“Siapa pria yang sedang duduk itu? Sepertinya dia kekasihnya Mommy deh, males bener rasanya mau balik ke sana lagi.” gumam Olivia dari kejauhan memperhatikan tempat duduknya tadi.
Langkah kakinya terus berjalan kembali menuju tempatnya tadi. Sesampainya dia di sana kakinya berhenti tepat di belakang tubuh pria itu.
Dengan bangga Rani memperkenalkan teman laki-lakinya itu pada Olivia.
“Ini dia, putri kesayanganku sudah datang,” ucap Rani dengan nada centil.
Namun Olivia tak menggubris sama sekali. Ia bahkan tak mau menatap wajah pria itu, apalagi ia juga tak ingin berkenalan dengannya.
“Hay,” Sapa laki-laki tersebut dengan ramahnya.
Tak ada balasan sapaan yang dilontarkan oleh gadis itu, tatapan matanya tetap fokus tertuju di makanan yang sudah tersaji di atas mejanya.
“Oliv, yang sopan sedikit dong sayang,” tutur Rani yang merasa canggung dengan teman prianya itu, ia kemudian menyenggol tangan Olivia.
“Apa sih Mom?” seru Olivia kesal.
“Itu, teman mommy ngajak kamu kenalan. Sopan sedikit dong, Mommy nggak enak tau kalau kamu bersikap seperti ini.”
Dengan culas Olivia menoleh ke samping lalu memperhatikan sebuah tangan laki-laki itu yang masih bertahan dengan posisinya untuk mengajak berjabat tangan. Olivia menelisik pria itu dari tangan sampai ke kepalanya, netranya sedikit tertegun hingga membuat kedua matanya membelalak seusai melihat wajah pria yang tersenyum hangat kepadanya.
“Hay Oliv,” sapa pria itu seraya memberikan senyuman hangat untuknya.
“Ka—kamu,” ucap Olivia sambil menuding pria itu.
Rani merasa bingung ketika menyaksikan sikap anaknya yang seakan dia sudah mengenal kekasihnya. Demikian pula dengan pria itu.
“Olivia, apa kamu kenal dengan teman mommy ini nak?” tanya Rani bingung.
“A—aku,”
“Hay, kamu kenapa? Kok kaget? Apa sebelumnya kita pernah bertemu?” Tanya laki-laki itu dengan nada empuk.
Seketika ucapan pria tersebut membuyarkan semua pandangan Olivia.
“Nggak, nggak apa-apa kok,” ucap Olivia tersendat-sendat.
Olivia terdiam seraya mengulum senyum tipisnya, ia seakan tak percaya dengan sosok pria yang sedang tersenyum manis pada dirinya.
“Aku ini sedang tidak bermimpi kan? Bukankah dia ini pria yang aku cari waktu itu? Bagaimana bisa mommy mudah sekali bertemu dengannya? Dan bagaimana bisa Mommy memiliki hubungan dengan dia begitu cepat?” batin Olivia dengan beribu-ribu pertanyaan.
Seakan membuat kedua netranya tak mampu berpaling dari wajah pria tersebut.
“Hey, hello?” ucap pria itu sembari melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Olivia.
Sebab Olivia terus melamun menatapnya.
“Eh, iya kenapa?” kata Olivia kaget.
“Aku Steve,” cakap Steve mengajak Olivia berjabat tangan kembali.
“Steve Alexa P,” celetuk Olivia lirih.
“Apa? Kamu tadi bilang apa?”
Samar-sama Steve mendengar Olivia memanggil nama panjangnya. Namun Olivia berusaha menampik pertanyaan tersebut.
“Hem, nggak, nggak apa-apa kok.” Seru Olivia sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
Selesai berkenalan, Olivia menundukkan pandangannya. Ia masih belum percaya kalau orang yang duduk di sebelahnya itu adalah Steve laki-laki yang dia cari beberapa waktu lalu.
“Kenapa dia sama sekali tak ingat dengan ku? Apa dia memang lupa kalau kita pernah bertemu sebelumnya? Sepertinya iya deh, dia pasti sudah lupa sama aku.” Gumam Olivia dari dalam hati.
“Hay, Oliv. Senang ya bisa berkenalan denganmu.”
“Sa—sama sama, aku juga senang bisa berkenalan denganmu.” Balas Olivia.
“Putri kamu manis juga ya, Ran. Aku nggak nyangka loh, kalau ternyata kamu tuh sudah memiliki seorang anak gadis.”
Mendengarkan pujian dari laki-laki yang disukainya, Rani merasa berbunga-bunga dan besar kepala.
“Aku awet muda kan? Buktinya wajahku masih mulus aja, walaupun aku sudah memiliki satu orang putri yang telah dewasa seperti Olivia.” Kata Rani.
