

Jodohku Cinta Pertamaku

 

Bab 17

Kayla menghentikan langkahnya, dia dia mematung di tempatnya.

"Apa yang kamu lakukan?" tanya Arumi pada menantunya.

Dia kesal melihat sang menantu berpenampilan acak-acakan.

Kayla masih diam, dia sendiri belum bisa menjawab pertanyaan ibu mertuanya.

"Kamu ngapain sampai kotor- kotor seperti ini?" tanya Arumi mendekati Kayla.

"Aku, tadi,-"

"Mama coba deh lihat taman belakang!" Raffa datang memotong perkataan Kayla.

Arumi mengernyitkan dahinya, dia bergegas melangkah menuju taman belakang.

Dia terdiam melihat tatanan tamannya berubah, menjadi lebih indah dan nyaman di lihat. Beberapa pot yang berantakan kini sudah tertata dengan rapi.

"Gimana, Ma?" tanya Raffa mengagetkan sang mama.

"Ini semua, Kayla yang mengerjakannya?" Arumi memastikan.

"Iya, Ma," jawab Raffa.

Kayla menautkan kedua alisnya.

"Kenapa Raffa bisa tahu kalau aku yang melakukannya?" gumam Kayla di dalam hati.

"Bi Sari!" teriak Arumi memanggil PRT di rumahnya.

Bi Sari yang sedang mencuci, langsung berlari menghampiri majikannya.

"Ada apa, Nyonya?" tanya Bi Sari keheranan.

“Siapa yang suruh Nona Kayla berkebun?” tanya Arumi pada Bi Sari.

Dia menatap tajam ke arah PRT setia keluarga Surya. Yang ditatap hanya menunduk, dia telah melakukan kesalahan membiarkan istri tuan mudanya melakukan pekerjaan yang seharusnya dilakukan oleh pekerja di rumah mewah ini.

“Ma, ini semua salah Kayla,” lirih Kayla mendekati Ibu mertuanya sambil menunduk.

“Tadi saat aku mau mencuci pakaian,-“

“Mencuci?” Arumi meninggikan suaranya membuat Kayla semakin menundukkan kepalanya.

“Iya, Ma.” Kayla bingung harus bagaimana.

“Bagaimana bisa, Nona muda di rumah ini melakukan pekerjaan yang seharusnya dilakukan pekerja yang sudah digaji?” Mama Arumi tidak suka melihat menantunya bekerja karena dia ingin menantunya hidup senang bersamanya.

Raffa mengerti kemarahan sang Mama, Raffa merangkul tubuh sang mama.

“Ma, Kayla itu sudah terbiasa melakukan pekerjaan rumah, jadi dia akan merasa meriang kalau tidak melakukan apa-apa,” ujar Raffa mulai membela istrinya.

“Kayla putri dari keluarga Bramantyo seorang pengusaha resto di kota Bandung, mana mungkin dia terbiasa melakukan pekerjaan rumah,” bantah Arumi.

“Ma, Ibu Rita selalu bilang sama Kayla untuk tetap melakukan pekerjaan rumah,karena ada masanya kita melakukan semua itu tanpa bantuan PRT.” Kayla menjelaskan alasannya melakukan semua itu.

“Baiklah, ini terakhir kali mama melihat kamu melakukan pekerjaan rumah di sini, Mama Cuma nggak mau kecantikan dan keanggunan kamu hilang karena kelelahan, Sayang.” Arumi tersenyum pada Kayla.

Arumi mulai mengagumi sang menantu.

“Kamu, memang wanita yang istimewa. Sampai kapan pun mama takkan pernah membiarkan Raffa melepaskanmu,” gumam Arumi di dalam hati.

“Ya sudah, kamu mandi sana. Mama mau mengajak kamu pergi ke salon untuk perawatan,” ujar Arumi.

Raffa menghela napasnya. Kayla pun melangkah menaiki anak tangga menuju kamarnya.

“Raffa!”panggil Arumi saat Raffa hendak mengikuti langkah sang istri.

“Ada apa, Ma?” tanya Raffa.

“Lihatlah, taman yang di tata oleh Kayla. Penampilannya menjadi indah dilihat dan di pandang,” puji Arumi.

“Raffa udah lihat sejak tadi, Ma.” Raffa tersenyum.

“Lalu, kamu biarkan dia panas-panasan di bawah terik matahari?” tanya Arumi dengan nada kesal.

