Seperti kebakaran jenggot itulah yang mencerminkan keadaan Rudi saat ini pasca anak buahnya gagal membawa Fatur kepadanya dengan selamat. Fatur berhasil kabur dari kejaran mereka. Sudah berapa puluh kali Rudi menelpon mantan istrinya untuk memastikan keadaan putra bungsunya. Namun sayang Tias Ayu juga tidak mengetahui bagaimana keadaan putranya saat ini karena ponsel milik Fatur tidak aktif dan membuat Tias Ayu begitu khawatir dan panik. Sudah hampir dua jam Tias Ayu menunggu putranya kembali pulang namun sayang sekali Fatur belum juga menunjukkan batang hidungnya. Ke mana Fatur sudah jam 8 malam belum juga pulang, apa putranya itu baik-baik saja. Perasaannya mulai tidak tenang saat Tias Ayu mengetahui kerusuhan yang mulai pecah dan Fatur ada di sana.
"Ke mana kamu, Tur," sedari tadi mamanya mencoba menghubungi Fatur menggunakan ponselnya miliknya.
Tapi sayang ponsel miliknya tidak aktif karena kehabisan daya. Tidak lama kemudian Tias Ayu merasa lega karena melihat kedatangan putranya, perempuan tua itu menarik napas panjangnya saat melihat Fatur yang baru saja memasuki rumah. Kali ini Tias Ayu bisa bernapas lega melihat keadaan putranya baik-baik saja tapi wajahnya terlihat sedikit lelah dan kusam.
"Fatur!" Tias Ayu menghampiri Fatur yang sudah memasuki ruang tamu.
Langkah Fatur terhenti ketika melihat mamanya sedang menunggunya berdiri, terlihat jelas guratan kekhawatirannya. Dengan cepat mamanya menghampiri dan memeluknya dengan begitu erat. Air mata jatuh ke pipinya, melihat itu membuat Fatur merasa sangat bersalah. Mungkin mamanya sangat mengkhawatirkan dirinya, tanpa banyak bicara Fatur membalas pelukan mamanya dan membiarkan mamanya menumpahkan rasa sedih yang telah dibuat olehnya.
"Kamu ke mana saja? Mama khawatir sekali?" tangis mamanya mulai pecah sambil terus memeluk Fatur.
"Maafkan aku, Ma. Sudah membuat Mama khawatir, aku baik-baik saja dan ponselku mati jadi aku nggak bisa menghubungi Mama." Fatur mencoba menenangkan mamanya dan sesekali terus mengusap pelan punggung mamanya.
"Mama takut terjadi sesuatu kepadamu." mamanya melepaskan pelukan dan kembali menatap wajah putranya yang begitu kacau.
Hanya senyum yang Fatur suguhkan agar mamanya tidak begitu khawatir lagi tetang keadaannya.
"Nggak akan, Ma. Tuhan nggak akan semudah itu mengambil aku dari mama. Sekarang aku mau istirahat karena aku capek sekali," pamit Fatur saat hendak menuju kamarnya seraya mengusap air mata yang jatuh dan membasahi pipi mamanya.
"Apa kamu sudah makan?"
"Sudah, Ma."
"Papa sedari tadi menelepon menanyakan kabarmu," jelas mamanya mengganti topik pembicaraan.
Wajah Fatur mendadak berubah seakan tidak senang jika mamanya membahas tentang papanya. Untuk apa papanya bertanya dan mengkhawatirkan dirinya? Bukannya dia sudah tidak peduli kepadanya?
"Nggak usah bahas tentang dia, Ma. Kalau dia bertanya tentang aku, abaikan saja," kata terkahir Fatur sambil pergi meninggalkan mamanya dengan rasa kesal.
Seperti itulah Fatur jika sudah menyinggung soal papanya, ia tidak akan pernah peduli akan keadaan papanya sekarang. Rasa bencinya sudah mendarah daging di hatinya.
Dijatuhkan tubuhnya saat sampai di kamar, pikirannya menerawang sambil menatap langit-langit kamar. Rasa kesal akan papanya belum juga reda, mengapa mamanya harus membahas orang yang sudah membuatnya sakit hati dan terluka? Sampai kapanpun juga ia tidak akan pernah memaafkan papanya.
"Sampai mati aku nggak akan pernah memaafkan mu. Walaupun kamu bersujud di depanku, aku nggak akan pernah memaafkan mu," janji Fatur dalam hati sambil menatap langit-langit kamar.
Rasa kesal juga dirasakan oleh Anggita saat kembali ke hotelnya. Bagaimana tidak kesal karena kue yang seharusnya dimakan bersama Lara harus jatuh oleh Fatur. Ya, Anggita sudah beberapa hari ini berada di Batam dengan Lara. Kedua gadis cantik itu sedang liburan bersama, entah mengapa Lara mengajak Anggita untuk berlibur ke kota Batam. Alih-alih membeli tas dari Batam Anggita menuruti saja ajakan Lara. Padahal tas dari Batam bisa dibeli melalui online shop, tapi Lara bilang jika sensasi dan rasanya beda jika langsung membeli dari sana. Entah filosofi dari mana yang jelas Anggita menuruti ajakan temannya itu. Liburan ke Bali dan pulau Jawa sudah sering Anggita singgahi, namun luar pulau Jawa belum pernah satupun Anggita tapaki. Baru kali ini Anggita berlibur keluar pulau Jawa dan itu adalah kota Batam.
Batam adalah kota terbesar di provinsi Kepulauan Riau, Indonesia. Wilayah Kota Batam terdiri dari Pulau Batam, Pulau Rempang dan Pulau Galang dan pulau-pulau kecil lainnya di kawasan Selat Singapura dan Selat Malaka. Pulau Batam, Rempang, dan Galang terkoneksi oleh Jembatan Barelang. Menurut Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Batam, pada tahun 2021 jumlah penduduk Batam mencapai 1.193.088 jiwa, dengan kepadatan 1.153 jiwa/km².[1] Kota Batam merupakan bagian dari kawasan khusus perdagangan bebas Batam–Bintan–Karimun (BBK).
Sebagai kota terbesar di Kepulauan Riau, Batam terkenal sebagai kota industri dan pusat transportasi yang baru. Pulau tropis ini juga adalah bagian dari zona perdagangan bebas di dalam Segitiga Pertumbuhan Indonesia–Malaysia–Singapura.
Selain itu alasan Lara mengajak Anggita ke Batam agar bisa melihat Singapura dari dekat. Sungguh lelucon yang membuat Anggita geleng kepala jika mendengar semua alasan Lara yang kadang membuatnya aneh. Tapi apa salahnya Anggita berlibur ke kota Batam. Dan siapa sangka juga Anggita bertemu dengan seseorang yang membuatnya jatuh cinta.
"Jangan sampai gue ketemu dia lagi!" gerutu Anggita kesal saat sampai di kamar hotelnya.
Rasa kesalnya kepada lelaki yang baru saja ditemuinya tadi belum juga hilang, mengapa Anggita harus bertemu dengan Fatur. Namun Lara hanya tertawa ringan jika ia mengingat perdebatan antara temannya dengan lelaki itu. Mereka berdua seperti kucing dan anjing, tidak pernah akur. Sama-sama keras, sama-sama jutek, dingin dan sinis.
"Tapi dia ganteng juga ya, Git," puji Lara membayangkan sosok Fatur yang sepintas menghipnotisnya.
What! Apa Lara tidak salah bicara? Mengapa bisa Lara bicara jika Fatur sangat tampan? Ucapan Lara membuat Anggita menatapnya kaget dan keheranan.
"What! Sakit mata lo? Lo bilang dia ganteng?" tanya Anggita tidak percaya.
"Iya. Bener kan ucapan gue?" angguk Lara balik bertanya kepada Anggita dan temannya itu hanya menggelengkan kepalanya sambil tertawa ringan terkesan sinis.
"Ganteng dari mananya?"
"Buktinya lo terdiam terpaku menatap dia," balas Lara mengingatkan apa yang sudah terjadi antara Anggita dan Fatur.
Mendadak wajah Anggita merah merona saat Lara berhasil menggodanya, sikapnya menjadi gugup dan Lara yakin jika Anggita juga terpesona untuk pertama kalinya kepada Fatur.
"Nggak. Siapa bilang!" tampik Anggita terus membela dirinya dan Lara hanya tertawa melihat Anggita yang mulai salah tingkah.
"Lo berdua itu seperti kucing dan anjing, nggak pernah akur."
"Siapa juga yang mau akur sama cowok yang ketus kayak gitu!" Anggita terus menampik menyembunyikan perasaannya yang mulai menyukai Fatur.
Dari gelagat dan cara bicara Anggita sudah bisa ditebak oleh Lara, jika Anggita memang sudah menyukai Fatur sejak awal bertemu hanya saja rasa gengsi menutupi semuanya.
"Terus kenapa juga lo mau diajak dia lari? Memangnya lo nggak sadar kalau diajak lari sama dia?" Lara terus memberikan pertanyaan bertubi-tubi kepada Anggita dan membuat Anggita merasa terpojokkan.
"Gue nggak tahu kenapa gue ikut dia lari," jelas Anggita mencoba menceritakan apa yang ada di pikiran dan hatinya saat dirinya begitu pasrah tanpa ada perlawanan saat Fatur menarik dirinya.
Semua ucapan Anggita membuat Lara tertawa dan mengerti, sekeras apapun Anggita menyangkalnya semakin jelas jika Anggita menyukainya sejak mereka pertama bertemu. Mata indah itu tidak akan pernah berbohong, walaupun mulutnya bicara tidak tapi tatapan mata Anggita berkata lain.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments