Pukul 8 malam Zen tiba di rumah besar, di depan pintu berdiri seorang wanita setengah baya yang sudah menunggu kedatangannya.
"Mas Zen" sapanya dengan senyum sumringah terlihat dengan jelas kerutan-kerutan halus di setiap inchi kulit wajahnya.
"Bi Ijah" Zen membalas sapaan wanita itu.
"Udah lama Mas Zen nggak pulang ke rumah besar, ayo masuk Tuan udah nunggu di ruang makan" Bi Iroh mengajak Zen masuk dan mengantarnya ke ruang makan.
"Malem yah" sapa Zen yang melihat Ayahnya tengah sibuk bermain ponsel. Marlon hanya menengadahkan kepalanya tanpa menjawab sapaan anaknya itu. Kemudian Zen menarik kursi dan duduk di sebelah Marlon, ia melihat di meja makan semua yang tersaji adalah makanan kesukaannya.
"Wah Bi Iroh emang the best" ucap Zen sembari mengangkat kedua jempolnya yang ditujukan untuk ARTnya itu.
Bi Iroh tersenyum melihat anak majikannya senang dengan masakan yang ia sajikan khusus untuknya. Setelah selesai makan Marlon mengajak anaknya ke ruangan kerjanya yang berada di lantai atas.
Ia berkeliling melihat tiap sudut ruang kerja Ayahnya yang tertata rapi, kemudian ia berjalan mendekati Marlon yang tengah duduk di sofa. Lalu Zen mengeluarkan sebuah artikel yang di ambilnya dari asisten Ayahnya itu.
"Ayah kenal Davindra Warren?" tanya Zen tanpa basa basi sembari menunjukkan artikel yang di pegangnya pada Marlon.
Dari mana kamu dapet artilkel ini?" Marlon balik bertanya pada anaknya. Zen tak menjawab ia hanya menyunggingkan senyum kepada ayahnya.
"Kenal dong" jawab Marlon santai, "dia salah satu teman bisnis Ayah, kenapa kamu nanyain dia?" sambung Marlon bertanya lagi pada anaknya dengan kening yang berkerut. Zen terdiam sejenak, ia ragu untuk menanyakan lagi tentang teman bisnis Ayahnya itu.
"Ada apa Zen? kenapa kamu tanya tentang Davin?" Marlon kembali mencecar pertanyaan pada Zen.
"Dia Ayahnya salah satu karyawanku di kafe" jawab Ze, ia menghentikan perkataannya sejenak lalu melnjutkannya lagi. "Sekarang anaknya hidup seorang diri setelah kematian Davindra" jelas Zen disertai raut wajah sedih.
"Setelah kematiannya, Alex lah yang mengurus perusahaan karena putrinya Davin tidak mau mengurusnya dan lebih memilih tinggal di luar negri, itu yang Ayah dengar dari Alex Warren, adik kandung Davin" ucap Marlon.
"Nggak Yah, dia nggak tinggal di luar negri, sekarang dia tinggal di sebuah kontrakkan kecil dan bekerja untuk menyambung hidup dan membiayai kuliahnya sendiri" sahut Zen.
"Jadi Alex bohong, Ayah selalu merasa memang ada yang janggal dengan kematian Davin" ujar Marlon.
"Dia mengambil semua warisan yang di tinggalkan Davin untuk putrinya"
Marlon mengangkat kedua alisnya, ia memandangi wajah anaknya dengan seksama.
"Apa kamu menyukai putrinya Davin?" pertanyaan Marlon langsung mengena di hati Zen, ia tidak menyangka Ayahnya berkata tepat sasaran. Zen hanya diam tanpa berkata apa-apa, Marlon paham dengan sifat anaknya yang tertutup jika berbicara soal perasaan.
"Sudah malam sebaiknya kamu menginap disini" Marlon beranjak dari duduknya dan melangkah keluar dari ruang kerjanya menuju kamar tidur.
Keesokan harinya Zen pagi-pagi sudah meninggalkan rumah tanpa bertemu dengan Ayahnya karena ada hal yang harus dia urus di kafe. Saat tiba di kafe ia melihat Reina dan Sarah sudah ada disana.
"Pagi-pagi udah ngapel aja nih anak" ledek Zen, Sarah yang mendengar omongan sepupunya mendengus sebal. Nadia dan Reina yang juga mendengar omongan Zen tertawa melihat Sarah.
Pintu kaca kafe terbuka terlihat sosok wanita cantik melangkahkan kakinya masuk ke dalam kemudian ia berjalan mendekati Nadia dan Reina yang berdiri di meja bar. Sarah yang sedang duduk hanya memperhatikan.
"Tiara" sapa Zen yang ternyata mengenal wanita cantik itu.
"Hai Zen" waniat itu membalas saapan Zen.
"Nyari Daniel?" tanya Zen, Tiara mengangguk membenarkan yang ditanyakan Zen. Sarah yang mendengar itu merasa tidak senang
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments