"Mbak Resty," sapa mak Asna, disaat gadis itu sudah selesai sarapan pagi.
"Iya, Mak." Resty menyahut sambil membereskan piring kotor sisa makanannya.
"Ada temannya didepan."
Resty menoleh sebentar kepada mak Asna. "Teman?"
"Iya, Mbak. Temannya masih nunggu Mbak." Lalu mak Asna segera ikut membereskan makanan yang tersaji di meja makan.
"Siapa ya?" gumam Resty, merasa penasaran. Sebab ia tak memiliki janji dengan Ika pagi ini.
"Biar Mak yang lanjutin, Mbak. Mbak Resty temui temannya dulu didepan. Kasihan Mbak, tadi mak lupa nggak nyuruh masuk dulu." tutur mak Asna, lalu berusaha menghandle apa yang dikerjakan Resty saat ini.
"Kalau begitu, Mak suruh dia masuk dulu." titahnya, gadis itu masih terlalu asyik membantu pekerjaan ARTnya itu.
Lalu kemudian mak Asna pun lekas pergi, agar teman yang pagi ini datang berkunjung ke rumah Resty bisa menunggu diruang tamu.
Dan Resty sendiri saat ini sedang mencuci piring kotornya sendiri. Sudah menjadi kebiasaannya apabila waktunya sedikit senggang ia berusaha membantu pekerjaan ARTnya. Selagi ia mampu dan bisa, ia tak akan tinggal diam untuk tidak membantu ARTnya itu.
Resty memang terlahir sebagai anak majikan dirumah, namun Tommy selalu mendidiknya untuk tidak sombong dan tidak membedakan kasta dan derajat orang. Apalagi posisi Resty yang tumbuh tanpa seorang ibu, tentu secara suka rela ia sangat senang bila mak Asna membiarkannya membantu pekerjaannya. Bahkan Resty sendiri juga sudah menganggap mak Asna seperti ibu, sebagai pengganti sosok ibunya yang telah tiada.
Setelah selesai dengan kegiatannya mencuci piring, Resty pun segera menyusul teman yang sedang menunggunya itu.
"Hai, Resty," sapa Alex. Pria itu menyeringai tipis saat melihat Resty sudah muncul diruang tamu.
"Alex?" Kening Resty seketika berkerut, sangat penasaran mengapa pria ini tiba tiba berkunjung ke rumahnya pagi ini.
"Ada apa? Kenapa kesini?" cerca Resty pada Alex. Dan pria itu malah terlihat duduk lebih santai dibanding Resty yang hanya berdiri ditempat.
"Mau jemput kamu," ujar Alex, kepedean sekali.
"Hah?"
"Iya, mobil kamu belum beres. Maaf ya, kalo orang suruhanku lelet banget."
Hal ini sudah dikarangnya semalam. Entah kenapa tiba tiba muncul ide berbohong kepada Resty setelah Udin mengabarinya semalam. Dan semoga saja perjuangannya saat ini tidak sia-sia. Sebab Alex sendiri sudah semakin tak sabar ingin mengenal Resty lebih dalam lagi.
Alex belum bisa mendefinisikan perasaannya kepada Resty saat ini. Entah itu hanya sekedar rasa suka atau sudah bertahap menjadi jatuh cinta. Yang pasti ia hanya selalu merasa ada yang kurang bila tidak bertemu dengan Resty, sejak saat kejadian dihukum bersama tempo hari.
"Oh, kalau memang belum beres nggak papa. Kamu nggak perlu repot repot kesini menjemputku. Lagian aku sudah ada sopir yang siap mengantarku." cicit Resty.
Tentu Resty tak enak hati menyetujui tujuan Alex menjemputnya. Ia yang memang baru terhitung kemarin lusa saling kenal, tentu akan menjadi tranding topic seantero kampus bila ketahuan berangkat bersama. Apalagi Alex juga sudah memiliki pacar. Apa jadinya bila ia nanti dituduh yang tidak tidak oleh pacarnya itu?
"Aku nggak repot. Kebetulan juga rumahku juga searah sama jalan ini." Lagi lagi Alex berbohong.
Padahal jarak antara rumahnya dengan rumah Resty berbeda arah dan lumayan jauh. Bisa ditempuh satu jam perjalanan kalau sedang tidak macet. Akan tetapi demi tercapainya keinginan, terpaksalah Alex berbohong seperti itu.
"Mm, Res, waktunya sudah mepet nih." Alex kembali menyapa sambil melihat jam tangannya.
Resty kebingungan sendiri. Antara ikut Alex atau dengan sopirnya saja. Tetapi bila melihat waktu yang memang sudah mendesak, tidak memungkinkan jika ia diantar sopirnya yang terlihat masih sibuk mengelap body mobilnya.
Disusul kemudian mak Asna kembali muncul dengan membawa segelas jus orange dalam nampannya. Segera ia menyuguhkan minuman itu didepan teman pria Resty, sambil mempersilahkannya untuk meminumnya.
Resty melangkah ke arah pintu keluar. Niat hati ia ingin menanyai sopirnya sudah siap berangkat apa belum. Akan tetapi dirinya dibuat tertegun karena mendapati sebuah motor ninja yang pasti itu milik Alex.
"Pak, sudah selesai belum?" tanya Resty.
"Siap, Mbak." Sopir berusia setengah abad itu langsung berdiri tegap, layaknya anggota militer yang sedang disapa oleh komandannya.
"Kalau begitu aku ambil tas dulu ya?"
"Siap, mbak Resty.." kali ini nada bicara sopir itu berubah lembek dan berayun. Memang kadang suka aneh kelakuan sopirnya itu, tetapi mengasyikkan bagi Resty.
Resty masuk kembali menemui Alex. Dilihatnya pria itu langsung berdiri begitu melihat Resty.
"Sorry ya, aku tetap berangkat diantar sopir." tuturnya sangat sopan.
"Oh, begitu."
Kecewa? Sudah pasti. Tapi mau bagaimana lagi? Mungkin memang masih belum saatnya untuk bisa mengenal Resty lebih jauh.
Resty segera mengambil tasnya yang ia letakkan diatas meja makan tadi. Lalu kemudian ia melangkah keluar rumah, disusul Alex yang mengekor dibelakangnya.
"Kenapa, Pak?" tanya Resty, saat melihat sopirnya sedang memeriksa mesin mobilnya.
"Tiba tiba nggak nyala, Mbak." terang sopir itu.
"Masa sih?" Resty turut mendekat kepada sopirnya yang terlalu serius meneliti bagian mana mesin mobilnya yang rusak.
"Mungkin karena jarang dipake kali ya, Mbak?" cicit sopir itu, lalu menutup kembali kap mobilnya.
"Bisa jadi." Alex turut menyela obrolan mereka.
Sekilas Resty menoleh kepada Alex. Masa iya, ia harus berangkat ke kampus bareng Alex naik motor?
Gadis itu terlihat gusar sendiri. Apalagi setelah melirik jam diponselnya yang semakin mepet dengan jadwal makul pertama. Andai ada papanya, mungkin memilih berangkat sama papanya saja. Sayangnya pagi sekali Tommy sudah berangkat dulu, untuk meeting dengan kliennya diluar kota.
"Gimana, Res?"
Alex sudah duduk diatas kuda besinya, dengan menyodorkan sebuah helm kepada Resty.
Resty tak segera beranjak. Ia masih ragu untuk berboncengan dengan Alex. Segala macam praduga yang belum tentu menjadi nyata sudah terlanjur hinggap dibenaknya. Terus terang, gadis itu masih sedikit trauma takut takut nanti akan kena apes lagi jika bersama dengan Alex. Apalagi jika terngiang dengan ketiga kacungnya itu. Meresahkan!
"Apa mau dapat hukuman dari pak Budi lagi?" Alex kembali mengingatkan jika jam pertama makulnya diisi oleh dosen Budi.
Resty menggeleng pelan. Satu langkahnya menggeser lebih dekat kepada Alex. Mungkin lebih baik berangkat bersamanya dulu, dari pada nanti dirinya yang terancam nengulang makul dosen Budi.
"Mbak, mending berangkat sama temannya dulu, dari pada entar telat." Sang sopir turut mendukung.
"Biar mobil ini saya servis dulu. Nanti pulangnya saya yang jemput mbak Resty. Bagaimana?"
"Betul itu, Pak." Alex mengacungkan jempolnya kepada sopir itu.
Huft. Terpaksa!
Resty melangkah gontai mendekat kepada Alex, meraih helm yang diberikan Alex, lalu naik motor itu dengan tiada semangat.
Yes!
Senyum tipis Alex seketika tersungging dikala Resty sudah benar benar duduk dibelakangnya.
"Kita berangkat ya, Pak," seru Alex, sok akrab dengan sopir keluarga Resty. Lalu perlahan motor itu mulai melaju keluar dari balik pagar besi rumah Resty.
*
Terus dukung karya remahanku ini ya readers, dengan cara like, vote, dan juga tinggalkan komentar kalian dikolom komentar.
Tanpa kalian apalah arti diriku. Hiks😢
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 169 Episodes
Comments
Utiyem
ihirrrrr naik motor..... jangan lupa peganan ya resty.....
2023-10-25
1
Astri
semoga donita gak lihat
2023-05-25
0
Lee
Cie Alex...sepertinya takdir mndukungmu tuh..
semangat...
2022-07-27
1