Kurang enak badan, membuat Kika hari ini tidak masuk sekolah, ia mengurus dirinya seorang diri karena tak ada orang tua yang merawatnya. Tubuh lemas tak membuatnya putus asa, ia berjalan ke toko sebelah rumahnya untuk membeli obat eceran karena tak punya uang untuk kerumah sakit. Mengistirahatkan tubuhnya setelah minum obat, berharap saat bangun nanti tubunya sudah fits.
Waktu istirahatnya terganggu saat mendengar suara ketukan pintu lumayan keras, dengan tubuh masih lemas, Kika berjalan kearah pintu lalu membukanya. Ia tersentak saat tahu siapa yang bertamu siang hari di rumahnya.
"Vi ... Virgo," lirih Kika. "Apa yang lo lakuin di sini?"
"Tentu saja jenguk lo, rasanya hampa tanpa ada mainan di sekolah. Benar begitu sayang?" jawab Virgo sembari memandang remeh pada Kika di ambang pintu.
Tubuh Kika terhempas ke pintu saat pacar Virgo mendorongnya lalu masuk begitu saja kerumahnya.
"Ada tamu bukannya di ajak masuk, malah di suruh panas-panasan di luar. Adab lo mana? Rumah kek kandang ayam aja songong banget," gerutu Selina pacar Virgo, berdiri di depan kursi usang menunggu Kika membersihkannya, dirinya tak sudi jika harus duduk di sana.
"Lalu di mana adab lo sebagai tamu? Datang kerumah orang, tanpa di persilahkan, masuk begitu saja?" sahut Kika tak tahan lagi, rumah ini peninggalan orang tuanya, tak seburuk yang di bicarakan Selina. Tetapi dengan tega Selina mengatakan rumahnya seperti kandang ayam.
"Sayang, lihatlah dia berani menjawab perkataanku, bukankah dia sudah sangat lancang. Aku hanya bicara yang sebenarnya," adu Selina pada Virgo yang kini masih berdiri di ambang pintu.
Virgo yang bucinnya sudah di ubun-ubun dan tak tertolong lagi, menatap tajam pada Kika yang kini hanya berdiri saja sangat sulit karena tubuhnya yang lemas juga pusing.
"Lo berani nantangin gue, hm." Mencengkram rahang Kika hingga membuat gadis itu meringis. "Jaga sikap lo sama Selina atau Beasiswa lo gue cabut, sudah untung lo bisa sekolah di sana!"
"Ma ... maaf," lirih Kika berusaha melepaskan cengkraman Virgo. "Apa yang membuat kalian kesini? tugas kalian? gue uudah mengerjakan semuanya," lanjut Kika dengan terbata-bata.
"Cepat ambil, gue nggak sudi berlama-lama di rumah kumuh ini, sangat panas!" perintah Selina.
Dengan menahan rasa sakit, Kika berjalan terseok-seok ke kamarnya mengambil buku tugas Selina juga Virgo yang sudah ia kerjakan hingga larut malam. Memberikan pada laki-laki itu agar segera pergi dari rumahnya.
Sepeninggalan Virgo, Kika menutup pintunya dengan kaki bergetar, bersandar pada daun pintu dengan air mata membasahi pipinya. Rasa sakit di rahangnya, tak sebanding dengan sakit hatinya di perlakukan seperti ini.
Sampai kapan ... sampai kapan ya Tuhan! Engkau memberi cobaan ini padaku? Belum cukupkah rasa sakit saat engkau mengambil kedua orang tuaku tanpa ada keadilan menyertainya? Kenapa engkau juga menyiksaku seperti ini?
Kika mengusap air matanya dengan kasar. Teringat saat kematian orang tuanya dua tahun yang lalu. Tabrak lari yang berhasil menewaskan kedua orang tuanya, karena orang yang menabrak orang tuanya adalah orang berada, kasus di tutup begitu saja tanpa keadilan.
Tubuh Kika limbung tak sadarkan diri di balik pintu, membuat sosok laki-laki seumuran dengan Kika yang memperhatikan dari jauh lewat teropong melalui jendela segera menelfon Bosnya.
"Om, gadis itu pingsan di dalam rumah seorang diri setelah laki-laki yang sering membulinya berkunjung." Lapor laki-laki itu.
"...."
"Baik om."
Atas perintah orang yang di panggil Om, laki-laki yang sedari dulu memantau Kika dari kejauhan, menerobos masuk melalui jendela, lalu membopong tubuh lemah itu ke kamar. Memberi balsem yang kebetulan ada di dekat meja di dalam kamar Kika.
