Mabok Rendang

"Assalamualaikum!" seruan salam Alkan, saat memasuki rumah.

Wanita paruh baya yang ada didalam segera menoleh, senyumnya mengembang kala melihat sang putra pulang.

"Kamu sudah pulang, Kan?" tanya wanita itu.

Alkan mengangguk, sembari meraih tangan kanan sang Ibu untuk dia salimi. Bahkan Alkan mencium takzim punggung tangan wanita, yang sudah berjasa didalam hidupnya.

"Sudah Bun, tugas Alkan sudah selesai. Alkan mau mandi, terus istirahat dulu " ucap lembut Alkan pada sang Ibu.

"Ya sudah, nanti kalau kamu lapar, sop nya hangatin aja. Soalnya Bunda mau ketempat Bu Emma, dia mau pengajian syukuran katanya." pesan sang Bunda pada Alkan.

Pria itu menganggukkan kepala, sebelum dia masuk kedalam kamarnya. Rumah sederhana, peninggalan almarhum sang Ayah menjadi tempat ternyaman bagi Alkan.

Pria berlesung pipi itu, segera membuka kemeja putih yang membalut tubuhnya. Tubuh tinggi proporsional, berotot, membuat kaum hawa yang berkesempatan melihatnya, bisa menjerit frustasi.

Alkan tidak pernah mau membuka pakaiannya disembarang tempat, atau didepan orang. Bahkan didepan Bundanya sekalipun, Alkan lebih memilih untuk memakai pakaian itu selama satu minggu, dari pada memamerkan tubuhnya pada orang lain.

Bagi Alkan, tubuhnya dan apa pun yang ada didalam dirinya, adalah hak milik sang istri. Tidak ada yang boleh melihatnya, kecuali istrinya nanti. Didikan sang Ayah yang keras, membuat Alkan sangat menjaga diri. Bukan hanya seorang gadis yang bisa menjaga diri, namun pria pun harus bisa bukan.

Alkan tersenyum kecil kala menatap tubuh half nakednya dicermin, bahkan pria itu terlihat memejamkan kedua matanya perlahan. Kedua tangannya bertumpu dicermin besar yang ada didepannya.

Kedua mata Alkan terbuka, kala bayangan seorang gadis tiba tiba saja hadir didalam pikirannya. Wajah gadis itu tidak begitu jelas, bahkan Alkan sampai memukul hingga menggelengkan kepalanya pelan.

"Kayaknya aku mabok rendang," ujarnya pelan, Alkan segera menyambar handuk dan berlalu menuju kamar mandinya.

🕊

Senyuman Cia terus saja mengembang kala dia memasuki kediamannya. Bahkan gadis itu memutar mutar tubuhnya, tidak peduli dengan heels 15 centi meter yang saat ini masih dia pakai.

"Setidaknya, lebih dekat dari sebelumnya kan?" ucapnya pelan.

"Assalamualaikum, Mamiiiii Cici pulang!" seruan Cia menggema saat gadis itu memasuki rumah mewah berlantai 3, milik Nagara.

Bahkan senyumannya tidak luntur kala dia semakin masuk kedalam rumah, namun seperdetik kemudian dahi Cia berkerut, kala mendengar suara seseorang yang sudah lama tidak dia dengar.

"Reky?" panggil Cia

Orang yang tengah mengobrol dengan Lovyna itu, menoleh. Orang itu bernama Reky, mantan teman dekat Cia saat dia masih SMA.

"Hai Cici," sapanya ramah, bahkan pria itu mengembangkan senyumannya pada Cia.

Cia masih belum merespon, tatapannya masih tertuju pada Sang Mami. Kenapa Maminya bisa membawa masuk pria ini, bukankah Gala sang Abang begitu ganas, saat melihat Reky.

Entah kenapa Galaska sangat tidak menyukai Reky, Cia juga tidak pernah menanyakannya. Karena, Gala selalu malas menjawab kala dia bertanya, apa alasan Gala begitu tidak suka pada Reky.

"Abang mana?" bukannya membalas sapaan Reky, Cia malah menanyakan keberadaan Galaska saat ini. Cia tidak ingin Reky kembali babak belur ditangan si galak itu. Bukan karena Cia masih sayang atau pun cinta pada Reky, dia hanya tidak ingin ada keributan.

Kalau ditanya rasa cinta, Cia tidak merasakan sedikit pun cinta pada Reky. Rasa suka serta sayangnya pun sudah hilang, saat pria itu menghilang darinya begitu saja tanpa penjelasan.

Tanpa ingin mendengarkan penjelasannya juga, Cia bersifat sama dengan Berliana, tidak suka diabaikan lalu ditinggalkan tanpa kepastian, apa lagi penjelasan.

"Abang masih di Bengkel, Papi ke Spanyol bersama Om Raga dan Elira." sahut Lovy, ibu dari dua orang anak itu menatap heran pada Cia, yang sama sekali tidak ingin melihat teman lamanya.