“Kasihan, Ma. Dia kebingungan harus melakukan apa di rumah ini. Jadi, Raffa biarkan saja dia melakukan apa yang dia suka,” jawab Raffa membela diri.

“Seharusnya kamu ngajakin dia nonton atau sekedar ngobrol,”sela Arumi.

“Tadi Raffa ada seminar, Ma. Raffa mau ngajakin dia jalan tapi jadwal seminarnya nggak bisa ditunda,” ujar Raffa memberi alasan.

“Raffa,” lirih Mama Arumi pelan.

Dia mulai menarik tangan putra semata wayangnya menuju taman belakang. Arumi mengajak putranya duduk di bangku taman yang tersedia di sana.

“Ada apa, Ma?” Raffa penasaran.

“Kamu lihat, wanita yang menjadi jodohmu. Dia adalah wanita yang sangat sempurna, Mama harap kamu bisa mencintainya,” pinta Arumi penuh harap pada putranya.

“Ma, Raffa tidak bisa menjanjikan hal itu. Mama tahu, Raffa harus mencari Zahra, Ma. Raffa sudah janji akan datang mencarinya. Raffa masih mencintai Zahra,” lirih Raffa memandangi bunga-bunga yang bermekaran di taman itu.

“Kamu mau cari Zahra ke mana?” tanya Arumi.

Arumi pun mengingat kejadian 15 tahun yang lalu. Di saat dia masih tinggal di Solok bersama keluarga kecilnya.

Flash Back On.

“Mama, Papa!” pekik tiga gadis kecil yang menyaksikan jenazah kedua orang tuanya dibawa oleh penduduk menuju pemakaman.

Arumi memeluk ketiga tubuh mungil gadis kecil itu, dia tak sanggup menahan air matanya merasakan derita yang akan dialami oleh putri sahabatnya. Zahra sang kakak masih berumur 5 tahun, adiknya Rahma berumur 4 tahun, serta si bungsu berumur 3 tahun.

“Kalian harus sabar, Nak!”lirih Arumi dalam isakkannya.

Dia mengecup satu per satu puncak gadis kecil yang malang itu.

Tiga bersaudara itu di tinggal oleh kedua orang tua mereka untuk selamanya. Kecelakaan maut yang mereka alami membuat 3 gadis tersebut harus kehilangan kasih sayang orang tua mereka di usia dini.

“Mama, Papa, kenapa kalian tinggalkan kami,” isak Zahra yang belum mengerti apa sebenarnya yang tengah dialaminya.

Dia memeluk kedua adiknya penuh kasih sayang, yang mana dua orang adiknya tak mengerti entah apa yang tengah terjadi.

Arumi tak sanggup melihat kesedihan yang dialami oleh putri sahabatnya, dia hanya bisa melebarkan tangannya memberi kehangatan bagi mereka. Dia juga ikut menangis dalam isakkan 3 gadis kecil itu.

Raffa juga duduk di samping sang ibu, dia juga merasa kasihan dengan apa yang terjadi pada adik-adik yang sangat disayanginya.

Rumah mereka yang berdekatan membuat Raffa sering bermain dengan ketiga gadis kecil itu.

Apalagi dengan Zahra. Semenjak Raffa mengenal Zahra, Raffa sudah menyimpan rasa cinta pada gadis kecil itu.

Namun, setelah kepergian kedua orang tuanya. Zahra dan kedua adiknya dibawa oleh keluarga sang ibu yang tinggal di kota Padang.

Sejak itu Raffa tidak pernah lagi berjumpa dengan Zahra. Saat Raffa berumur 12 tahun, dia pernah mengajak Arumi untuk mencari Zahra ke Kota Padang tapi sayang mereka tidak dapat menemukan Zahra.

Flash back off.

“Ma,” lirih Raffa memeluk mamanya.

Mama Arumi selalu menangis jika, Raffa menyebut nama Zahra. Raffa tahu, kedekatan sang mama dengan kedua orang tua Zahra. Kesedihan dan penderitaan Zahra saat itu membekas jelas dibenak Mama Arumi.

“Sampai kapan kamu akan mencari Zahra, Nak?” lirih Mama Arumi membelai lembut kepala sang putra.

“Entahlah, Ma. Raffa ingin membahagiakan Zahra, Raffa yakin selama ini dia pasti menderita menjalani hidup tanpa ada orang tua mengayominya,” ujar Raffa masih teguh dengan prinsipnya.