“Tarik!" Teriaknya kencang agar ayahnya sebagai sopir mendengar suaranya. Angkot merah itu pun melaju membelah jalanan kota kecamatan.
Dia adalah Vita Maharani, putri kedua sang sopir angkot. Badannya yang tambun dan besar dengan rambut terurai panjang menambah kesan angker angkotnya. Lagaknya kernet profesional dia berteriak sepanjang jalan.
"SP3, Pattallasang, Paris, Palleko, Patani, Paria Lau!” absennya untuk jalur yang akan dilalui angkotnya. Berulang ia mengucapkan nama-nama tempat yang akan dilalui sampai suaranya sedikit serak.
"Kiri depan pak!" teriak penumpang dalam angkot, seorang ibu paruh baya, tangannya dipenuhi keranjang belanjaan. Kelihatannya dia naik dari Pasar tadi. Dengan ramah dia memberikan ongkos angkotnya ke Vita. Diterimanya uang itu dengan senyum terkembang.
"Tarik!" teriaknya lagi pertanda angkot sudah harus maju meninggalkan asap hitam dari knalpot yang jarang dirawat akibat kurangnya pemasukan.
Entah terbuat dari apa hidung Vita Maharani, indra penciumannya begitu lihai mencium bau masakan walaupun dari jarak yang sangat jauh. Ketika angkot melewati kawasan pasar Pattallasang.
Aroma Coto makassar sudah melambai dan merayu kelima indra dalam tubuhnya. Bayangan potongan daging sapi dalam kuah yang sangat khas membentuk gelombang dalam ususnya. Lidahnya membasahi bibir menahan liur yang sudah tak sabar untuk menetes.
“Stop! Ayah!” teriaknya tak sabar.
“Ciiiiiiit!”
Dengan tiba-tiba angkot berhenti mendadak. Bunyi ban yang beradu dengan aspal membuat semua penumpang kaget. Beberapa penumpang bahkan sampai terseret ke depan dan berpindah tempat duduk.
“Ada apa?" tanya semua orang dalam angkot. Ada yang mulai menggerutu kesal dan ada juga yang masih bingung dengan apa yang terjadi.
“Maaf, ibu-ibu dan bapak-bapak, kita berhenti dulu," ujar vita cengengesan.
“Saya lapar,“ lanjutnya sambil memegang perutnya yang super besar dilihat dari sudut manapun.
“Kalau mau nunggu sebentar ya, saya tidak tahan.” Vita pun berlari kearah warung coto Makassar di pinggir jalan.
“Lama amat sih, kita bisa telat nih." Penumpang yang sedari tadi mengomel tanpa henti semakin marah. Ayah hanya geleng-geleng kepala dan beranjak meninggalkan angkot menuju warung yang sama yang Vita kunjungi. Ayah hanya terbengong menatap putrinya sudah menghabiskan 3 mangkuk coto beserta puluhan ketupat.
“Pesan apa Pak?" sapa penjual dengan ramah.
“Tidak. Terima kasih," tolak ayah halus. Dia segera membayar makanan Vita dan menyeretnya keluar dari warung.
“Waduh, pantesan kernetnya sebesar gajah gitu, makannya aja sampai lupa berhenti.” sindir penumpang yang sudah lama menunggu. Ayah hanya tersenyum sedangkan Vita malah bersendawa dengan keras karena kenyang.
“Tarik!” teriak Vita dengan semangat karena energi sudah terisi full. Angkot pun kembali melaju mengantar penumpang ke tujuan mereka masing-masing. Suara Vita mengabsen masih menghiasi perjalanan di siang terik itu.
Setelah berputar-putar keliling kota, akhirnya si angkot pun sampai di kandangnya. Hari sudah senja, matahari sudah menyelesaikan tugasnya hari ini menyinari bumi.
"Capek Yah?" Sapa ibu sambil membawa air dingin dalam botol untuk suami tercinta.
"Hmm, tidak kok”menggelengkan kepala pelan
“Capek ayah hilang kalo bersama gadis ayah," senyumnya kemudian sambil mengipasi wajahnya yang penuh peluh.
"Mandi dulu nak!" ibu menoleh melihat Vita yang masih sibuk menghitung uang setoran kali ini. Terlihat dia mengernyit menghitung berulang- ulang.
"Kenapa?" Tanya ayah seraya mendekati anak gadisnya.
"Setoran kita kurang, Yah" ucapnya sedih. Dia ingat beberapa hari ini setoran selalu kurang hingga juragan pemilik angkot selalu marah dengan wajah tak enak dipandang. Pak Muin sang pemilik angkot berkali-kali mengancam akan mengambil kembali angkotnya kalau pemasukan tidak pernah bertambah. Sedangkan ayah hanya punya keahlian sebagai sopir.
Ayah menghela nafas berat, setelah meneguk air dingin dari botol yang dibawakan oleh ibu, ayah berujar, "Kondisi sekarang memang begini nak, penumpang kurang sedangkan biaya operasional semakin banyak, banyak yang sudah punya kendaraan pribadi, mereka jadi malas menunggu di Terminal. Apalagi ada ojek on-len, yang lebih cepat daripada angkot kita." Senyum masih terkembang dari bibirnya yang keriput. Menyalurkan semangat kepada Vita sang kernet sekaligus putri tersayangnya. Tangannya mengelus lembut kepala sang putri.
"Rezeki hari ini, kita syukuri nak. Semoga besok rezekinya nambah."
“Aamiin” Jawab ibu dan Vita bersamaan sambil mengusap wajah mereka dengan takzim.
Vita mengangguk setuju, ayah dan ibunya adalah orang tua terbaik. Mereka tidak pernah mengeluh sesempit apapun kehidupan mereka. Karena bagi mereka, kelapangan hatilah yang paling utama.
Malam beranjak semakin larut. Bunyi binatang malam bagaikan musik penghibur di suasana yang sepi. Setelah makan malam, mereka bertiga bersantai di balai-balai reyot di depan rumah. Vita masih betah berbaring dipangkuan sang bunda. Rambutnya yang hitam nan panjang dibiarkannya dielus dan disisir oleh ibunya.
"Vita, kamu rajin pake sampo kan?" Ujar ibunya.
"Ini kok lengket ya?" Kali ini menyisir menggunakan jari-jarinya sambil mencari keluarga kutu beserta telurnya. Sekali dua kali Ibu menindis makhluk kecil itu dikuku kedua ibu jarinya.
"Udah dua hari ini gak keramas Bu, bau yah?" Mencium bau rambutnya sendiri sambil cengengesan merasai bau yang kurang sedap dan cukup berminyak.
"Kebiasaan, anak gadis kok kayak gini amat ya?" Jitakan halus mendarat pas dikeningnya, Vita merenggut.
“Aww, sakit bu.” Vita mengelus kepalanya pura-pura sakit. Ibu hanya tersenyum.
“Ini sekalian supaya kutunya pada mati semua” kali ini ibu menambah jitakan nya dengan gemas.
“Ibuukk."
"Nanti tak laporin ke pangeran impian mu biar dia lari menjauh." goda ibunya tersenyum.
"Vita pake sampo sampai habis sebotol pun, tak ada seorangpun yang mau berteman sama aku bu, beuhhh apalagi pangeran, " ujarnya dengan bibir mengerucut sebal.
“Apa memang saya ini bulukan ya bu?” perasaan rendah diri semakin menggerogoti hatinya, Ibu menarik nafas sambil tangannya tak berhenti mengelus rambut putrinya.
"Jangan berfikir begitu, nak. Mereka mungkin tidak tahu caranya berteman sama Vita, karena Vita terlalu spesial."
“Spesial apanya bu, kayak martabak aja pake spesial, hahahha” tubuh tambunnya bergetar karena merasa lucu. ibu selalu bisa menghiburnya. Kemudian ibu melanjutkan,
“Tampil cantik itu perlu, bukan hanya untuk orang lain tapi lebih untuk kebahagiaan kita sendiri."
"Cantik dan merasa cantik itu harus nak, agar kita bersyukur, mensyukuri apa yang sudah dikasih sama Tuhan." Tambah ibunya kalem sambil mentoel pipi putrinya. Vita hanya mengerucutkan bibirnya.
"Bagi ayah, Vita adalah putri yang paling cantik selain Kakakmu Gita." kali ini Ayah ikut nimbrung, duduk di samping ibu.
"Kalian Putri-putri tercantik ayah, ayah bangga sama kalian." wajah ayah terlihat berseri diantara rasa letih sepanjang hari mencari nafkah untuk keluarganya.
"Jadi? Ibu Gak cantik nih?" Ibu merajuk, Vita jadi merasa lucu.
"Ibu yang paling cantik, dan sekarang menurunkannya untuk putri-putri ayah." Ayah membela diri dengan memuji ibu. Tapi kelihatannya ibu masih ngambek.
Vita pun bangun dari pangkuan ibu kemudian menuju kamarnya,
Pembicaraan tentang pemasukan yang cukup seret hari ini diakhiri dengan rajukan ibu. Membuat malam ini dipenuhi keceriaan.
"Vita tidur dulu Bu ayah, besok harus ke sekolah." beranjak menjauh setelah mencium pipi ibu dan ayah.
Dengan bersenandung riang, Vita menuju tempat peraduannya, tempat melepas penat berharap mimpinya kali ini indah...
Do'anya setiap malam agar mimpi indah itu datang merangkulnya, cukup kenyataan hidupnya lah yang sulit, tapi dunia mimpinya harus indah. Lumayan untuk menikmati hidup, 'kan gratiss?.
---Bersambung---
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 267 Episodes
Comments
Mila
coto itu apa.
2022-07-13
4
Palma077
tiga mangkok Coto? deh kassa'na makan i Vita.
2022-07-08
2
Fadlan
singgah di Coto Paddinging ya Vit!
2022-07-07
2