Mendengar itu Olivia hanya mengerucutkan mulutnya, ia seakan ingin membantah ucapan Mommy-nya.
“Ya, elah, seneng bener muji dirinya sendiri.” Batin Olivia dari dalam hati.
Sedangkan Steve hanya tersenyum geli saat mendengar Rani yang memuji dirinya sendiri waktu itu. Olivia duduk sambil berpangku tangan, ia terus memandangi wajah tampan yang dimiliki oleh Steve.
“Pria ini sungguh-sungguh sangat tampan. Penampilan maskulin dengan tubuh machonya membuat aku terbuai. Sungguh, lihat saja dadanya yang membusung dengan begitu tegak dan gagah, bahkan postur tubuh yang besar kegarangan seperti ini membuat aku tak mau kehilangan dia dari pandanganku begitu saja.” Batin Olivia.
Olivia terus bergumam memuji ketampanan Steve. Padahal bisa dibilang, jarak umur antara mereka berdua begitu sangat jauh. Pria setengah bule itu memiliki umur yang hampir sama dengan Mommynya.
“Olivia,” panggil Steve.
“Eh, iya. Kenapa ya Om?”
“Kenapa kamu diam aja dari tadi? Bicara lah,”
Olivia hanya tersenyum manis kepadanya.
“Iya Oliv, kamu cerita kek, apa gitu. Jangan diem aja.”
“Oliv bingung mau ngomong apa.”
“Kamu semester berapa Oliv?” Tanya Steve.
“A—aku, sekarang aku masuk di semester akhir om. Sebentar lagi mau wisuda.”
“Owh, fakultas apa?”
“Aku masuk ke fakultas ekonomi om.”
“Bagus itu. Kamu harus fokus tuh sama kuliah kamu, kan sebentar lagi kamu wisuda. Jangan sampai kamu berhenti di tengah jalan ya. Kan sayang.”
“I—iya om.”
“Soalnya pengalaman om dulu, Om itu nyaris mau berhenti kuliah. Padahal saat itu sama seperti kamu, om sudah masuk di semester akhir dan waktu itu hanya tinggal wisuda aja.”
“Loh kenapa Om?”
“Ya, om males aja kalau di suruh mikir terus. Ha… Ha… Ha… Tapi beruntunglah Om memiliki ibu yang baik, yang selalu kasih semangat buat Om. Om yakin, kamu pasti bisa menyelesaikan tugas akhirnya kok, Liv.”
“Terima kasih ya atas supportnya om.”
Dari percakapan biasa seperti ini, Olivia merasa nyaman dengan Steve.
“Dengerin tuh apa yang Steve katakan. Kamu harus semangat kuliahnya, dan selesaikan dengan baik kuliahmu itu. Karena Mommy sudah berusaha semaksimal mungkin untuk membiayai sekolah kamu Liv.” Celetuk Rani.
Mendengar itu seketika Olivia menggerutu, “Hem, giliran orang bilang gini, dia nya sok-sokan peduli sama aku. Pinter banget cari muka. Males deh.”
“Asik ya punya ibu yang selalu support anaknya seperti ibunya om Steve.” Sindir Olivia yang kemudian melirik Rani.
Tak ingin di pandang jelek, Rani lalu mengalihkan pembicaraannya agar Olivia tak lagi menyindir dirinya.
“Owh, iya Steve. Apa kamu suka dengan tempat ini?”
“Iya, aku suka. Lumayan juga tempatnya. Kalian berdua pasti sering makan bersama di sini ya?” Tanya Steve.
“Owh, kami. Iya, kami sering makan berdua di sini.”
“Emang kapan aja Mom? Bukannya baru kali ini ya kita ke sini, dan bukannya baru kali ini juga kita pergi makan berdua seperti ini. Mommy kan orang sibuk.” Celetuk Olivia lagi.
Rani membulatkan kedua matanya tak menyangka Olivia akan berkata sejujur itu, ia lalu mendepak kaki Olivia dari bawah meja.
“Awh,” teriak Olivia kesakitan.
Teriakan Olivia seketika membuat Rani langsung melebarkan kelopak matanya.
Mendengar itu, Steve menatap kearah Olivia, “Ada apa, Oliv?” Tanyanya.
Olivia menelan ludahnya susah payah, lalu dia menggeleng cepat. “Ti—tidak ada apa-apa kok, Om.”
Steve menganggut-anggutkan kepalanya, lalu kembali makan dengan tenang.
Sedangkan Olivia melirik kearah Rani. Namun kedua mata Rani malah membeliak memberikan isyarat pada anak nya untuk diam.
Sudah dua jam berlalu, mereka bertiga telah menghabiskan waktu untuk saling bercengkrama.
Bersambung…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments