Pengumuman kelulusan adalah hal yang dinantikan oleh semua siswa terkhusus kelas XII SMA Bangkit Jaya. Sorakan kegembiraan disertai sujud syukur beberapa siswa mewarnai pengumuman kelulusan setiap tahunnya. Tak terkecuali Vita Maharani. Senyum terkembang tak henti-hentinya dia torehkan di bibirnya yang ranum. Puji syukur tak hentinya menggema di setiap tarikan nafasnya. Setahun ini adalah tahun-tahun terberatnya.
Walaupun pihak sekolah dan kepolisian selalu memberikan peringatan agar tidak ada perayaan kelulusan yang berlebihan apalagi mencoret-coret pakaian dan berkonvoi, anak-anak tetap saja melakukannya. Bagi mereka ini harus dirayakan dengan meriah karena masa-masa SMA adalah masa yang paling berkesan.
“ Hei, Vit mau kemana?” tegur Pandu saat melihatnya mengendap-ngendap ke belakang gedung aula tempat berlangsungnya pengumuman itu.
“Ssst!, jangan berisik” Vita berbisik sambil menempelkan ujung jari telunjuk dibibirnya. Berharap tidak ada yang mendengarkan percakapan mereka.
“ Aku pulang duluan yah. Aku ada kerjaan di rumah.” Ujarnya lagi dengan suara pelan sambil mencangklongkan ranselnya di pundak.
“Tapi acaranya belum selesai” Pandu berusaha menahan Vita. Sayup-sayup dari dalam aula terdengar Ibu Ketua Yayasan mengumumkan beasiswa bagi siswa yang memperoleh lima besar nilai Ujian Nasional di sekolah itu. Vita sengaja pulang lebih cepat karena ada banyak pekerjaan di rumah menantinya. Lagipula namanya tidak termasuk dalam rangking lima besar hasil UN.
“Gak apa-apa” Vita berlalu
“Okey, hati-hati ya. Dan jangan lewat di Jalan Sudirman.”
“Kenapa? Biasanya aku lewat situ kok, “ Vita mengernyit bingung.
“Konvoi semua sekolah akan melewati jalan itu menuju Hasanuddin”
“Okey, terimakasih Pandu, aku jalan ya” Vita pun berlalu dan mempercepat langkahnya, dia tak ingin terjebak dalam kemacetan yang tentunya sebentar lagi akan terjadi. Kembali dia menoleh melihat Pandu dari jauh. Pandu adalah teman pertamanya di sekolah ini. Tubuhnya yang sama gempal dengannya membuatnya cepat saling menerima.
Hampir satu jam berlalu, Vita baru sampai di rumah setelah mencari jalan-jalan alternatif dengan menggunakan sepedanya. Berharap tidak berpapasan dengan konvoi anak SMA yang sedang merayakan kelulusan. Keringatnya membasahi seragam putih abu-abunya yang masih bersih. Sengaja dia kabur lebih cepat agar pakainnya tidak terkena coretan. Dia ingin memberikan bajunya ini untuk anak tetangga kontrakannya yang sebentar lagi akan masuk SMA. Kondisi keluarga gadis itu juga sama memprihatinkannya dengan dirinya.
“Assalamualaikum” ujarnya memberi salam.
“waalaikumsalam” jawab Gita dari arah dapur. Rumah kontrakan yang sempit memungkinkannya mendengar suara dari luar.
“Gimana?”
“ Lulus gak?” tanyanya sambil mencuci tangan yang penuh dengan tepung.
“Alhamdulillah Kak. Vita lulus!” Vita menghambur ke arah kakaknya yang masih berdiri di depan wastafel. Memeluknya dengan hati gembira.
“Mau lanjut ke Universitas mana?”
“lihat nanti aja Kak, takutnya biayanya mahal” Vita menunduk sambil memilin ujung kemeja putihnya.
“Maafkan Vita Kak” Ujarnya pelan.
“Hei, ada apa? Kenapa minta maaf?” Gita meraih bahu adiknya.
“Nilai ujian ku kurang Kak, dan tidak bisa dapat beasiswa” Ada rasa kecewa dalam nada suaranya. Otaknya tak bisa diandalkan.
”Seharusnya aku belajar lebih keras agar nilaiku tidak mengecewakan” rutuknya dalam hati
“Hei, jangan sedih gitu dong”
“Kamu sudah lulus saja, itu sudah bagus”
“Ibu dan ayah pasti bangga sama kamu” Gita memeluk tubuh Vita, air matanya menetes. Rasa sedih meremas hatinya sendiri karena selama ini tidak memberikan Vita cukup waktu untuk belajar. Mereka hanya sibuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
“Jangan khawatir, mimpi harus diraih. Selama kita masih bekerja, insyaAllah akan ada jalan” Gita memberi semangat sambil menyusut buliran bening yang keluar tanpa izin.
“Semangat!” tambah Gita dengan mengepalkan tangannya di udara. Vita terharu. Hatinya menghangat. Kakaknya beralih menjadi orang tuanya kini. Menafkahi dan menemaninya meraih cita-citanya.
“Makan dulu sana pasti kamu lapar”
“Iya Kak, makasih” Vita mengecup tangan kakaknya lembut.
“Apa an sih, lebay” Gita jadi salah tingkah.
Setelah makan dan membersihkan diri Vita pun membantu Gita membuat adonan-adonan kue. Orderan hari ini terlalu banyak sampai mereka berdua kewalahan. Merasa sungkan untuk menolak pesanan yang masuk, mereka akhirnya lembur tanpa istirahat.
Esok harinya, Vita bertugas mengantar paket-paket kue. Dulu ketika pembelajaran masih aktif. Dia dapat shift siang setelah pulang sekolah sedangkan Mas Tama dapat shift pagi. Dan setelah Ujian Sekolah dimana waktunya lebih banyak kosong. Dia pun bekerja seharian atau full day. Mereka belum merasa perlu menggunakan kurir karena harus berhemat.
Sejak Vita pindah ke kota besar ini, dia menggunakan sepeda sebagai alat transportasi sehari-harinya baik untuk ke sekolah maupun mengantar kue pesanan. Itung-itung sebagai cara penghematan dan untuk kesehatan. Dengan kebiasaannya ini malah semakin membuat timbunan lemak dalam tubuhnya yang tambun perlahan-lahan meleleh bersama keringatnya setiap hari. Program diet sehat pun dia lakoni untuk mendapatkan tubuh ideal impian semua perempuan. Bersama Gita melakukan olahraga ringan seperti senam atau menari di sela-sela kesibukan mereka.
Mereka berdua adalah Bolly mania. Tak jarang mereka menirukan gaya dancer dalam film-film Bollywood yang mereka nonton. Bagi mereka menari adalah rekreasi termurah dan menyenangkan. Dengan menari perasaan hati akan senang dan bahagia. Gita dan Vita mempunyai banyak koleksi tarian dan senam aerobik. Mereka tak punya cukup uang dan waktu untuk mengunjungi tempat Gym. Di rumah saja, mereka berdua membakar lemak sambil menunggui adonan kue matang.
“Vit, sini...” panggil Gita yang sibuk memasukkan kue-kue ke dalam wadah kecil.
“Mas Tama ada hadiah untuk kamu “ ujar Gita sambil menyerahkan kotak besar berbungkus kertas kado yang lucu.
“Apaan nih Kak?” tanya Vita penasaran.
“Buka aja...” Jawab Gita masih dengan senyum penuh rahasia. Vita membuka dengan hati berdebar. Seperti anak kecil yang mendapatkan permen senyumnya terus merekah.
“Aaaaaaaaaaaaa” suaranya melengking ketika mendapati bahwa hadiahnya adalah sebuah timbangan badan elektrik. Segera saja dia mencoba dan langsung melompat dengan gembira. Jarum pada timbangan menunjuk angka lima puluh. Kebahagiaan jelas tercetak pada wajahnya. Selama ini dia hanya sibuk ke sekolah dan menjajakan kue-kue buatan kakaknya agar mereka bisa bertahan hidup di tengah kerasnya hidup di kota besar. Dia tak pernah menyadari kalau badannya agak kurusan bahkan turun drastis.
Gita tersenyum bahagia. Sudah lama dia menyadari perubahan tubuh adiknya tapi dia ingin memberi kejutan dengan memberikan hadiah berupa timbangan pada saat pengumuman kelulusan sang adik tercinta. Hadiah yang jauh dari kata mahal tapi begitu sangat berharga.
Mereka berpelukan dengan bahagia.
“Ehem” Mas Tama mengagetkan dua kakak beradik itu. Mereka melepaskan pelukan dengan senyum masih menempel di bibir mereka.
“Hadiah berikutnya adalah...eng ing eng” Mas Tama menyerahkan sebuah amplop putih panjang. Gita yang penasaran segera meraih amplop itu.
“Mas...” Gita memeluk suaminya membuat Vita hanya menggaruk kepalanya yang tak gatal.
“Gimana kalau kita pulang kampung dan menziarahi makam ibu sama bapak” usul Mas Tama.
“Okey, siap Pak bos!” Gita dan Vita menjawab serempak. Mereka pun tertawa bersama. Ternyata isi amplopnya adalah tiket pesawat komersil untuk mereka bertiga.
Sungguh hadiah yang paling tak ternilai harganya bagi orang tua adalah melihat anak-anak tumbuh dengan akur dan penuh rasa syukur.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 267 Episodes
Comments
Palma077
tdk terasa Vita udah lulus skola
2022-07-11
0
Salpira Salpira
lulus sudah buat kakakmu bshagia
2022-07-07
2
Fadlan
Vita sudah Lulus dan dpt hadiah dari sang kakak,
2022-07-07
2