Pagi yang cerah, sang mentari bercahaya dengan gagah menampakan kilauan sinarnya.
Olivia mengerjapkan kedua kelopak mata indah itu beberapa kali dan memperhatikan di sekelilingnya. Dia melirik di samping dan ternyata pria itu memang sudah tak ada.
“Di mana Marco? Apa dia sudah bangun?” gumamnya dari dalam hati.
Ternyata Olivia di tinggalkan sendiri di kamar itu, setelah pria tersebut mencumbunya tadi malam. Olivia lalu bangun dan bersandar di bahu tempat tidur dengan menarik selimut untuk menutupi tubuhnya.
“Awhm! Kemana sih Marco, kok dia udah ngilang aja.” Batinnya seraya menguap.
Dan pada saat itu pintu kamar itu terbuka. Menampakan seorang pria yang hanya memakai handuk kimono dengan membawa sarapan dan segelas susu hangat.
“Selamat pagi Olivia.” Sapa Marco memberikan senyum manisnya.
“Pagi juga Marco, aku kira kamu pergi ke mana tadi,”
Marco tersenyum smirk, dia kemudian meletakkan sarapan itu di atas nakas, dan duduk di sisi ranjang.
Marco terus memandangi paras Olivia dengan begitu dalam sembari mencondongkan badannya.
“Kamu begitu lihat manis.” Ucap Marco mengedipkan matanya.
Olivia tersenyum malu sambil memainkan ujung rambutnya.
“Aaa, Marco.”
“Aku akan merindukan permainanmu besok, manis.” Ujar Marco membelai lembut pipi Olivia.
“Marco sudahlah, jangan membuat aku malu seperti ini,” ucap Olivia dengan wajahnya yang memerah.
Marco beranjak dari duduknya lalu berjalan mengambilkan kemeja yang dibuang Olivia tadi malam. Dia berikan kemeja itu kepada Olivia.
“Cepat pakailah kemejanya lalu sarapan. Aku akan pergi ke kamar ku.”
Olivia menerima kemeja itu, ia lalu mengenakannya selepas Marco keluar dari kamar.
“Aku ini bukan orang spesial bagi dia, tapi dia sangat baik kepada ku. Memang wajahnya tak tampan, tapi aku respek dengan sikapnya yang begitu perhatian.” Batin Olivia seraya tersenyum-senyum malu.
Sebab ini pertama kalinya dia diperhatikan oleh seorang laki-laki. Akan tetapi, dia enggan untuk memiliki suatu hubungan serius dengan semua pria. Seperti yang tergambarkan, buah tak jauh dari pohonnya. Mungkin semacam itu lah pribahasa yang pantas untuk Olivia.
Ia lalu menyantap beberapa kali hidangan yang telah Marco siapkan. Selepas itu, ia keluar dari kamar dan berjalan menjelajahi setiap sudut lantai.
Terdapat satu kamar dengan pintu terbuka, dia mengira itu adalah kamar Marco. Dia masuk ke dalam begitu saja, akan tetapi dia sama sekali tak bertemu dengan Marco.
“Di mana dia? Kok pintu kamarnya terbuka?”
Terdengar suara gemericik air dari dalam kamar mandi.
“Apa dia sedang berada di toilet ya?” gumamnya seraya mendekati pintu kamar mandi itu.
Langkah kakinya kini berada tepat di depan pintu, dia dorong pintu kamar mandi itu dengan perlahan. Dan terbukalah, hingga membuat Marco terkejut melihatnya.
“Olivia,” seru Marco tertegun.
“Marco,” ucap Olivia.
Olivia memang sengaja membuka pintu itu, dia lalu mengulum senyum kecilnya ketika ia melihat tubuh telanjang Marco. Namun dengan segera Marco menarik handuk berwarna putih dan langsung dia lilitkan ke pinggulnya, ia kemudian berjalan mendekati Olivia.
“Olivia, kamu,” ucap Marco membulatkan kedua matanya saat melihat Olivia berdiri di hadapannya.
Bahkan terasa sulit baginya untuk menghindar dari pandangannya saat itu. Bagaimana tidak, sedangkan saat itu Olivia mengenakan kemeja putih transparan yang memperlihatkan bentuk tubuhnya dengan terang-terangan.
