Tiba-tiba gelap

Halana melangkah ke luar dengan pakaian renang sebelumnya pemanasan lebih dulu lalu bersiap berenang.

Halana memanfaatkan waktu sebelum Aslan pulang untuk berenang. Halana menyukai hari ini jika saja tempat ini adalah tempatnya sendiri oh, betapa menyenangkannya.

Halana sudah membayangkannya.

Ketenangan Halana ketika berenang sirna ketika suara telepon menganggunya seketika itu Halana keluar dari kolam renang dan mengangkatnya ketetika melihat itu ternyata adiknya Helena, untuk apa Helena menelponnya pasti buruk tak mungkin baik.

Halana mengangkatnya dengan menggeser tombol hijau.

“Hallo.”

“Hallo kakakku yang cantik,” ucap Helena adik Halana yang dulu sangat mendukung Halana menikah dengan keluarga kaya yang ternyata keluarga dari Aslan.

“HEM.” Halana menyahut sedikit.

Di sebrang sana ternyata ada Ibunya dan sedang bersama Helena, sedang mendengar sambungan telepon Helena dan Halana.

Ibunya meminta Helena membaca tulisan yang sudah di tulis tadi.

“Ehmm Kakak ku yang cantik kaan... sekarang udah jadi istri orang...”

“Ngomong lo berbelit amat.” Kesal Halana memotong ucapan adiknya yang baru saja akan bicara panjang di sebrang telepon sana.

Helena mendengus kesal. menatap sang ibu, ibunya malah menunjuk kertas dan meminta Helena baca saja tulisannya.

“Ibu.. aku seperti pengemis, kenapa tidak ibu saja ayolah bu aku malas bicara pada kakak yang sombong songong seperti ****** kelakuannya,” ucap Helena sambil menjauhkan ponselnya agar suara mereka tidak terdengar.

Padahal kelakuan Helena lebih parah dari ucapannya mengatai Halana.

“Tidak maslaah cepet, ayolah, ibu ingin uang belanja juga uang arisan. Ayahmu tidak memberikan jatah banyak dan malah memberikannya pada istri lainnya di luar sana. Cepatlah Helena atau ibu meminta Ayah memakaimu lagi,” ucap Ibunya mengancam Helena atau Helena akan di pakai ayahnya sendiri untuk makanan malamnya.

“Eh.. Kak Ha-hallo kak! kakak masih disanakan Haah.... Kak aku boleh minta duit gak hari ini aku ada acara sama temen-teman terus... minta ibu sama Ayah gak di kasih,” ucap Helena.

Halana yang ada di seberang sana seketika menatap aneh ponselnya.

‘Nih bocah ada masalah apaan tumben amat minta aku duit lewat telepon, biasanya mah amit-amit dia minta duit ama aku. Lagian juga di mana ibu ama ayah kerja kan cuman buat dia ama kakak Grana doang,’ gumaman Halana.

Halana kembali menempelkan di telinganya.

“Lo minta brapa?” ucapnya dengan tenang, seketika berteriak.

“Ya ampun... Banyaknya Lo minta duit ama gue apa mau ngerampok isi rekening gue bocah, lo masih sama aja ya Combronya,” ucap Halana terkejut sekali sampai menatap ponselnya tak percaya.

“Ya elah kak cuman segitu buat kakak pasti kecil kakak itukan suaminya orang kaya ayolah kak duit belanja kakak pasti lebih banyak perminggu atau perhari,” uca Helena di seberang sana.

“Tiga puluh juta aja kak dikit gak banyak itu,” ucap Helana lagi di seberang sana.

'Aku kasih gak ya...' Halana berpikir pikir dulu.

“IYA BENTAR,” ucap Halana setengah kesal.

Seketika Halana menggunakan mobile bankingnya dan menteransfer ke adiknya. Seketika masuk sepuluh juta.

Halana menghela nafasnya.

“Yaahh... kak kok cuman se...” Helena langsung mengeluh di telpon yang masih tersambung ketika itu wajahnya lemas. Karena cuman mendapat teranferan uang dari Halana sedikit.

“Lo mau gak! kalo gak, gue gak bakal anggep lo kalo ada apa-apa dan gak akan pernah,” ucap Halana mengancam juga nyela ucapan Helena yang belum selesai.

Di sebrang sana ibunya langsung membodoh bodohi Helena.

"Ibu nih... kan jadi sombong kan males Helena."

"Udahlah gak papa bilang makasih dan tutup aja teleponnya."

Belum sempat bicara lagi ternyata Halana sendiri yang memutuskan teleponnya.

Seketika telepon terputus Halana meletakannya di atas kursi santai mengambil jubah handuknya dan di pakaianya langsung masuk ke dalam rumah lagi seketika Inah menyambut Halana.

Di rumahnya, Helena dan ibunya.

Helena menatap teranferan uang dari Halana.

“Gimana bu, cukupin atau minta lagi pake alesan lainnya,” ucap Helena dengan lemas lagi.

“Udahlah gak maslaah lagian itu juga gak cepet abisnya palingan lima atau empat hari,” ucap ibunya .

Di ruangan dengan penerangan samar Aslan di hadapkan dengan seorang satpam dan juga pegawai toko yang membuat Halana terfitnah juga seorang perempuan yang sebenarnya waria itu yang merusak beberapa barang dan juga suka mencuri di beberapa tempat.

