Kembali ke Hotel

Sore harinya ia kembali ke hotel tersebut. Olivia bertanya kepada pihak Receptionist.

“Permisi kak,”

“Iya, selamat sore ada yang bisa kami bantu kak?” Tanya resepsionis tersebut.

“Kak, saya mau tanya. Apa ada tamu yang bernama Steve Alexa, kalau ada dia ada di kamar nomor berapa?”

“Mohon maaf, apa kakak sebelumnya sudah ada janji?"

“Belum sih kak, saya hanya ingin tau nomer kamarnya aja.”

“Mohon maaf sekali kak, kami tidak bisa memberitahukan kepada kakak nomer kamar tamu kecuali sudah ada janji dengan tamu yang menginap di sini. Sebab, kami sangat menjaga privasi tamu-tamu kami kak.”

“Owh, gitu ya.”

“Iya kakak.” Ujar Resepsionis tersebut.

“Sebenarnya saya hanya ingin bertemu dengan tamu yang bernama Steve, aku mau mengembalikan sisir lipat milik dia.”

“Atau kalau enggak, bagaimana jika kakak menitipkan sisir lipat itu ke saya, dan kakak bisa meninggalkan pesan untuk pemiliknya itu.”

Karena tak mau berfikir terlalu lama, ia akhirnya memutuskan untuk menitipkan sisir lipat itu pada resepsionis tersebut. Walau hatinya sedikit kecewa lantaran ia tak dapat bertemu langsung dengan pemilik sisir lipat yang bernama Steve Alexa P.

“Niatnya ke sini tuh pengen ngembaliin sisir ini ke orang itu. Biar aku bisa bertemu langsung dengannya. Eh, tapi ternyata tak sesuai dengan angan-angan ku. Huft,”

Seketika wajah wanita itu berubah menjadi masam. Ia lalu memberikan sisir lipat tersebut pada resepsionis itu.

“Ini kak,”

Wanita yang bertugas sebagai resepsionis hotel tersebut lalu memberikan selembar kertas putih dan satu buah bolpoin untuk Olivia.

“Silahkan tulis pesan yang akan kakak berikan untuk pemilik sisir lipat ini kak,”

“Nggak usah kak. Aku nggak mau nulis pesan. Aku yakin dia pasti masih ingat siapa orang yang membawa sisir miliknya.”

“Owh, baiklah kalau begitu kak.”

“Ya udah kalau gitu, makasih ya kak.”

Petugas resepsionis itu memberikan senyuman ramahnya pada Olivia. Akan tetapi, ketika Olivia akan menoleh kebelakang, kedua matanya sekilas melihat wajah Steve yang sedang berjalan cepat menuju ke pintu keluar hotel tersebut.

“Ha, itu dia orangnya. Tuan Steve, Hai, Tuan Steve, hai, hai,” teriak Olivia seraya melambaikan tangannya.

Namun sayang, Steve sama sekali tak mendengarkan teriakan suara tersebut. Karena, ia sedang berjalan tergesa-gesa dan saat itu dirinya juga tengah menerima panggilan masuk dari ponsel pribadinya.

Usaha mengejar Steve tak membuahkan hasil. Laki-laki itu sudah terlebih dulu masuk ke dalam mobilnya dan pergi begitu saja meninggalkan hotel. Tapi, semangat Olivia tak berhenti sampai disitu saja untuk mengejar laki-laki yang ingin di temuainya.

Ia terus berlari menelusuri pinggiran jalan kota yang padat yang penuh dengan polusi. Akan tetapi Steve sama sekali tidak menyadari, bahwa dirinya telah diikuti oleh seorang wanita.

Olivia berhenti setelah ia berlari sejauh dua ratus lima puluh meter dari hotel dengan nafas tersegal segal.

“Ya, ampun capek banget lagi. Kenapa sih dia sama sekali nggak denger suara ku!” Ucapnya dengan nafas terengap-engap.

“Mana aku larinya udah jauh lagi dari hotel. Sial, ah, sial!” Lanjutnya.

Karena usahanya tak membuahkan hasil, akhirnya Olivia kembali ke hotel tersebut untuk mengambil mobil pribadinya. Ia lalu pergi menuju ke kost Renata. Olivia sengaja tak ingin kembali pulang ke rumah karena tak ingin bertemu dengan Rani.

Sesampainya di kost Renata, Olivia membuang tas selempangnya begitu saja di kasur.

“Hey, kamu kenapa say? Mommy kamu lagi?” Tanya Renata yang baru saja keluar dari kamar mandi.

“Hari ini aku lagi sebel banget pokoknya!”

“Kenapa?” Lanjut Renata yang kemudian duduk di samping sahabatnya.

“Aku berantem sama Mommy, Re.”

“Berantem? Gara-gara apa emangnya?”

“Ya, karena aku semalam nggak pulang.”

“Nggak pulang? Bukannya tadi malam kita pulang bareng kan? Eh, tunggu-tunggu, apa tadi malam setelah kamu nganter aku pulang, kamu terus minggat lagi?”

“Iya, kamu tau nggak, Mommy bawa laki-laki ke rumah lagi.”

“Terus?”

“Ya, Mommy sama teman laki-lakinya sedang bercinta di kamarnya, Re.”

Sontak Renata terlihat terperangah mendengar cerita dari sahabatnya. Ia justru tertawa kecil meledek Olivia.

“Tuh, kan kamu malah ketawa! Ih, sebel deh.” Ucap Olivia kesal.

“Bentar deh, bentar. Ha… Ha… Ha… Aku geli tau dengerin cerita kamu itu.”

“Kamu aja geli denger cerita ku, gimana dengan aku yang menyaksikan secara langsung, Re.”

“Eh, tapi, kamu serius liat Mommy kamu sedang bercinta sama temannya gitu?”

“Ya, nggak lihat sih, cuman aku denger suara Mommy yang mendesah gitu.”

“Kenapa nggak kamu dobrak aja sekalian pintu kamar Mommy?”

“Awalnya sih pengen gitu, Re. Tapi aku malu sendiri. Ya udah deh, akhirnya aku memutuskan untuk pergi malam itu juga dan nggak pulang.”

“Emang kamu minggat kemana he?”

“Aku balik ke tempat billiard itu.”

“Serius?”

“Iya, dan ternyata Zack masih ada di sana. Ya udah, aku minta tolong sama Zack buat nemenin aku.”

“Sampai pagi?”

Olivia mengangguk-anggukkan kepalanya.

“Nggak, nggak mungkin kalau sampai pagi. Habis dari tempat itu, kalian lanjut ke mana?”

“Ke hotel.”

“What? Hotel?”

Olivia kembali mengangguk-anggukkan kepalanya.

“Jangan bilang kalau kamu Making Love sama Zack di hotel.”

Olivia lalu menutup kedua matanya seraya menggigit ujung bibirnya.

“No, no, no. Kamu udah gila Liv!” Kata Renata.

“Iya, memang, aku kemarin malam memang sudah gila, Re.”

“Tapi nggak gitu juga kali, Liv! Kalau kamu bercinta dengan Zack, ya kamu nggak jauh beda sama mommy kamu!”

“Re, gimana aku nggak gila coba! Hampir setiap malem aku selalu mendengar suara ******* mommy dengan laki-laki yang berbeda-beda, Re.”

Renata terdiam.

“Aku udah nggak betah tinggal di rumah itu. Rasanya aku ingin pergi dari kehidupan ini! Kamu tau sendirikan, sejak kecil aku selalu hidup sendiri! Kedua orang tua ku sama sekali nggak pernah peduli sama aku, Re. Mereka hanya memikirkan kebahagiaan mereka dan kepentingan mereka sendiri!” Ucap Olivia yang kemudian menangis bersandar di pundak sahabatnya.

Renata merasa iba dengan kondisi kehidupan yang Olivia jalani.

“Sabar ya, Liv. Aku ikut prihatin sama hidup yang kamu jalani.”

“Maka dari itu, aku ingin sekali hidup bahagia dengan caraku sendiri, Re. Karena aku merasa kedua orang tua ku sudah mati,”

“Hust! Jangan bilang gitu ah. Nggak baik.”

“Loh, tapi bener Re, kedua orang tua ku memang masih hidup, tapi mereka nggak pernah ada buat aku!”

“Ya, udah, ya udah! Nggak usah dibahas. Takut nanti kamu jadi tambah emosi.”

Mereka berdua kemudian saling berpelukan untuk melepaskan penat dalam pikiran.

“Kamu tau nggak Re,”

“Tau apa?”

“Waktu di hotel itu, aku bertemu dengan laki-laki cakep.”

“Cakep? Zack juga cakep!”

“Ye, itu kan selera kamu. Dengerin aku dulu,” mereka lalu melepaskan pelukannya.

“Jadi aku tuh nggak sengaja bertubrukan sama laki-laki itu waktu aku mau turun dari hotel.” Lanjut Olivia.

“Terus?”

“Ya, aku mau jatuh gitu. Eh, tapi dengan gesit dia menangkap tubuhku sampai kedua mata kami bertatapan bahkan jaraknya hanya sejengkal, Re.”

“Ya, ampun sosweet banget sih Liv, terus gimana?”

“Bau nafasnya dan juga aroma parfumnya membuat aku jadi kagum dengannya, Re. Pokoknya di mataku, dia laki-laki yang memiliki pesona. Laki-laki yang istimewa yang pernah aku lihat.”

“Jadi penasaran, setampan apa sih orang itu. Masalahnya, menurut aku Zack itu sudah sangat tampan. Eh, kamu bilang dia biasa-biasa aja.”

“Ye, kamu kaya baru kenal aku aja!”

“Iya, iya.”

Olivia lalu melanjutkan ceritanya saat pertama kali dia bertemu dengan laki-laki yang menurutnya tampan.

Bersambung…

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!