Beberapa menit menunggu, pria paruh baya yang di panggil Ompun sudah datang, dan Kika pun sudah sadar.
Mata gadis berkacamata itu mengerjap-erjap secara perlahan, tersentak saat mendapati dua orang laki-laki berbeda generasi berada di dalam kamarnya.
"Siapa kalian? Kenapa kalian berada di dalam kamar saya? Saya tidak punya uang, jangan sakiti saya Tuan," ujar Kika penuh ketakutan.
Cowok yang selalu memantau Kika selama satu tahun terakhir tersenyum sangat manis, lalu mengulurkan tangannya.
"Nama gue Panji. Lo nggak perlu takut, kita bukan orang jahat kok."
"Benar nak, kita bukan orang jahat," sahut pria paruh baya yang berdiri di samping Panji.
Dengan ragu, Kika meraih uluran tangan Panji. "Nama gue, Kika."
"Udah tau," seloroh Panji, mungkin karena sudah mengenal Kika kurang lebih satu tahun, walau gadis itu tak mengenalnya. Ada rasa gemas saat melihat Kika di siksa tanpa perlawanan, tapi apalah daya ia tak bisa muncul begitu saja tanpa perintah.
Kini Kika menatap pria paruh baya yang masih tersenyum manis padanya.
"Panggil saja Om Alan, sama seperti Panji manggil Om."
"Kalian siapa?"
"Gue Panji, orang yang selalu membawa kotak misterius dan selalu ngikutin lo saat malam hari, keren bukan?" bangga Panji.
"Benarkah? Makasih. Gue nggak nyangka masih ada orang sebaik lo."
"Om, haruskah aku menjelaskan siapa om sebenarnya?" tanya Panji menggunakan Aku-Kamu karena menganggap om Alan ayahnya.
"Tidak perlu, om bisa sendiri," jawab Om Alan dengan senyuman.
"Nama Om adalah Alan Maulana ketua agen mata-mata di sebuah perusahaan."
"A ... Agen mata-mata?" gugup Kika.
"Hem, Om menargetkan kamu sebagai anggota satu tahun yang lalu saat tak sengaja bertemu di jalan, Om mengikuti kamu sampai kerumah, ternyata benar kamu hidup sebatangkara. Melihat ketangguhan kamu menjalani hidup, om ingin merekrut kamu menjadi salah satu dari tim kami untuk menemani si bungsu Panji," jelas Om Alana menepuk pundak Panji.
"Jika kamu menerima tawaran Om, makan Om akan membiayai seluruh hidup kamu, menyekolahkan kamu di sekolah yang layak tanpa ada ya berani merundungmu. Kamu akan sekolah bersama Panji."
"Termasuk bisa mengubah penampilan juga wajah Saya?" lirih Kika.
"Tentu saja," celetuk Panji. "Lo nggak bakal nyangka gimana cupunya gue dulu, tapi berkat om Alan, gue jadi keren gini." Sombong Panji mengibas-ibaskan hodienya.
Tanpa berfikir panjang, karena ingin keluar dari jeratan Virgo, Kika menerima tawaran Om Alan, terlebih orang yang selama ini membantunya adalah Om Alan jadi tidak ada alasan untuknya menolak.
"Baiklah Om."
"Yuhu akhirnya gue ada teman juga, di markas semuanya om-om," girang Panji.
"Pelatihan pertama akan di mulai setelah kamu pulih, itu juga sebagai salam perpisahan untuk teman-teman kamu yang lain."
"Salam perpisahan? Pelatihan?" Bingung Kika.
"Keluarkan semua unek-unek yang ada dalam diri kamu pada mereka, lawan mereka semampu yang kamu bisa. Jangan takut apapun, ada om yang akan melindungimu. Lagian itu adalah hari terakhir kamu sekolah di sana."
"Hajar Kika!"
"Baik Om."
...****************...
Jangan lupa like, komen dan vote.
Mampir juga di Novel hasil Kolab dedek dengan beberapa author lain yang nggak kalah seru
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Sity Herfa
Wah bakalan seru ni /Hey//Grin/
2025-01-30
0
Aqil Aqil
hajar kika prlu bantuankah,sn sy bntu hajar sivirgo dan antek2x,wkwkwk
..
2024-05-22
0
Nurasiah
klo aq sih tukang belain anak yg dbully wkt SD
2024-02-07
0