“Ada kata terakhir? Hem.” Aslan menatap ketiga orang itu dengan tatapan dingin dan datar.

“Heey... jawab,” suara anak buah Aslan memukul salah satunya.

Wajah mereka sudah lebam babak belur dan yang wanita itu sudah berantakan.

“Siapa kalian berani membuat tempat dan bukan wilayah kalian beraksi dan juga membuat sampai aku sendiri melihat wajah kalian,” ucap Aslan dengan datar.

Seketika Aslan menembak kepala ketika orang tersebut dan dan meminta ke dua anak buahnya membawa pergi.

“Bawa mereka,” ucap Aslan sepertinya sudah terdengar malas bagi mereka tapi, Aslan biasa saja. Tak lama masuk lelaki tadi dengan anting-anting.

“Hahah... Lepaskan aku, Lihat wajah pria ini tak pernah menunjukan ekspresi,” ucapnya seketika mendang Aslan. Padahal sedang di ikat dan di pegang dua orang.

Seketika itu rahang mereka semua mengencang berani-beraninya orang ini menendang atasannya.

“Duduk,” ucap Aslan dengan suara besarnya.

Aslan memainkan pisau dan memutarnya dengan jari tangan kirinya.

“Aku tahu jika kau sudah punya istri, tapi, beruntunglah jika aku tidak terlalu jelas menyelidikinya karena aku ingin bermain-main dengan Mafia sepertimu,” ucap Lelaki itu,.

“Dimas Malvonso,” ucap Aslan seketika menggores lehernya memanjang lurus ke bawah dan membuat luka itu terlihat besar dan melebar panjang.

“Tidak cocok kematianmu untuk sekarang bagimana kau menjadi hal yang menyenangkan untukku,” ucap Aslan dengan raut biasa saja datar tidak berekspresi.

“Aaargh..” Rasanya seperti tersayat dengan sangat menyakitkan. Dimas Malvonso mengerang dengan wajah berkeringat.

Seketika dinding di hancurkan dan membuat semua anak buah Aslan berlindung seketika itu semua tembakan mengarah masuk dengan bersamaan seperti hujan peluru.

Aslan dengan cepat berlindung. Tembakana itu saling bersahutan dan saling membentur semua benda.

Seketika masuk salah satu orang dan membawa Dimas pergi.

Dimas bebas dan di bawa pergi.

Aslan melempar tembakan pada salah satu orang hingga mati.

Aslan mendekat dan melihat jika mereka adalah Black Diamond. Terlihat dari tato mereka di tangan.

Aslan menginjak wajah orang itu yang masih sekarat dan pergi melangkah keluar dari sana.

Bawahan Aslan, Arzen membereskan semua ke kacauan bersama dengan anak buahnya setelah Aslan pergi,

Seketika itu di rumah Halana menyalakan musik aneh dengan nyanyian seperti bahasa asing dan itu sangat keras di ruang tengah.

Seketika Halana melompat bernyanyi dengan seruan yang heboh.

Beruntung semua pelayan tidak bisa mendengar karena jarak rumah pelayan dan mansion Aslan bisa sampai 100 meter.

“Nana.. nanan eh... nanana ehn...” Halana masih sangat menikmati semuanya dengan sendirian seketika itu Halana berputar sambil berjoget dan melihat Aslan melewatinya.

Halana terdiam, mematung.

Aslan hanya melirik dan pergi dengan acuh.

Seketika rumah mati listrik gelap gulita.

Halana menjerit ketakutan dan menyalakan senter ponsel.

"Yaa.. tolong kenapa mati lampu siapa aja yang ada di rumah ini, Haaah. Aslan kenapa lo ngerjain gue lo tega amat ama gue.. Brengse*, Aslan! nyalain lampun Aslan!" Terus berteriak memanggil Aslan sampai urat lehernya terlihat jelas wajah Halana sangat pias ketakutan. Menoleh kana kiri menoleh kebelakang berputar ke depan lagi.

Halana merasakan jika ada yang berjalan di sekiranya.

Halana mengarahkan cahaya ke tempat dimana terdengar suara langkah tapi, semuanya tidak ada apapun disana.

Halana semakin takut seketika ada sesuatu yang memperhatikan.

Halana langsung duduk tertutup meja kaca Halana berdoa sangat banyak hingga Halana memjamkan mata rapat rapat seketika membuka mata Halana melihat lampu menyala.

Huuhf....

Seketika Halana bersyukur sangat kencang.

Tanpa banyak basa basi Halana membereskan jajanan cikinya dan membersihkan tempatnya dan mematikan tvnya lalu pergi ke kamarnya seketika masuk ternyata Aslan dengan handuknya dan sedang mengeringkan rambutnya.

Halana diam tak ingin membalas perlakuan Aslan yang di duganya sekarang.

Halana lebih baik diam saja.

Aslan menoleh ketika suara pintu kamarnya tertutup sangat kencang. Aslan terdiam menatap Halana yang segera masuk kemar mandi dan berganti pakaian karena Inah sudah mengatakan jika Aslan suka sebelum tidur mengganti pakaian bersih jadi kalo pakaian dari luar langsung di pakai tidur Aslan akan marah.

Lebih baik Halana berganti pakaian dari pada mati lampu lagi Halana lebih baik melakukan hal yang baik sebelum tidur seperti kemarin lagi pula itu juga kebiasaannya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!