Gadis yang begitu bringas. Ia berjalan perlahan mengelilingi tubuh Marco, dia raba setiap titik-titik sensitif kepunyaan laki-laki itu. Dan pria tersebut justru tak menerima penolakan sedikit pun. Ibarat kata kucing dikasih ikan tak akan kabur untuk memakan mangsa yang ada di hadapannya.
“Olivia,”
“Yea,”
“Apa kamu masih ingin bermain dengan ku sekarang?”
“Berhubung ada kesempatan, kenapa tidak?” ucap Olivia mendesah.
Marco terlihat senang dengan gairah yang dimiliki wanita ini, entah mengapa seolah semua tentang Olivia terasa amat manis untuknya.
Tak ingin membuang waktu terlalu lama, Marco dengan cepat langsung menyambar tubuh Olivia, sehingga membuat netra keduanya saling bertatapan.
Marco yang lihai mengunci pergerakan tubuh ramping itu dan menatap Olivia dengan lekat.
“Apa kamu masih belum puas sayang?”
Olivia menggeleng-gelengkan kepalanya dengan manja.
“Kalau begitu, mari kita lakukan sekali lagi.”
“Yea, itu yang aku mau. Sepertinya kita bisa menjadi patner yang baik,"
Marco kembali menajamkan telinganya, untuk meyakinkan dirinya kalau ia tidak salah mendengar.
“Sungguh? Apakah itu yang kamu inginkan baby?”
Sembari berdekapan dengan kepala yang melekat Olivia mengangguk-anggukkan kepalanya dan tersenyum manis.
“Kalau memang itu yang kamu mau, aku tak akan menolak sayang. Kapanpun kamu minta untuk dipuaskan, aku selalu siap.” Ujar Marco dengan sorotan matanya yang tak main-main.
Marco menyeringai tipis, lalu memajukan wajahnya, “Kau wanita yang berani. Aku suka dengan caramu baby,”
Bibir kecil dan tipis itu langsung dibungkam oleh ciuman, senjata paling ampuh untuk membuat lawan jenisnya terbuai.
Marco menahan tengkuk itu dengan kuat, dan merasakan ciuman itu lebih dalam lagi, hingga Olivia tak mampu mengeimbangi permainan laki-laki tersebut.
******* itu begitu liar, sehingga Olivia dibuat kewalahan oleh serangan Marco. Laki-laki itu membawa Olivia untuk merapat di dinding, dia lalu dengan cepat melepaskan kemeja yang melekat di tubuh wanitanya hanya dengan satu kali tarikan.
Bahkan membuatnya tak peduli dengan kancing yang berjatuhan di lantai. Yang dia ingin hanya membuat Olivia merasa puas dengan servis yang dia berikan.
Marco terus memainkan cucupan mematikan itu hingga membuat wajah Olivia memerah karena hampir kehabisan oksigen.
“Marco, kau bisa membunuhku dengan ciuman maut mu ini. Tolong hentikan,” Olivia tersengal, Marco paham dan langsung menghentikan ciuman maut itu.
Olivia lega karena ia bisa menghirup udara segar sebanyak-banyaknya.
Baru saja Olivia bisa bernafas dari oksigen disekitarnya, Olivia kembali dibuat gelagapan, karena tindakan Marco terus memburu kesukaannya.
Bibir basah itu berhasil membuatnya menjadi tidak karuan.
“Agh, Marco. Permainan kali ini membuat aku tak menentu sayang.” Cetus Olivia dengan suara menekan dengan nafas ngos-ngosan seperti baru selesai lari maraton.
“Yeah, aku gila karena kamu sayang,”
“Yea, aku gila karena mu, aku ingin memiliki mu Olivia,”
“Lakukanlah, tapi jangan buat tanda di tubuhku Marco jika kamu ingin menikmatinya saat ini.”
Marco terkekeh mendengar kata-kata itu, ia membalikkan tubuh Olivia, hingga wanita itu menghadap ke dinding lalu mencumbunya dengan penuh nafsu.
Marco tak pernah melakukan ini dengan para wanita yang dekat dengannya, artinya memang hal ini pertama kali yang dia lakukan bersama Olivia.
Dia melakukannya dengan perlahan, tak lama kemudian Olivia mulai merasakan kenikmatannya, karena wanita itu mulai mengerang berkali-kali. Hingga beberapa lama kemudian pelepasan itu pun telah terpenuhi.
Bersambung…
Olivia kamu nakal sekali ya, memancing kucing garong terus… 😁😂
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments