"Assalamualaikum! Ibu...” ucapnya memberi salam, tapi tak ada suara atau jawaban yang terdengar.
Vita masuk ke rumah yang sepi, kelihatannya ibu sedang tidak ada. Menyimpan ranselnya di sofa ruang tamu ia menuju ke dapur. Dari tadi perutnya berteriak minta diisi. Selama waktu istirahat ia tidak mengunjungi kantin, bekal pun terlupa gara-gara mimpi basahnya tadi pagi.
Dan gara-gara mimpi yang terbawa sampai ke sekolahnya, ia jadi korban perundungan dan akhirnya dengan menahan malu ia tidak meninggalkan kelas sekejap pun. Teman-temannya terlalu kurang rasa atau apa, hanya kesalahan kecil yang diperbuatnya, sering dia jadi korban perundungan dalam waktu yang lama.
Pernah suatu waktu ia tidak mengerjakan tugas sekolahnya, yang berakibat seluruh siswa dihukum. Berbulan-bulan ia mendapatkan perlakuan yang tidak layak, sindiran-sindiran tak pernah lepas dari kupingnya. Betul kata ibunya, ia memang spesial. Spesial untuk dikerjai, hingga membuatnya rendah diri dan tak mau bergaul. Cukup ia kembali kerumah dan menjadikan ibu dan ayah sebagai teman sekaligus sahabat.
Menarik kursi meja makan, ia segera memulai ritual makan siangnya. Dengan lahap ia mengunyah apa saja yang tersedia di atas meja, peduli amat, yang penting ibu dan ayah selalu bersamanya, itu sudah cukup.
Tumben, Pikirnya dalam hati, makanan begitu banyak begini seperti akan ada tamu spesial.
“Kamu sudah pulang sayang?” tegur ibunya yang baru datang dari pintu dapur belakang.
“Mmm, iya buk...aku lapar banget."
“Makan yang kenyang, ibu masak banyak." Vita hanya mengangguk,mulutnya penuh dengan makanan.
“Setelah makan nanti kamu bereskan rumah ya.” ujar ibunya lagi sambil berjalan ke sudut dapur mengambil keranjang belanjaannya.
“Memangnya akan ada tamu?"
“Atau Kak Gita akan pulang?” ibu hanya tersenyum lembut.
“Sepertinya sih iyya” jawab ibu
“Trus, ibu mau kemana?” tanya Vita lagi setelah meminum air putih segelas. Perutnya terasa kenyang kini.
“Ibu mau ke suatu tempat bersama ayahmu. kamu, kalau Kak Gita pulang, yang akur yah nak, “ ibu mengelus lembut puncak kepala putrinya.
“Dengarkan kakakmu kalau ngomong, jangan suka membantah!"
“Iya buk” jawab Vita kalem, nasehat ini selalu ibu ucapkan disetiap kesempatan, sampai-sampai Vita merasa sudah menghafalnya. Hubungannya dengan kakaknya memang selalu baik-baik saja.
“Trus bawa keranjang mau belanja lagi?”
“Iya nih, ibu mau beli jajanan di Pasar sore, kemungkinannya tamu akan banyak sekali hari ini. Jadi ibu harus menyiapkan yang banyak." Vita hanya maklum, ibu memang suka sekali menjamu tetangga. Katanya tamu itu pembawa rezeki.
Vita pun beranjak dari duduknya mengantar ibu sampai ke depan. Terlihat ayah sudah menunggunya.
🍁🍁🍁🍁🍁
Setelah sholat duhur, Vita mulai membersihkan rumah. Biasanya hari minggu saja dia melakukan ini itupun kalau dia tidak ikut narik angkot.
“Hemm...Betul kata ibu ternyata rumah ini memang agak kotor” ujarnya dalam hati, ada banyak sarang laba-laba di setiap pojok ruangan.
Sambil menata beberapa piring makanan di meja ruang tamu. Ia kembali tertegun,
Makanan sebanyak ini, memangnya mau punya tamu se kampung? Sampai-sampai ibu dan ayah malah ke Pasar lagi untuk menambahkannya
Dan ini...ibu pasti lelah mengerjakan ini semua sendiri.
Tak mau membebani pikirannya dengan ini semua. Dia beranjak ke kamarnya untuk beristirahat.
Matanya hampir saja terpejam dan kembali masuk ke dunia mimpi, tetapi tiba-tiba suara-suara ribut di depan rumah memaksanya untuk bangun. Dengan kepala sedikit pening ia menyeret langkahnya menuju pintu depan
“Vita!"
"Vita!" teriak beberapa orang termasuk Bu RT sahabat ibu.
Belum sempat Vita menjawab, suara ribut bagaikan dengungan lebah yang berputar-putar tak jelas semakin membuatnya bingung akan apa yang terjadi.
Badannya terasa ditubruk, Bu RT lari kearahnya dan memeluknya erat, sambil menangis sesenggukan,
“Innalillahi wa inna ilahi rojiun, ibu dan ayahmu kecelakaan, nak.” ia yang masih belum bisa mencerna apa yang terjadi hanya berdiri mematung menyaksikan begitu banyak orang di rumahnya. Beberapa menit kemudian tangisnya pecah. Raungannya yang menyayat hati semakin membuat suasana rumah semakin menyedihkan.
Dua jenazah dibopong menuju ruang tamu. Tubuh ibu dan ayah terbaring kaku. Kabarnya mereka tertimpa pohon besar yang sedang di potong di pinggir jalan dekat pasar sore. Nyawa mereka tak bisa diselamatkan. Vita memeluk keduanya dengan tangis yang tiada henti. Air matanya luruh tak tertahankan. Tangannya meraba seluruh tubuh ibunya yang masih hangat, memeriksa denyut nadinya.Vita menatap semua orang,
“Ibu dan ayah masih hidupkan?” ia meminta semua orang di sana mengiyakan, tapi mereka yang dimintai jawaban malah menggeleng dengan membekap mulutnya tak tega .
“Lihat, tubuh ibu dan ayah saja masih hangat, mereka masih hidup!” raungnya lagi,
“Ayo kita bawa ke rumah sakit. Aku bisa bawa angkotnya ayah” rintihnya pilu
“Lihat! Ibu dan ayah masih tersenyum, mereka menunggu tamu istimewa hari ini,”
“Aaaaaaa, ibu dan ayah tak akan pergi secepat ni, tolong paggilkan dokter.huuuuuuuuuu." raungannya semakin menyayat hati.
Sekelabat bayangan kejadian tadi siang bermunculan di kepalanya. Ibu yang membuat banyak makanan dan menyuruhnya membersihkan rumah, apakah itu pertanda bahwa tamu yang mereka tunggu adalah para tetangga yang sudah datang?
Bahkan ayah sangat berat meninggalkan rumah ini tadi, matanya awas memandangi seluruh rumah. Sampai Vita pun mencandai ayahnya,
“Ayah tidak pamit ma Rembo? Kayak mau pergi jauh aja.” Rembo adalah ayam jantan kesayangan ayah.mirip Rembonya tok Dalang.
“Uh kamu tuh, titip Rembo ya, jangan lupa dikasih makan. Kasihan dia itu jomblo." kelakar ayahnya menggoda balik putrinya.
Sungguh kesedihan yang paling nyata adalah ketika kita harus berpisah dengan orang kita cintai karena ajal,
“Ibu ayah bangun, mereka semua sudah datang huuuu."
“Aaaaaaa, ibu, ayah, kenapa kalian meninggalkan Vita.”
“Siapa yang akan menemani Vita, Bu...'
“Vita janji akan jadi anak yang baik, anak yang rajin, tapi jangan tinggalin vita..."
“Ibu sama ayah bosan sama Vita yah..."
Huuuuuuu ratapan dan tangisan memenuhi ruangan yang penuh duka, air mata seakan tak punya batas, mengalir terus membobol pertahanan diri,
“Menangislah nak, “ elusan lembut dikepalanya bagaikan buaian ibu,
“Dengan menangis kamu akan menjadi kuat, kuat mengakui kalau kamu hanyalah manusia biasa." sayup-sayup suara ibu terasa dekat dan semakin meremas hatinya. Masih sesenggukan, Ia menciuimi jasad ibu dan ayahnya bergantian. Berharap semoga Tuhan mengampuni segala khilaf dan dosa keduanya.
“Ibu..."
“Ayah..."
Gita meraung dalam kepedihan yang mendalam, Dia baru datang setelah mendengar kabar duka lewat sambungan telepon. Pak RT seketika mengingat kalau masih ada anak almarhum selain Vita. Untungnya waktu itu sedang tidak sibuk dan bisa langsung datang setelah mendengar kabar duka tersebut.
Mata Gita kelihatan sembab, menandakan sepanjang perjalanan ke rumah ini hanya air mata yang menyertai. Sakitnya tak terbayangkan. Berjauhan dengan kedua orangtuanya membuatnya tak merasakan kenangan –kenangan terbaik untuk yang terakhir kalinya.
Tadi pagi ibunya menelpon dan memintanya pulang, karena semenjak menikah dan merantau, Gita jarang pulang,
“Ibu sama Ayah rindu, nak” ucapan pertama yang diucapkan ibunya setelah nada telpon tersambung
“Jaga adikmu ya, tetap saling menyayangi” pesan terakhir ibunya sebelum menutup panggilan telponnya. Sungguh Gita tak menyangka bahwa itulah percakapan terakhir dengan ibunya. Beribu kata maaf pun tak kan bisa mengobati rasa sesalnya karena jarang pulang.
“Ibu, ayah, maafin Gita, huuuuuu.”raungnya lagi dengan pedih. Direngkuhnya adiknya dengan penuh kasih, dia mencium seluruh wajah Vita.
"Kita sudah jadi yatim piatu dek. Bahkan kita belum sempat membalas jasa ibu sama ayah." ucapnya parau.
“Yang sabar nak, kami bersaksi bahwa orangtua kalian adalah orang-orang baik, insyaallah mereka husnul khotimah.”ujar Bu RT dengan nada menenangkan. Dia adalah salah satu sahabat ibunya. Semua orang merasa kehilangan. Kematian adalah rahasia alam. Hanya perasaan ikhlas dan sabarlah yang bisa membuat hati tenang ketika dia datang berkunjung.
Hari itu, diringi rinai-rinai hujan yang membuat suasana semakin syahdu. Jenazah Ibu dan Ayah diantar ke tempat peristirahatan terakhirnya. Selesailah tugas mereka sebagai manusia dan orangtua.
---Bersambung---
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 267 Episodes
Comments
Subaedah Edah
sedih banget tuh
2022-08-30
0
Zikra Madani
salah satu cerita terbaik yang pernah kubaca...
2022-08-15
3
Muliana
sedih
2022-08-03
1