalu berjalan keluar untuk mempelajari berkas agar cocok dengan data komputer karena aku tidak ingin kesalahan apapun terjadi dengan kinerja ku. Karena inilah kesempatan ku untuk membuktikan bahwa aku bisa tanpa mereka.
Setelah keluar dari ruangan pak Anggara, aku berjalan ke kamar mandi karena kebelet pipis namun langkah ku terhenti di saat melihat pak Yanto dengan seseorang laki-laki yang berbicara, gerak geriknya sangat mencurigakan. Aku berjalan pelan-pelan dan bersembunyi di balik tembok, tak lupa ku ambil ponsel dan ku nyalakan rekaman Vidio, mungkin saja semua ini menyangkut dengan perusahaan.
"Kalau sampai pak Anggara tahu tentang penggelapan uang itu aku bisa di pecat, pokoknya segera kembalikan uang itu kalau kamu tidak mau aku akan membongkar rahasia mu pada pak Anggara," ku dengar pak Yanto berbicara dengan lelaki yang tak jelas terlihat wajahnya karena berhadapan dengan pak Yanto, aku pun pergi terus merekam pembicaraan mereka agar nanti bisa ku perlihatkan pada pak Anggara, namun tiba seseorang menepuk bahu ku.
"Ratih...!!
seseorang menepuk bahuku, siapa dia? dengan jantung berdegup kencang, aku membalikkan tubuh ini untuk melihat siapa. ponsel yang berada di tanganku langsung ku matikan.
"Dewi, kamu ngagetin aku saja," kata ku mengelus dada, ku lihat pak Yanto tidak ada lagi di sana. kemana mereka, apa mereka tahu jika aku menguping pembicaraan mereka.
"kamu kok pucat gitu, kenapa?" tanya Dewi.
Aku hanya menggeleng kepala lalu berjalan masuk ke kamar mandi. Sementara, Dewi juga ikut mengekor di belakang. Selesai membuang air kecil, aku berjalan keluar menuju ke cermin untuk memperbaiki penampilan ku.
AKu harus memberitahu Anggara tentang semua ini, aku keluar dari kamar mandi berjalan ke ruangan Anggara.
Drrrtt...Drrrtt
Deru ponsel ku bergetar, aku melihat ada pesan masuk dari nomor yang tak di kenal. karena penasaran aku membuka pesan tersebut.
[ jangan mencoba mengatakan apapun pada Anggara kalau kamu ingin selamat ]
Hah, siapa yang mengirim pesan ini? apa dia tahu kalau aku mengetahui rencananya. Apa yang harus aku lakukan.
Siapa dia...?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
Weprina Rorah
like
2022-07-16
0
Vena
dah laporin aja
2022-04-17
1
Khansa
uuuh..... ngeri juga kehidupannya ratih
2022-04-15
2