Pelepasan

“Astaga Marco, ponsel ku mati. Sepertinya lowbat deh.” Ucap Olivia memperlihatkan handphonenya.

“Serius?” tanya Marco tertegun.

Olivia mengangguk-anggukkan kepalanya.

“Terus sekarang kamu mau gimana Liv?”

“Aku juga bingung nih, apa sebaiknya malam ini aku sewa kamar hotel aja ya?”

“Atau sementara waktu kamu bermalam di rumah ku dulu saja?” kata Marco mengajukan usul.

“Ha, rumahmu?”

“Iya,”

“Tapi apa kata orang tuamu nanti, kalau tau kamu bawa wanita pulang ke rumah tengah malam gini.”

“Nggak apa-apa, aku hidup sendiri kok Oliv, kedua orang tua ku semua sedang berada di luar kota. Jadi aman.”

Olivia terdiam untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu yang tepat bagi dirinya.

“Gimana? Mau nggak? Kalau kamu cari hotel malam-malam begini, apa kamu berani tidur sendiri?” tanya Marco cemas.

“Ya, enggak berani sih. Tapi aku nggak enak sama tetangga mu nanti.”

“Halah, emang kamu kira aku tinggal di desa? Tenang Oliv, tetangga ku nggak banyak omong kok. Jadi santai aja.”

“Tapi,”

“Aght, udah jangan banyak tapi, tapi. Karena ini sudah hampir jam tiga pagi, sebaiknya kita langsung pulang ke rumahku aja ya.”

“Ya, udah deh. Aku ikut kamu pulang.”

“Nah gitu dong dari tadi.”

Marco lalu melajukan mobilnya menuju ke rumahnya. Hujan turun terus menerus membuat sekujur tubuh keduanya basah setelah mereka turun dari mobil lalu akan masuk kedalam rumah.

Marco segera membuka pintu rumah dan buru-buru meminta Olivia untuk masuk.

“Masuk Liv,” Marco mempersilahkan Olivia.

“Iya,”

Setelah mereka masuk, Olivia duduk di sofa ruang tamu dengan tubuh setengah basah.

“Kamu tunggu disini sebentar, aku akan bawakan handuk untukmu ya.”

“Owh, baiklah.”

Olivia duduk dan langsung mengamati setiap sudut rumah. Rentan beberapa saat kemudian Marco datang seraya membawa dua cangkir teh hangat dan sehelai handuk yang tersampir di pundaknya.

“Hangatkan tubuh mu, Oliv. Aku tau kalau kamu kedinginan karena hujan tadi.”

“Owh, iya terimakasih Marco,” ujar Oliv sembari tersenyum kecil.

“Dan ini handuknya, keringkan rambutmu.” Ucap Marco seraya memberikan selembar handuk untuknya.

“Iya, iya, makasih” Olivia segera menerima handuk itu.

Tanpa basa basi, Olivia membuka jaket jumper hitam di depan Marco. Marco sedikit sulit menelan ludahnya, ia merasa jengah ketika melihat Olivia yang sibuk mengeringkan rambutnya yang tergerai panjang dengan tubuhnya yang basah.

“Marco,”

“Iya,”

“Kamu kan tadi juga kehujanan, seharusnya kamu keringkan tubuhmu sekarang deh.” Pinta Olivia.

“Baiklah, tapi sebelum ku keringkan badanku, aku akan antar kamu ke kamar dulu. Biar kamu bisa istirahat.”

“Memang dimana kamarnya?”

“Ada di lantai atas, kamu ikuti aku ya,”

Mereka berdua melangkah melintasi anak tangga. Sampailah kaki mereka di salah satu kamar yang cukup luas.

“Ini kamarnya Liv, kamu sementara tidur di sini dulu ya. Ya, setidaknya bisa untuk tempat istirahat kamu malam ini lah.”

“Iya, iya, Marco. Makasih banyak ya.”

“Ya udah, kalau gitu aku tinggal.”

“Eh, sebentar Marco.” Olivia mendadak menarik tangan Marco yang akan pergi.

“Iya, kenapa Oliv?” tanya Marco membalikan tubuhnya.

“Aku di sini beneran aman kan? Maksud aku gini, tetangga kamu nggak akan ada yang berisik kan?”

“Udah lah, tenang. Jangan pikirkan yang lain-lain. Semua akan aman.” Marco meyakinkan Olivia.

Olivia mengangguk-anggukkan kepalanya selayaknya percaya terhadap  Marco.

“Ya udah, aku tinggal ya.”

“Iya, iya. Pergilah aku tau kamu pasti kedinginan.”

Selepas itu, Marco pergi ke kamar pribadinya, yang di mana letak kamar itu berada tak jauh dari kamar tempat Olivia tidur. Merasa rambutnya sudah sedikit kering, Olivia lalu membaringkan tubuhnya di kasur.

“Ya ampun, rasanya dingin sekali sih malam ini. ” Gumamnya seraya menarik selimut untuk menutupi seluruh tubuhnya.

Lain halnya dengan Marco, hasrat lelakinya keluar ketika cuaca begitu mendukung otak kotornya yang mendadak datang.

“Gila ya, Olivia cantik bener. Aku tergoda dengan parasnya yang cantik bagaikan bidadari. Apa lagi tadi, waktu dia membuka jaketnya dan mengeringkan rambutnya. Badannya yang basah membuat merinding.” Seketika ia langsung teringat kalau setengah pakaian yang dikenakan Olivia saat itu telah basah.

“Ya, ampun. Harusnya tadi aku suruh dia ganti pakaian yang kering dulu ya. Kenapa aku bego banget sih. Gara-gara terlalu fokus memperhatikan tubuhnya, aku jadi lupa bawakan dia baju ganti.  Kasihan kan dia jadi tidur dengan pakaiannya yang basah.” Batin Marco dari dalam hati lalu cepat-cepat menyelesaikan ritual mandinya.

Karena takut Olivia keburu tidur, Marco dengan cepat langsung mengambil handuk dan melilitkannya di pinggang walau tubuhnya masih basah.

Ia berjalan menuju ke kamar Olivia, dia ketuk pintu kamar itu.

Tok, tok, tok,

“Oliv, apa kamu sudah tidur?”

Tak lama pintu itu dibuka, Olivia sedikit terkejut melihat setengah badan Marco yang basah tanpa busana. Bahkan laki-laki itu hanya melilitkan sebuah handuk di punggungnya.

Fokus Olivia langsung teralihkan ketika menatap tubuh tegak Marco yang berdiri di hadapannya.

“Ada apa Marco?” Tanya Olivia seraya membulatkan kedua matanya.

“Maaf, aku mengganggumu. Kedatanganku kesini hanya ingin memberikan kemeja ini untukmu, supaya kamu bisa mengganti pakaianmu yang basah itu.” Ucap Marco canggung.

“Owh, iya, terimakasih.” Olivia menerima kemeja itu. Akan tetapi pikirannya yang kotor kembali mengusik jiwanya. Mendadak ia melempar kemeja itu ke sembarang. Marco terheran ketika melihat sikap Olivia waktu itu.

“Kenapa kamu buang kemejanya Liv?” Tanya Marco mengerutkan kedua alisnya.

“Untuk apa aku memakai baju itu?”

“Ma—maksud kamu Liv?” tanya Marco gelagapan.

Tanpa menjawab apapun, Olivia berjalan bertahap mendekati Marco.

“Oliv, kamu,”

Belum selesai berbicara, Olivia lalu membelai lembut dagu lonjong Marco.

“Marco, aku tau, kamu kedinginan. Menurutku ini waktu yang pas untuk kita bersenang-senang.

Dan tiba-tiba Olivia mencium bibir Marco dengan begitu lama, menurutnya bibir itu terlalu nikmat untuk dirasakan. Hal itu membuat suasana menjadi menantang, seketika Marco bergejolak menginginkan lebih dari yang di pikirkan. Ditambah suasana dingin yang mendukung membuat Marco segera menarik lengan Olivia dan mencumbunya dengan begitu semangat, hingga sampai membawa dia masuk ke dalam ruangan.

“Marco…”

Olivia membuka seluruh pakaian yang dia kenakan, dan kedua tubuh tanpa busana itu mulai menyatu.

Bagai burung merak betina yang tengah mengembangkan bulu indahnya, seakan ingin memancing birahi lawan jenisnya. Dadanya yang datar dan berbulu seolah menunjukan kalau dirinya lah seorang laki-laki perkasa.

“Olivia,”

“Yea, Marco.”

“Aku ingin malam ini terasa lama, aku tak mau matahari datang lalu membawamu pergi dari sini.” Ia tersenyum saat berucap dengan netra yang menyatu.

“Tenang sayang, aku masih di sini. Mari kita nikmati malam yang dingin ini.”

Dia belai rambut panjang yang tergerai lurus itu. Dengan segera Marco pun mencatuk bibir ranum berwarna merah jambu seraya mendekapi tubuh Olivia.

Membuat tubuh wanita itu merasakan hangat di tengah dinginnya malam. Kamar yang luas itu kini seperti surga bagi mereka.

Marco dengan segera membopong tubuh wanita itu dan meletakannya di atas kasur. Tak ingin berlama-lama lagi, laki-laki itu pun segera melakukan aksinya memperlihatkan kejantannya di atas ranjang.

Bersambung…

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!