GADIS TERKUTUK
Langit nampak kelam dan gelap, suara petir yang disertai kilat menggelegar menggulung seolah saling beradu diatas awan tebal. Disertai dengan hujan yang deras dikala tengah malam itu Ayah berangkat dari gubuknya yang berada ditengah-tengah pesawahan yang jauh dari pemukiman warga lainnya.
Tanpa sehelai penghalang hujan dikepalanya, Ayah berjalan terseok-seok tanpa alas kaki di jalan setapak pesawahan yang sangat licin sampai-sampai disetiap ruas kakinya sudah menumpuk tanah yang begitu lengket.
Sesekali dia jatuh tetapi bangkit berjalan kembali, gak peduli dengan dirinya yang sudah basah kuyub dan pakaiannya pun sangat kotor terkena tanah yang basah
Sepanjang perjalanan dia terus menggigil kedinginan tapi dia tetap bertahan untuk sampai pada tujuannya.
Ya, Rumah Bersalin Bidan Rosi
Ayah mengetuk pintu rumahnya Bidan Rosi dengan nafas yang masih terengah-engah
Tok...tok..tok..tok!!!
Tapi belum ada jawaban dari dalam
Ayah kembali mengetuk dengan lebih keras
Tok..tok..tok..tok!!!
Sesekali Ayah menggigil kedinginan, tubuhnya sudah sangat dingin dan pucat pasi
Beberapa menit menunggu sambutan dari dalam, akhirnya Bidan Rosi menemui Ayah yang sudah sangat memprihatinkan
Bidan Rosi menatap Ayah dari atas kepala sampai ujung kakinya yang sudah sangat kotor dan basah.
"Ada apa pak ?" tanyanya
"Istri saya mau melahirkan, tolong dibantu!" pintanya
"Di mana Pak ?"
Dengan cepat Ayah menunjuk ujung jalan yang mengarah ke pesawahan "Di sana Bu!" ucapnya
Bidan Rosi ternganga "Maaf Pak, saya dilema mau ke sana atau gak, karena itu jauh sekali. sementara Suami saya pun sedang ke luar kota. Bapak bawa aja Istrinya ke sini" ujar Bidan Rosi
Dengan suara yang berat menahan dingin Ayah marah mendengarnya "Gimana sih Bu, saya jauh-jauh datang ke sini kenapa gak dihargain sih !" ketusnya
Bidan Rosi mencoba menjelaskan pada Ayah "Bukan begitu pak, kalau saya ke sana___"
"Udah buruan jangan banyak omong, Istri saya sudah kesakitan" potongnya
Bidan Rosi terenyak melihat sikap Ayah.
"Kalau begitu saya ambil perlengkapan dulu ya" ucapnya
Ayah mengangguk "Iya iya jangan lama-lama!" ujarnya masih sambil menggigil kedinginan
Akhirnya tanpa ada berdebatan lagi. Bidan Rosi memutuskan untuk ikut dengan Ayah
Ayah berjalan cepat di depan Bidan Rosi yang membawa box perlengkapannya dan satu tangannya lagi memegang payung yang terus dia tahan dari tiupan angin yang kencang, meski teraseok-seok tapi perjalanan yang menempuh waktu dua puluh menit itu cukup menjadi pengabdian berat bagi Bidan Rosi, malam itu.
Akhirnya Ayah dan Bidan Rosi sampai juga digubuk tua milik Ayah.
Ayah sengaja tinggal jauh dari perkampungan karena Ayah sering bersemedi dengan makhluk gaib yang dia percaya akan memberikannya keberuntungan dalam hidupnya, meskipun dia bersembunyi dari warga tapi tetap saja beberapa warga ada juga yang tau perihal ritual klenik yang menyimpang itu.
Dinginnya angin malam yang masuk diam-diam melewati celah-celah bilik bambu gak membuat seorang Ibu patah semangat untuk melahirkan anak pertamanya yang selama tiga tahun pernikahannya, dia nantikan.
Digubuk bilik bambu yang sudah usam beratapkan daun lontar kering yang bocor dari jatuhan hujan kala itu menambah pedihnya perjuangan Ibu saat persalinannya.
Ibu meringis kesakitan dalam persalinannya yang dibantu seorang Bidan dusun yang rela datang dari jauh dari desa sebelah ke tengah-tengah pesawahan dalam keadaan cuaca yang sangat payah.
"Ayok Bu, tarik nafasnya perlahan ya Bu" ucap Bu Bidan dengan lembut
Dalam bersamaan Ayah meminta ijin pada Bidan Rosi dengan sopan
"Bu Bidan saya ke kamar aja ya, saya gak sanggup melihat Istri saya seperti ini" pintanya dengan wajah yang memelas
"Silakan Pak" ucap Bidan Rosi tanpa curiga
Ibu terus meringis kesakitan sementara Ayah ada di dalam kamar bukan sedang berdoa kepada sang Khaliq melainkan sedang menjalankan ritual sesatnya tanpa diketahui Bidan. Mulutnya komat-kamit hanya dia saja yang bisa mengerti arti dan tujuannya
Ayah sangat kyusuk sekali dalam meminta pertolongan dan pengharapan pada sang maha yang dia maksud sumber semestanya, padahal sudah jelas itu bukan Tuhan tapi hanya halusinasi mistisnya yang gak kunjung usai.
Ibu berteriak keras sekali tapi Ayah gak peduli
"Aaarrrghhhkkk!!" suaranya melambung tinggi pecah bersama derai hujan yang semakin keras.
"Sakiiiitttt....saaa...kkkiitttttt...tolllonggg!" Ibu meregang kesakitan
Bidan panik dengan keadaan Ibu, dia bahkan nyaris putus asa dan gak tau harus apa, mengingat kondisi medan jalan pun begitu sulit ditempuh untuk dia bawa ke tempat persalinannya, apa lagi Ayah gak menyetujuinya jika dibawa ke sana.
Ibu terus menerus meronta kesakitan sambil berupaya untuk mengeluarkan aku dari perutnya
"Sakkkitttt...tolongggg...sakkkittt!!" keluhnya
Akhirnya Bidan Rosi berjuang mengupayakan supaya persalinan berjalan baik dengan segala cara yang hanya dia saja yang paham.
Beberapa menit berlalu akhirnya Ibu melahirkan seorang bayi lucu
"Oooeekkkk...oooeekkk!" pertama kalinya aku bersuara di bumi ini
"Anaknya perempuan Bu" ucap Bu Bidan sambil menggendongku dan memberikannya pada Ibu
Ibu bahagia melihatku tapi baru tersadar ketika melihat tubuhku penuh dengan bintik-bintik hitam disekujur tubuh sampai diwajahku.
Ibu syok "Kenapa ini anak saya ?" tanyanya
Bidan Rosi berupaya melapangkan dada Ibu "Bayi Ibu dalam keadaan sehat kok Bu" ucapnya dengan tenang berharap Ibu bisa menerima aku
Sertamerta akhirnya Ayah keluar dari persembunyiannya lalu melihat keadaan tubuhku yang penuh dengan tahi lalat.
Ayah syok melihatnya dan sama sekali gak mau menyentuhnya "Ini anak siapa ?"
Bidan Rosi jadi makin bingung dengan sikap Ayah
Tapi Ibu hanya bisa menangis dan juga gak bisa menerima kenyataan
Ayah masih gak percaya kalau aku adalah anak yang baru saja dilahirkan istrinya "Dia bukan anak saya !" ujar Ayah sambil menunjukku
Akhirnya Bidan Rosi semakin habis kesabarannya lalu berbicara dengan nada keras kepada Ayah "Pak, ini anak Bapak. Anak Bapak sehat!" ucapnya
Ayah menghalau ucapan Bidan Rosi "Aaaahh...sehat dari mana ?" kesalnya
Bidan Rosi masih tetap menegaskan kalau itu adalah anaknya dan sehat, sementara Ibu hanya menangis sambil menggendongku. suasana mencekam menjelang pagi itu membuat aku semakin syok dan menangis
Dengan wajah yang muram Ayah pergi ke dapur lalu kembali membawa parang, dia berniat untuk menghabisi hidupku saat itu juga.
Rupanya Ayah tetap saja menolak kehadiranku, pikirannya sudah gelap tertutup ilmu hitam yang selama ini dia pelajari dan percayai
"Dia sudah terkena kutukan, dia harus mati !" ucapnya sambil mulai mengayunkan parang ke arahku
Tapi Bidan Rosi sangat berani menghalau tangan Ayah yang siap menebas ku
"Jangan Pak!!!" tahannya
Dan karena saking tenanga Ayahku lebih kuat darinya, akhirnya tangan kiri Bidan Rosi terluka oleh parang itu
Lukanya cukup dalam dan panjang, darah ditangannya pun bercucuran deras jatuh dilantai tanah yang lembab.
Seketika saja suasana semakin keos.
Tapi saat Ayah menyadarinya, dia malah bersikap ketakutan saat melihat kejadian berdarah itu, Ayah juga malah panik lalu dengan cepat membuang parang yang sejak tadi dia genggam.
Bidan Rosi marah sekali pada Ayah tanpa takut sedikit pun, dia membentak-bentak Ayah
"Bapak sudah gila ya !" ucapnya Bidan Rosi
"Saya bisa laporkan Bapak ke Polisi kalau begini cara Bapak!" tambah Bidan Rosi
Sementara tangisan Ibu dan aku semakin pecah mengiringi suara hujan yang masih terus turun sangat deras
Mendengar ucapan Bidan Rosi, Ayah semakin kalang kabut gak tahu harus berbuat apa karena dia bingung akan melakukan apa lagi.
Karena pikiran Ayah sudah buntu dan gelap, akhirnya Ayah memutuskan untuk kabur saja, bahkan sebelum dia pergi Ayah masih saja sempat mengucapkan kata kasar untukku
"Dasar anak terkutuk, anak setan, anak iblis..anak terkutuk...terkutuk !" ucapnya kemudian berlari keluar rumah seperti orang kerasukan sambil berteriak ketakutan
"Anak iblisss...anaakk..terkutuk...anak pembawa sial !" ucapnya sangat keras sampai suaranya mengudara dibawah dinginnya air hujan
Dia pergi begitu saja meninggalkan anak dan istrinya yang harusnya dipertanggungjawabkan olehnya.
Tapi Ayah lebih memilih pergi membawa mentalnya yang sakit.
Bidan Rosi hanya bisa berdiri melihat Ayah berjalan cepat-cepat seperti orang dalam gangguan jiwa .
Sambil menutup luka ditangannya dengan tangan kanannya, hatinya terenyuk melihat sikap Ayah.
Tanpa dia sadari air matanya sudah membasahi pipinya.
Bidan Rosi hanya bisa bergumam
"Astagfirullahaladzim !"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Veri Darmawan
ini cerita nya seru tapi bko yg baca dikit ya heran saya
2022-03-02
1
💎hart👑
Haduh si bapak nih sungguh terlalu, kan iblisnya bpk sendiri pak..
🐾🐾🐾
2022-02-23
1
💎hart👑
Ish si bpk itu krn ulahnya skr malah ga akui anaknya
2022-02-23
1